Bagian 16

1060 Kata
Louise berharap ia dapat menulis lebih banyak lagi. Dulu, ia selalu menyukai pekerjaan itu. Namun Louise telah menghabiskan waktu berjam-jam duduk di belakang meja, merasakan jari-jarinya menekuk dengan kaku akibat menulis terlalu lama. Akhirnya Louise memutuskan untuk berhenti menulis tesis. Ada satu gin yang menantinya di ruang tengah untuk dihabiskan. Sofa di sana menyediakan tempat yang cukup nyaman untuknya. Ia dapat menghabiskan waktu seharian, berbaring di atasnya dan menyaksikan televisi. Kali ini, godaan untuk mengetuk pintu rumah Rita lebih besar dari kenyamanan yang dapat ditawarkan oleh sofanya. Lagipula, Louise cukup sibuk. Ia harus menelepon Dr. John dan menjadwalkan terapi mereka berikutnya. Louise juga harus menghubungi Neil O’Brien, pengacara pernikahannya dengan Ed. Ed membayar laki-laki itu untuk mengurus perceraian mereka yang sempat tertunda karena kehamilan Lidia. Louise merasa jijik dengan wanita itu. Ia tidak bisa membayangkan kalau suatu saat nanti, ketika Louise dan Ed benar-benar berpisah, polisi akan memaksanya keluar dari rumah ini dan Lidia akan menempatinya. Louise tidak ingin membayangkan ketika b****g wanita itu menempati sofa-nya yang nyaman. Louise perlu menghubungi Ed dan membujuk laki-laki itu agar tidak mengusirnya dari rumah ini. Bagaimanapun Ed yang bersalah, Ed tidak bisa selamanya memperlakukan Louise dengan semena-mena. Setidaknya Louise harus mempertahankan rumah itu untuk dirinya – kecuali jika Ed tidak berbaik hati dan memutuskan untuk menendangnya keluar sehingga Louise tidak punya pilihan selain tinggal bersama Ally. Bagaimanapun itu adalah pilihan terburuk, dan Louise menolak untuk mempertimbangkannya sekarang. Louise merasa ragu ketika ia sampai di depan pintu Rita dan mengangkat tangan untuk mengetuknya. Namun wanita itu telah muncul di halaman belakang, tampak mengenakan pakaian tipis dan menggenggam sebuah cangkir perak di tangannya. “Kau ingin bergabung?” Rita berseru dari tempatnya. Louise tidak berpikir dua kali untuk itu. Mereka bergerak menuju halaman belakang rumah dimana kolam renang dengan kedalaman air setinggi dua meter terbentang di hadapannya. Udaranya cukup sejuk, air kolam itu cukup jernih untuk dipandang dan dua bangku yang disediakan di sana benar-benar dirancang khusus untuk menikmati kebaikan sinar matahari pagi. Louise dan Rita duduk di sana. Rita menuangkannya segelas rum kemudian duduk dan bergabung dengannya di bangku. Wanita itu telah menata rambutnya, membuat pola yang rumit dari biasanya. “Bagaimana menurutmu?” “Itu bagus untukmu.” “Aku suka ikatan ini,” kata Rita. “Ketika aku masih kecil, kakakku suka mengikat rambutku seperti ini. Katanya ini ikatan khas keluarga kami. Entahlah, dia selalu membicarakan hal-hal aneh. Setidaknya sampai dokter mengatakan dia mengidap bipolar.” “Itu mengejutkanku. Bagaimana kau menanggapi hal itu?” “Aku masih kecil, aku tidak terlalu memahami betapa berbahayanya penyakit mental itu. Ayahku mengatakan dia tidak tahan dengan ibu dan kakakku, jadi dia meninggalkan kami, tapi aku tahu itu hanya alasan kosongnya untuk meninggalkan kami. Dia sudah berencana untuk melakukannya dengan atau tanpa kondisi itu. Itu hanya membuatku kecewa karena dia berbohong.” “Dia meninggalkan kalian?” “Ya,” Rita menunduk memandangi cairan rum di dalam gelasnya. Ibu jarinya mengusap tepi gelas itu saat ia berkata, “kakakku, Lisa, berusaha sebaik mungkin untuk bersikap normal. Dia menelan banyak obat, mengikuti terapi secara rutin. Dia sangat bertekat untuk sembuh. Dia melakukannya untukku dan ibu kami, Julie. Ketika aku semakin dewasa aku sadar bahwa penyakit itu memakan pikirannya. Dia semakin parah. Sejauh yang kutahu, pengobatan itu tidak berhasil, itu hanya menahan rasa sakitnya. Dia sering terbangun di malam hari, menangis tanpa sebab, dan pada momen-momen tertentu dia membuatku takut. Bagian lucunya, dia dibenci temannya karena tertawa geli saat menghadiri pemakaman ibu dari temannya. Tidak ada yang mau mendekatinya, tidak ada yang mau berbicara dengannya. Orang-orang berpikir dia gila, kemudian aku menemukannya berniat untuk bunuh diri. Aku berhasil mencegahnya, namun itu hanya masalah waktu sebelum ia benar-benar mati karena penyakitnya. Seperti kataku, penyakit itu memakan pikirannya. Tidak seorangpun yang dapat menghentikannya.” Ada keheningan yang mengisi ruang di antara mereka. Kebisuan Rita telah menjadi misteri untuknya selama ini namun kisah yang diceritakannya telah memberi Louise presepsi lain, sebuah kesimpulan yang berbeda dari sebelumnya. Namun keterbukaan Rita membuatnya merasa nyaman berada di sana. Mungkin disanalah mereka seharusnya berada, mungkin mereka hanya dua orang yang dipertemukan untuk membantu satu sama lain. Mungkin. “Itu bukan versi terburuk kurasa. Aku tinggal berasama ibu yang membesarkanku dan tidak pernah tahu kalau dia seorang p*****r hingga aku dewasa. Adikku, Ally, masih menolerir hal itu. Dia berpikir logis bahwa kami membutuhkan uang untuk tetap hidup, tapi aku tidak bisa menerimanya. Aku terus menyanggah hingga ibu memutuskan untuk mati dengan overdosis. Aku bahkan tidak berbicara dengannya, aku tidak pernah melihatnya selama dua tahun, dan kabar itu datang seperti angin lalu, tapi aku terus memikirkannya. Aku pikir aku menjadi bagian dari kekacauan itu. Aku tidak pernah merasa begitu buruk mendengar itu dan rasa bersalah itu menggerogotiku hingga saat ini, tapi aku tidak bisa mencegah apa yang terjadi atau memutar keadaan. Semuanya terjadi begitu cepat hingga aku sadar aku tertinggal begitu jauh. Begitu jauh dan semakin jauh dari diriku. Aku tidak pernah menjadi sama lagi. Tidak peduli bagaimana aku berusaha.” Rita mengamatinya dengan serius. Segaris kerutan yang tipis dan tegas terlihat di dahinya. Wanita itu menegakkan tubuh, membawa tepian gelas ke bibirnya, menyesap minumannya dengan tenang. Di bawah cahaya matahari yang hangat Louise dapat mengamati wajahnya, setiap aspek yang ingin dilukiskannya di dalam jurnalnya. Garis-garis sempurna itu kini akan sedikit berubah, mungkin jika ia mengetahui lebih banyak itu akan mengubah susunannya secara utuh. Pandangannya tidak akan pernah lagi sama, atau ia hanya berusaha menenak-nebak. “Kenapa kau tidak menyukai anak-anak?” tanya Rita ketika Louise sedang memandangi barisan rumput di sekeliling kolam. “Ed menginginkan anak, tapi aku tidak. Proses persalinan membuatku takut. Aku punya teman, Kim, dia mengalami pendarahan hebat setelah melahirkan, dan dia kehilangan nyawanya karena itu. Aku hanya tidak bisa membayangkannya bagaimana nyawa dapat ditukar dengan mudah. Itu membuat sebuah kesimpulan yang seharusnya tidak kutarik. Aku tidak memiliki pengalaman, tapi tetap saja aku takut.” “Apa ini ada hubungannya dengan ibumu?” “Tidak, sebenarnya tidak. Aku merasakan beberapa hal memudar. Ally selalu mengingatkanku bahwa aku tidak pernah menjadi sama setelah peristiwa itu. Kemudian memperkenalkanku dengan seorang terapis yang membuatku semakin buruk. Ketakutan ini, semuanya.. bukan milikku. Itu muncul begitu saja dan terkadang itu membuatku berharap aku menjadi orang lain. Hanya sebuah pemikiran licik bahwa mungkin ada kehidupan yang lebih baik untuk dijalani dan itu membawaku pada momen dimana aku hanya ingin menghilang. Tidak peduli apa, hanya menghilang.”   - PUNISHMENT
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN