Belajarlah Mencintaiku

1023 Kata
-7- Langit siang telah berubah menjadi sore. Sinar mentari yang tadi cukup menyilaukan sekarang meneduh. Angin berembus lembut dan melenakan sukma. Di teras, Ivana merebahkan diri di kursi panjang sambil bermain ponsel. Mengenakan celana pendek cream dan kaus hijau muda, tampak sangat segar dan santai. Sementara Zayan berenang bolak-balik dari ujung ke ujung kolam dengan berbagai gaya. Suasana di sekitar sangat hening dikarenakan hanya sedikit kamar yang terisi. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi saat akhir pekan, resort ini selalu ramai pengunjung. Baik pasangan muda maupun pengunjung yang membawa serta keluarga. Beberapa paket menarik juga telah disiapkan pihak hotel untuk para tamu yang ingin melakukan perjalanan touring ke beberapa tempat wisata di sekitar lokasi. "Na," panggil Zayan sambil duduk di pinggir kolam renang. "Makan malamnya mau di restoran hotel atau ke luar?" tanyanya sembari mengorek telinga yang kemasukan air. "Di restoran hotel aja, Mas. Besok baru kita cari makan di luar. Aku masih pengen istirahat," jawab Ivana tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel. Zayan manggut-manggut, kemudian diam untuk memandangi sekitar. Tepat di belakang kolam renang adalah tembok pembatas hotel yang dihiasi dengan aneka tanaman merambat. Di bagian kanan dan kiri kamar mereka juga dibatasi tembok yang tingginya 1,5 meter. Hal ini untuk menjaga privasi tiga kamar suite yang memiliki kolam renang sendiri. Dalam hati Zayan harus mengakui kejeniusan Ferdi. Adik iparnya itu adalah seorang arsitek yang sangat cerdas. Resort ini dan resort yang di Bogor merupakan hasil pemikiran Ferdi. Demikian pula dengan beberapa desain renovasi hotel milik keluarga mereka yang berada di Bali dan Surabaya. "Masih mau lanjut berenang?" tanya Ivana. "Hu um, kamu nggak berenang?" Zayan balas bertanya. "Ehm ... malu." "Malu kenapa? Di sini cuma ada kita berdua." "Justru itu, aku malu sama Mas." Zayan tertawa kecil mendengar ucapan istri mudanya. Kemudian pria berambut cepak itu berdiri dan jalan mendekati Ivana. "Ayo, temenin mas berenang," ajaknya sambil mengulurkan tangan. "Pakai baju ini aja, ya? Males mau ganti lagi," sahut Ivana sembari menyambut uluran tangan sang suami dan berdiri. Namun, belum sempat dia berdiri tegak tiba-tiba Zayan langsung mendekap tubuhnya dan menggusur ke kolam renang. Byuuurrr. Tubuh keduanya memasuki kolam dengan keras. Ivana mengusap wajah dengan tangan sambil menggerutu karena sempat menelan air kolam. "Mas ihh!" protesnya sambil mencubit lengan sang suami. "Ini cara biar cepat masuk ke kolam," sahut Zayan seraya tersenyum lebar. Tangannya memegangi pinggang ramping sang istri dengan erat. Kolam yang tidak terlalu dalam itu membuat bagian atas tubuh Ivana tidak tenggelam seutuhnya. Garis pakaian dalamnya tercetak jelas melalui kaus tipis yang dikenakan. Tanpa sadar Zayan terus memperhatikan bagian itu. Sebagai pria normal tentu saja dia sangat menyukai apa yang terpampang di hadapan. "Mas, lepasin, aku masuk kolam buat berenang, bukan berendam doang," pinta Ivana sambil mendorong tubuh sang suami agar sedikit menjauh. Namun, Zayan justru mengeratkan pegangan dan merapatkan tubuh mereka. Memandangi wajah sang istri dengan mata berkilat dan membuat Ivana gugup dan jengah. Perlahan Zayan mendekat dan mengecap manisnya madu Ivana. Menikmati setiap sudut bibir sang istri yang membuat hasratnya merangkak naik. Ciumannya bergeser ke bagian leher dan membuat Ivana melenguh. Tangan keduanya bergerak aktif menyentuh tubuh pasangan. Ivana tersentak saat tiba-tiba celananya dilepaskan sang suami. "Mau ngapain?" pekiknya dengan sedikit panik. "Kita coba suasana baru," jawab Zayan sambil menarik tubuh sang istri ke pinggir kolam. "Jangan di sini, Mas," lirih Ivana. "Takut airnya kotor," lanjutnya yang membuat Zayan tersenyum. "Kolam yang ini baru dibersihkan tadi pagi, jadi masih bersih," jelasnya. "Mas tau dari mana?" Ivana mengernyitkan dahi. "Berli yang mengurus semuanya." Ivana yang hendak mengatakan sesuatu akhirnya hanya bisa pasrah saat bibirnya kembali dikuasai sang suami. Keduanya larut dalam nafsu duniawi dan melupakan sejenak segala kerumitan hidup. *** Makan malam yang awalnya dikira sederhana oleh Ivana, ternyata berbeda dengan kenyataan. Zayan telah meminta pihak resort untuk menyiapkan dinner romantis sejak sore tadi. Hal ini dilakukannya agar bisa menyenangkan istri keduanya tersebut. Alunan musik lembut mengiringi makan malam pasangan pengantin baru itu. Obrolan ringan mengiringi acara pacaran halal ala mereka, karena sebelum menikah mereka belum pernah kencan sekalipun. "Maaf, mas belum bisa ngajak kamu ke tempat yang jauh untuk bulan madu kita," ucap Zayan sambil memainkan sedotan di gelas. "Nggak apa-apa, Mas. Begini aja udah cukup. Aku ... sudah cukup senang karena Mas memperlakukanku dengan baik," balas Ivana seraya mengulaskan senyuman manis. "Bulan depan mas ada kunjungan ke Bali. Kamu mau ikut?" Sesaat Ivana tertegun, dia sama sekali tidak menyangka sang suami akan mengajaknya serta. "Ehm, Mas nggak ngajak mbak Dahayu?" tanyanya ragu-ragu. Zayan menggeleng. "Selama beberapa bulan ke depan dia akan disibukkan dengan acara fashion show. Butiknya sedang menanjak sekarang, jadi dia nggak mau kehilangan kesempatan untuk lebih terkenal." Ivana mengangguk pelan. "Oke, Mas, aku mau ikut. Berapa hari kita di sana?" "Sekitar empat hari, tapi kalau kamu pengen puas jalan-jalan, kita bisa tinggal seminggu di sana. Gimana?" "Iya, Mas." "Tapi sepulang dari sana aku ... akan tinggal seminggu bersama Dahayu. Untuk mengganti waktu bagianku bersamanya, boleh?" "Mas nggak perlu menanyakan pendapatku soal itu. Aku nggak bakal protes." Ivana tetap berusaha untuk tersenyum, walaupun sebenarnya hatinya menjerit. Tidak ada perempuan di dunia ini yang mau berbagi suami. Namun, ini adalah takdir yang mengikat dirinya, Zayan dan Dahayu. Ivana hanya bisa berharap, ke depannya hubungan mereka bisa tetap baik. "Mau dansa?" tanya Zayan tiba-tiba. "Ha? Aku nggak bisa dansa," tolak Ivana. "Nggak apa-apa, cuma sebentar. Satu lagu aja." Zayan berdiri dan mengulurkan tangan. Ivana menyambut dan jalan mengikuti langkah sang suami. Tubuh keduanya merapat. Zayan mengeratkan pelukan di pinggang sang istri yang terasa sangat pas dalam dekapannya. Pria itu menatap wajah perempuan di hadapan yang tampak merona. Secarik senyuman terbit di wajahnya saat menyadari bila Ivana masih merasa malu bila berdekatan dengannya. "Pandang mas dong," bisiknya. Ivana menggeleng dan mengalihkan pandangan ke arah lain. Berusaha untuk sedapat mungkin menghindari tatapan mata pria itu yang membuatnya malu. Zayan melepaskan genggaman tangan kanan mereka dan beralih menyentuh dagu Ivana. Mengarahkan perempuan itu agar mau balas memandanginya. "Apa perasaanmu pada mas saat ini, Na?" tanyanya dengan suara lembut. Ivana terdiam sesaat karena sebenarnya dia juga belum bisa memastikan perasaannya saat ini. "Aku ... menyukaimu, Mas," jawabnya dengan malu-malu. "Hmm, hanya suka?" Zayan menaik turunkan alis menggodanya. "Terus harus gimana?" "Belajarlah mencintaiku."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN