5. Kehebohan di Kantor

1670 Kata
Ini adalah salah satu rencana yang paling keji dan tak berperasaan dalam hidup. Menjadikan seseorang tameng agar Vena bisa jauh dari Fajar adalah salah satu cara terbodoh sekaligus cara terakhir diambang keputusasaan gadis itu akan sikap Fajar yang sangat posesif sekali dengan gadis itu. Memikirkan bagaimana reaksi Fajar saat tahu Vena akan mendekati Rendy adalah salah satu hal yang paling menyenangkan karena itu berarti dia telah berani bertindak brutal, dan Fajar harus tahu bahwa posisinya saat ini adalah mantan. Cuma seseorang yang telah habis masa periode untuk mengatur ini-itu kepada Vena. Masalahnya, Fajar itu tipe-tipe mantan yang ngeyel, sudah diputus masih saja nggak tahu diri bahkan dengan seenaknya masih posesif. Untuk itu diperlukan cara sedikit ekstrem agar Vena bisa enyah sejauh-jauhnya dari Fajar. Dan pagi ini, sekali dalam sejarah Vena masuk kantor pagi-pagi banget sudah mirip dengan anak baru yang keranjingan dan takut amukan bossnya. Demi bisa melancarkan aksi pendekatannya dengan Rendy, Vena rela bangun pagi dan berangkat lebih awal daripada jam masuk biasanya. Mukanya yang cerah dan senyumnya yang mendadak terulas bahkan tak bisa disembunyikan oleh gadis itu. "Pagi, Pak." Riang banget dia menyapa satpam kantor yang berjaga di depan pintu. Satpam tersebut mengangguk dan balik tersenyum. "Mbaknya pasti kaget, hari ini entah bakalan ada bonus apa, sampai semua karyawan berangkat pagi." "Maksudnya?" Satpam itu menunjuk dengan dagunya ke dalam kantor. "Hari ini, banyak banget temen Mbaknya yang berangkat lebih pagi, barengan saya malahan." What? Buru-buru sekali Vena melangkah memasuki ruang kerjanya dan terpana begitu ia sampai di dalam kantor penuh kubikel itu. Berbagai aroma parfum langsung menyerbu lubang hidungnya dengan berbagai bentuk aroma. Ada yang berasal dari parfum kalangan konglomerat sampai parfum konglomerat yang abal-abal. Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun yang lalu, kejadian fenomenal ini terjadi. Yang bikin Vena geleng-geleng kepala adalah keajaiban yang ditimbulkan oleh kedatangan Rendy dari kemarin. Ruang kerjanya hari ini berubah menjadi ajang kontes kecantikan untuk memperebutkan pangeran tampan. Rea contohnya, cewek yang dikenal Vena sebagai orang yang sering datang barengan dengan boss, bukan datang barengan satu mobil, tapi mobil mereka nyaris balapan saking mepetnya gadis itu berangkat mepet jam masuk kerja. Hari ini, di mejanya, gadis itu sudah duduk manis dan anggun di kursinya sembari terus mantengin kaca di depannya. Ada lagi, Letta, cewek yang digadang-gadang oleh semua cowok di kantor, cewek yang kencannya cuma sama miliuner atau para boss, kali ini bahkan gadis itu turun harga sampai ikut dandan berbeda dan lebih mencolok daripada biasanya. Demam Rendy bikin Vena kaget setengah mati. Dampaknya seperti virus yang menyerang dan langsung merebak ke berbagai penjuru kantor. Padahal jelas sekali kalau Rendy belum ditempatkan di ruangan ini, tapi semua orang sudah heboh dengan berbagai dandanannya. "Aduh mamae, ini ruangan wangi amat ya, mana ceweknya mendadak pada cantik-cantik, emang ada apa sih hari ini? Perasaan meetingnya masih minggu depan?" Danil yang baru saja masuk barengan Ita langsung terkejut begitu menemukan keajaiban dunia kesembilan. Ita sendiri langsung berdiri di samping Vena, ikut terpana dengan pemandangan yang disuguhkan hari itu. "Kayaknya elo bakal masuk nominasi itik buruk rupa deh, kalo mau dapetin Rendy," bisik Ita pelan tepat di telinga Vena. Kepanikan gadis itu langsung meningkat begitu sadar dengan satu ucapan yang dilontarkan mirip peringatan. "Mampus! Kayaknya gue udah kalah dari start deh." *** Fajar menoleh bolak-balik setiap kali ia berpapasan dengan semua karyawan, khususnya cewek. Berulang kali ia menajamkan matanya untuk melihat bagaimana dandanan orang-orang pagi ini, bahkan banyak sekali cewek yang mendadak rajin ke dapur, sekedar untuk melirik ruang fotocopy yang masih saja dihuni oleh Theo. Kebingungan itu segera lenyap begitu Fajar tahu apa penyebab cewek-cewek berpenampilan aneh pagi ini. Kedatangan Rendy yang kemudian diserbu dengan tatap-tatap kagum para kaum hawa sudah menjadi jawaban yang terpampang jelas di mata semua orang tak terkecuali Fajar dan Theo. Ini benar-benar gila! Rendy sendiri tidak mau ambil pusing dengan kehebohan pagi itu, ia masih tak sadar bahwa objek kehebohan pagi itu terletak padanya. "Orang-orang pada ngapain sih?' tanyanya sedikit ragu kepada Theo. Ia berkaca pada meja kaca di depannya. Kayaknya dia enggak norak? Cupu juga enggak? Theo cuma bisa menggigit bibir bawahnya daripada harus mengumpatkan satu kata yang sudah sejak tadi ditahannya dengan kesal. GOBLOK! Fajar menghampiri kedua cowok itu dengan cepat. Ditatapnya Rendy dari atas sampai bawah, seperti menilai sesuatu yang istimewa dari Rendy, tapi tak ditemukannya apapun hal yang istimewa. "Ren, minta berkas-berkas yang ingin di fotocopy kepada Tiffani, di ruangan saya ya?" Rendy mengangguk dan berlalu dari hadapan Theo dan Fajar. Dari balik punggung pria itu, Fajar mengamati bagaimana sosok Rendy, dari caranya berbicara, dari caranya berjalan dari style-nya. Kemudian, ia bertemu dalam satu kesimpulan yang membuatnya menoleh kepada Theo lantas bertanya dengan suara pelan."Theo, saya sama Rendy gantengan mana?" Theo jelas saja terpana. Pertanyaan macam apa ini? Ia tak menyangka pertanyaan itu muncul dari mulut seorang Fajar yang notabene-nya tak pernah merasa tersaingi. "Jelas, ganteng dan keren, Pak Fajar lah." Fajar menutup matanya dengan gaya angkuh dan mengibas-ngibaskan debu fiksi di jasnya. Jelas saja dia keren! valid no debat! Akhirnya jawaban itu lah yang dipilih oleh Theo, bukan karena Fajar gantengnya kebangetan, jelas saja Rendy lebih keren dan lebih friendly . Tapi, karena ia takut bahwa dianggap pembangkang dan dicap sebagai bawahan tak tahu diri oleh Fajar bisa habis dia di kantor mendapat lirikan tajam dari cowok penuh ambisi itu. Tak mau terkalahkan! *** Melihat betapa banyaknya cewek yang gandrung dengan Rendy, Fajar bergegas melihat Vena di ruangannya. Apakah gadis itu juga ikut berdandan aneh seperti yang lain, apalagi gadis itu bangkunya tepat di belakang Rendy. Ia mempercepat langkahnya dan semakin tak karuan saat melihat cewek yang berdandan berlebihan pagi ini, perasaannya semakin kalut setiap kali berpapasan dengan cewek. Memikirkan Vena ikut menarik perhatian Rendy adalah salah satu hal yang sangat ditakutkan oleh pria itu. Begitu sampai di tempat penuh dengan kubikel itu, Vena tak ditemukan di sana. Bahkan, ketika orang-orang di sana fokus dengan layar di depan mereka, tak ditemukannya pergerakan Vena. Tanpa memberikan pertanyaan apapun, Fajar segera memutar langkahnya, pura-pura ke toilet ketika boss mereka baru saja masuk ke kantor dan ikut terheran dengan aroma dan melihat perbedaan pagi ini. "Jangan sampe gue nemuin Vena ikutan—" Belum selesai gumaman itu, ditemukannya Vena baru saja keluar dari toilet, Fajar mengembuskan napasnya dengan lega. Bahkan sangat lega hingga ia tak sadar mempercepat langkahnya kemudian merengkuh Vena yang nyaris membuatnya jantungan. Dipeluk seperti itu, tanpa persiapan, tanpa tahu ada apa, tiba-tiba saja dua lengan itu merengkuh seperti takut kehilangan. Vena mendongak mendapati tatapan mata Fajar yang sedikit frustrasi dan kalut. "Pagi ini pakai bedak?" Vena mengangguk dengan polos. "Pakai." "Eyeshadow kamu dihapus aja, ini kerja ya nggak usah aneh-aneh pake eyeshadow. Bukan mau lomba Miss universe juga, kan?" Omelan Fajar yang beruntun belum juga membuat Vena mengerti dengan apa yang diucapkan Fajar. Cowok itu menggamit lengan Vena kemudian berhenti di depan kran air. Ia menghidupkan air, kemudian membasahi tangannya. Mata Vena melotot begitu Fajar mendekatkan tangannya yang basah ke wajahnya. "Heh! Mau ngapain sih?" "Ngehapus eyeshadow kamu lah. Itu juga eyeliner kamu dihapus aja deh," paksa Fajar. Ia kembali mendekatkan tangannya yang basah ke wajah Vena yang akhirnya ditepis oleh gadis itu keras-keras. "Enggak! Nggak mau dihapus dan nggak bakal gue hapus!" Fajar melotot. Apa-apaan ini? "Oh, jadi kamu mau ikutan kayak cewek-cewek sekantor gitu ya? Mau ngapain emang?" tanya Fajar sedikit mendongakkan wajahnya, memberikan kesan angkuh dan mengancam kepada Vena. Cowok ini benar-benar nggak tahu diri kalau nggak segera diinsafkan. Mendengar ucapan Fajar yang mirip dengan orang ketakutan, bikin Vena mempunyai ide untuk mengerjai Fajar sekalian, kalaupun itu membuat Fajar langsung menciptakan jarak pada Vena, malahan bagus. Ia tak perlu repot-repot, mendepak cowok itu secara sadar dengan perkataan. "Iyalah, gue mau ikutan kayak cewek sekantor, tau kan kalo sekarang kantor lagi demam dengan Rendy?" Pancingan Vena berhasil begitu melihat Fajar langsung meluruskan kedua alisnya diikuti dua tatapan tajam yang membuat Vena menelan ludahnya dengan gemetar takut. Mampus! Fajar marah! Disentuhnya pundak Vena dengan satu genggaman yang erat, memberikan efek sakit kepada gadis itu. "Emang kamu secantik apa?" Lirih, tajam, dan tandas! Hebat! Efek yang ditimbulkan ucapan itu bikin Vena langsung terdiam kaku. Seperti terhempas dan terhenyak begitu saja. Tidak menyangka dengan ucapan yang Fajar katakan. Melihat Vena membeku seperti itu, membuat Fajar sedikit merasakan sensasi bahagia sebelum akhirnya dia mendengarkan satu desisan penuh tekad dari gadis itu. "Lo nggak pernah tau kan, kalo kemarin siang di kafetaria, Rendy nyamperin gue dan minta kenalan sama gue!" Fajar mematung seketika. Berani-beraninya cowok itu menghampiri Vena di belakangnya, ingin rasanya marah namun ia segera mengurungkan diri saat ada satu ingatan kecil yang membuatnya langsung menolehkan kepalanya pada Vena dengan serius. Sejenak dia takut kalau Rendy sudah mengatakan bahwa ia yang menolong Vena saat gadis itu mabuk, sebelum satu kalimat lagi meluncur dari mulut Vena dengan bangga. "Gue belum pernah nemu cowok yang gantengnya kebangetan kayak Rendy." Fajar langsung menaikkan alisnya dengan sinis. Ia yakin Vena mengatakan hal itu hanya ingin membuat hatinya panas, but, ia benar-benar tak menggubris omongan gadis itu. "Kamu salah kalo mau buat aku panas dengan muji cowok itu Ven," ucap Fajar pelan, "karena satu kantor, yang paling ganteng itu ... aku!" Melongo, Vena tak habis pikir pemikiran dari mana yang bisa membuat pria di depannya ini dengan bangga dan optimisnya berpikir seperti itu. Bahkan, saking terkejut dengan sikap optimisnya yang melangit itu, Vena tak bisa berkomentar untuk sekedar tertawa atau mengejek. "Jadi, daripada kamu ngejar-ngejar Rendy, sekarang mikir penampilan kamu dulu, banyak sekali cewek yang lebih cantik dan seksi di kantor ini daripada kamu. Kalo dia nyamperin kamu kemarin, itu cuma nyari temen makan aja, nggak lebih. Jadi, nggak usah pede!" Vena membulatkan matanya. Anjir! Gini nih, kalau mantan iri liat kita sudah bahagia dengan yang lain. Fajar itu emang kalau ngomong nggak ada rem, nggak ada filter, dan keterlaluan banget. Gadis itu mendongak, menatap Fajar dengan satu pandangan sinis. "Emang ada yang bilang kalo lo ganteng daripada Rendy?" "Ada." "Siapa?" Fajar melirik Vena dengan senyum manis yang bikin mual. "Theo." Oh my God! Vena yakin Theo terpaksa mengakui kegantengan Fajar. Ia yakin dan sangat yakin kalau itu pasti— TERPAKSA! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN