Karin mengedarkan tatapan mata ke seluruh penjuru tempat di langsungkannya akad sang bos dengan wanita yang sama untuk ke dua kalinya. Ia sudah melihat betapa indahnya dekor penuh bunga yang sudah diatur sang mempelai wanita sendiri pagi tadi. Namun saat akad di laksanakan dengan sinar oranye di ufuk barat membuat suasana berkali-kali lipat terasa lebih romantis, intim, indah.
Semilir angin menambah syahdu suara sang atasan yang kembali menyebut nama sang mantan istri dalam janjinya kepada Tuhan. Lalu ketika pembawa acara menyebutkan acara pelemparan buket bunga pengantin, tentu saja ia ingin ikut. Mencoba menerka apakah jalan takdir akan berpihak kepadanya, atau akan kembali menghempaskannya hingga hancur tak tersisa. Karin mengajak Abi untuk ikut bergabung, tapi sepertinya pria itu tidak tertarik sama sekali. Ya … setelah mereka bertemu pagi tadi, keduanya memang sepakat untuk mengadiri pernikahan Alka, dan Naya bersama. Karin sendiri merasa heran karena dia bisa begitu saja merasa nyaman bersama pria yang baru saja di tolak oleh mempelai wanita yang terlihat sangat cantik di depan sana.
Kanaya, wanita itu memang sangat beruntung. Lihat saja bagaimana pria gagah di sampingnya tak sedetikpun mengalihkan tatapan memuja kepadanya. Sepertinya, Naya memang sudah menemukan dunianya, menemukan the One yang digariskan Tuhan untuk wanita tersebut. Berbeda dengan Karin yang masih harus mencari, dan berharap suatu saat akan menemukan the One yang Tuhan tuliskan untuknya.
Karin sudah berdiri dengan beberapa wanita dan pria yang ia tahu masih dalam keadaan single seperti dirinya. Mungkin beberapa dari mereka sudah memiliki kekasih, tapi belum menjamin mereka akan berakhir di pelaminan. Seperti apa yang belum lama dialami Karin. Karin menghela nafas panjang, kemudian mulai bersiap ketika kedua mempelai terlihat sudah mulai menghitung lemparan mereka. Karin mengamati kemana arah lemparan tangan sepasang suami istri di depan sana. Matanya hanya fokus ke depan tanpa mempedulikan keriuhan di sekitarnya.
Kaki-kaki jenjangnya bergerak cepat begitu melihat buket bunga yang mulai terlepas dari tangan sepasang pengantin yang sedang tertawa bahagia. Ia angkat tinggi kedua tangannya, berharap bisa meraih buket bunga yang melayang tersebut. Naas ketika gerakan kakinya yang kurang kuat justru membuat tubuhnya oleng. Karin sungguh bersyukur ketika tangannya bisa meraih sebuah pegangan hingga ia tidak perlu terjatuh. Karin mengerjap. Tangannya meremas pegangan yang terasa kenyal sebelum mata itu kemudian membelalak, dan ia menjerit kaget. Karin segera menegakkan tubuhnya kembali. Membungkuk seraya mengucap kata maaf berkali-kali.
“ Kamu mau ini ? nih … buat kamu.” Karin mengangkat kepala. Ia hanya bisa terperangah dengan mulut terbuka. Tangannya di tarik, untuk kemudian dipaksa menerima buket bunga yang ia incar. Matanya kembali mengerjap menatap tak percaya sosok pria di hadapannya. Pria yang sudah ia remas lengan berototnya. Pria itu menggelengkan kepala.
“ Kenapa harus rebutan cuma buat dapetin bunga kayak gitu. Kalau masih kurang, bawa aja yang ada di meja. Adikku nggak bakalan keberatan kok.” Setelah berkata seperti itu, pria tersebut berbalik, kemudian melangkah menjauh. Riuh suara meneriaki ‘selamat’ terdengar. Karin tersenyum, mengangkat tinggi buket bunga di tangannya. Perduli amat dia dapat dengan cara bagaimana. Yang terpenting, buket bunga pengantin itu berakhir di tangannya.
Ada sebuah harapan terselip di sudut hati Karin. Berharap, dia benar-benar akan segera mengikuti jejak sang mempelai untuk naik ke pelaminan. Meskipun dia masih tidak punya banyangan dengan siapa dia akan berakhir, tapi siapa yang tahu rencana Tuhan. Bisa saja dia bertemu seseorang, kemudian langsung cocok dan menikah. Who knows. Dia mengangguk mantap, membenarkan pemikirannya.
***
“ Sudah lama kerja sama Alka ?” tanya Abi dengan kepala menoleh ke samping. Ia dan Karin sedang berjalan di pantai. Karena mereka berdua sudah makan di acara pernikahan Naya, dinner mereka batal. Mereka akhirnya hanya ngobrol sembari menikmati pantai yang masih tetap hidup meski sang surya sudah tak lagi menampakkan wujudnya. Karin terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan yang terlontar dari pria di sampingnya.
“ Cukup lama.” Kepala Karin mengangguk. “ Hampir 7 tahun.”
“ Wow … kenal baik Alka dong,” tanya Abi lagi. Entah mengapa ia ingin mengorek siapa Alka dari sosok sang sekertaris. Karin tertawa.
“ Kenapa ? kamu penasaran sama pria yang lebih dipilih mantan kamu itu ya ?” Karin memicing menatap Abi yang terlihat salah tingkah. Ia menepuk bahu pria tersebut.
“ It’s ok. Wajar kok.” Dagu Karin mengedik, mengajak Abi duduk di salah satu saung yang disediakan oleh pemilik warung makan di sekitar tempat itu. Abi mengikuti Karin. Mereka berdua duduk menghadap hamparan laut. Semilir angin menerbangkan helai rambut Karin. Wanita itu bergerak meraih, kemudian mengikat rambutnya. Tatapan Karin masih lurus kearah lautan lepas.
“ Aku juga sempat pengin tahu apa kelebihan cewek yang menikungku.” Kemudian Karin terkekeh.
Perselingkuhan mereka bukan hanya salah si cewek, tapi keduanya. Kita tidak akan bisa mendengar suara tepuk tangan hanya dari sebelah tangan saja kan. Harus dua tangan yang bertemu hingga bisa menghasilkan suara. Seperti itu juga sebuah hubungan. Sejauh apa pun seorang perempuan menggoda seorang pria, jika pria itu tidak tergoda maka tidak akan pernah terjadi yang namanya perselingkuhan. Abi menoleh.
“ Kamu baru putus ?” tanya Abi penasaran. Karin mengangguk. Dia tidak merasa berat untuk mengakuinya. Rasanya perasaan yang dia miliki untuk sang mantan sudah melebur bersama tangisnya waktu lalu. Sudah cukup. Dia tidak akan meratapi gagalnya hubungan mereka.
“ Dia menghamili cewek lain.” Karin mengangkat kedua bahu, lalu mengembalikan pandangan ke laut lepas yang terlihat begitu tenang tanpa riak-riak yang biasanya menghiasi.
“ Ah .. iya. Tadi kamu nanya seperti apa bosku kan ?” Karin mengalihkan pembicaraan. Rasanya terlalu malu menceritakan betapa bobrok hubungannya dengan Rama.
“ Malaka Hutama itu … tampan, kaya, berkarisma.” Lalu Karin menoleh, menatap Abi yang terlihat mengangguk kecil. Dia tahu itu. semua orang bisa melihatnya. Yang ia ingin tahu lebih adalah bagaimana perangai pria itu. bisakah dia menjaga hatinya untuk satu wanita sementara kesempurnaan pria itu pasti lah mengundang daya tarik tersendiri bagi wanita-wanita di luar sana.
“ Kalau kamu pikir dia menggunakan kelebihannya untuk menarik perhatian para wanita, maka jawabannya adalah TIDAK. Benar-benar tidak. Dia pria yang setia dengan satu wanita.” Kening Abi mengernyit. Merasa tidak menyangka mendengar kata-kata yang keluar dari mulut sekertaris suami sang mantan.
“ Sungguh … “ tegas Karin melihat rasa tak percaya dalam tatapan mata Abi.
“ Aku sudah sering melihat wanita-wanita yang dengan terang-terangan menggoda pria itu, tapi mereka hanya berakhir dengan kekecewaan. Karena pria itu tidak memberikan perhatian lebih pada mereka. Sedikitpun. Dia bahkan tidak akan segan-segan menggagalkan perjanjian ketika merasa terusik dengan tingkah klien wanita kami.”
“ Pernah terjadi ?” tanya Abi yang masih tidak percaya. Karin mengangguk.
“ Kamu sendiri ?”
“ Apa ?” tanya Karin tidak paham dengan pertanyaan yang diajukan oleh Abi.
“ Apa kamu juga pernah menyukai pria itu ?” kedua alis Abi terangkat, menatap lurus wanita di sampingnya yang harus Abi akui … cantik. Karin terkekeh.
“ Wanita normal mana yang tidak tertarik melihat pria itu.” ucap Karin dengan tawa yang terdengar garing. Abi berdecak.
“ So, kamu juga pernah menjadi korban tampang Alka ?” Abi menggelengkan kepala. Lalu ia mendengus. Ternyata saingannya memang sekuat itu. tapi ia salut pada pria itu yang pantang mundur bahkan setelah tak digubris oleh Naya. Padahal ia bisa saja kan mencari wanita lain yang jauh lebih cantik dari Naya. Kenapa tidak pria itu lakukan ?. Kalau saja Alka mundur, maka saat ini ia lah yang akan bersama dengan Naya.
“ Kenapa ? masih patah hati ?” Karin mendorong bahu Abi dengan bahunya. Wanita itu tertawa melihat Abi yang hampir jatuh karena kaget. Sepertinya pria itu baru saja melamun.
“ Sudah … lupakan patah hati kamu. Masih banyak wanita single di luar sana yang akan dengan senang hati menerimamu,” ucap Karin mencoba membesarkan hati Abi.
Pria itu menegakkan kembali duduknya. Ia mengamati wajah cantik wanita di sampingnya yang masih setia tertawa. Padahal dia baru saja putus cinta, tapi lihat saja tawa lepasnya. Seolah sudah tidak ada rasa sakit setelah ditinggal pacar yang menghamili wanita lain.
“ Kalau kamu … mau nggak ?”
Tawa Karin langsung terhenti. Ia menatap bola mata dibalik kaca mata yang bertengger diatas hidung pria yang setelah Karin perhatikan lebih cermat … tampan.