Abang Azkil PoV.
Sial sia sial, kali tahu hal apa yang paling aku benci dalam hidupku? Aku sangat membenci fakta bahwa Alana, gadis yang aku cintai sudah sekian lama menikah dengan Gavril. Aku benci kenyataan itu.
Sumpah demi apapun rasa cinta aku padanya sungguh besar melebihi diriku sendiri. Tapi aku bisa apa selain merelakannya.
Rela? Bullshit! Aku tidak rela, sungguh tidak rela. Aku ingin membencinya tapi aku tidak bisa karena rasa cintaku masih besar. Kenapa Tuhan harus memberikan hati aku untuk Alana sepenuhnya?
Padahal nyatanya aku tidak akan bisa memilikinya karena apa? Karena Alana telah memberikan hati dan cintanya untuk si berengsek Gavril. Pria sialan yang sudah hampir membunuh gadisku.
Aku akan melakukan apapun untuk kebahagiaan Alana, apapun itu. Aku selalu ada di saat ia suka maupun duka, aku tidak akan pernah meninggalkannya, ia teramat berarti dalam hidupku. Alana adalah cinta pertama yang aku masih berharap akan menjadi cinta terakhirku. Sangat berharap!
Bolehkah aku meminta kepada Tuhan agar Alana bercerai dengan Gavril dan memberikan seluruh cinta dan hatinya hanya untukku seorang?
Di saat aku ingin memperjuangkan hati Alana orang tuaku justru menjodohkan aku dengan perempuan yang aku lihat di club waktu itu. Bagaimana pendapat kalian jika kalian bertemu gadis berpakaian minim di club dan berusaha menggoda seorang pria?
Like a b***h mungkin julukan yang pas untuknya.
Ya, saat ini pertemuanku yang ke empat dengan perempuan itu. Pertama di club, kedua di bandara, ketiga di restoran, sekarang keempat di kafe.
Sebenarnya setelah aku amati pakaiannya di bandara, di restoran dan yang sekarang tidak terlalu terbuka masih cukup sopan berbeda dengan pertemuan di club. Sekarang ia memaki kaos oblong putih bertuliskan bad girl dan celana jeans joger sobek bagian lutut serta topi dongker bertuliskan f**k bertengger di atas kepalanya.
"Jadi tujuan lo ajak gue ketemu di sini kenapa?"
Aku mengendikkan bahu. "Gue pengen dengar alasan lo di club."
"Oh."
Ia mulai bercerita.
"Gue taruhan sama ketiga teman gue, yang nilai ulangan matematika paling rendah bakal kena tantangan, terus yaudah mereka tantang gue pakai baju sialan itu ke club terus kalau lihat cogan gue harus goda dia."
Jadi itu karena taruhan, apa tadi dia bilang nilai ulangan? Apa dia masih sekolah?
"Terus teman-teman gue suruh godain lo karena menurut mereka lo cogan walau biasa aja."
Cih, aku memang cogan kali.
"Tentang one night stand apa lo serius? Kalau gue mau dan ambil keperawanan lo gimana, itu juga kalau lo masih perawan sih."
Aku melihat matanya membulat sempurna sangat lucu mirip anak kecil yang kehilangan mainannya.
"Gue nggak serius kalau lo waktu itu mau gue bakal langsung kabur dan gue masih perawan ya."
Aku menyeruput orange jus di hadapanku dan langsung beranjak dari kursi. "Thanks infonya cewek club!"
Sialan!
Aku mendengarnya mengumpat tapi aku tidak peduli, aku menolak perjodohan ini karena apa? Aku tidak suka seorang bad girl, aku lebih suka good girl seperti Alana.
Ah aku sangat merindukannya bagaimana keadaannya sekarang. Langsung kutancap gas motor ninja merahku ke rumahnya.
***
"Alanaaaaaaaaaaa," aku langsung berlarih ke arah tangga saat melihat Alana kesakitan dan darah segar di kakinya.
Aku langsung menghubungi taksi karena tidak mungkin Alana naik motor dengan keadaan seperti ini, setelah taksinya datang aku langsung membopong tubuh mungil Alana dengan panik.
"Sa...ki...t," lirihannya membuatku terluka, aku tidak tega melihatnya seperti ini.
Keadaan Jakarta macet parah dan membuatku mengumpat beberapa kali. Untuk kali ini aku benci kota Jakarta karena macet saat tidak tepat, Tuhan jangan biarkan Alana menderita. Aku mohon.
Di mana Gavril? Di mana asisten rumah tangganya? Kenapa mereka tidak ada saat Alana terluka. Ingatkan aku untuk menonjok wajah si berengsek itu.
"Bertahan Alana sayang, sebentar lagi kita sampai. Kamu perempuan kuat. Aku yakin kamu dan bayimu akan baik-baik saja."
Aku terus merapalakan doa untuk kebaikan Alana dan bayinya. Aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri jika mereka tidak baik-baik saja.
Saat taksi berhenti di depan rumah sakit aku langsung membayar dan berlari ke dalam sambil membopong Alana.
"Dokter, suster tolong...,"
Beberapa perawat langsung menghampiriku dan mengarahkanku untuk ke salah satu ruangan, air mataku menetes melihat Alana tampak sangat kesakitan.
Salah satu dokter perempuan langsung menanganinya dan aku menunggu di depan kursi tunggu.
"Selamatkan Alana, aku tidak akan sanggup jika ia meninggalkanku."
Akan bukan pria lemah tapi jika menyangkut orang yang kucintai, aku tidak akan bisa menahan air mataku. Itu hal yang wajar bukan? Karena pria kuatpun punya hati yang bisa rapuh.
Setelah dokter keluar dari ruangan Alana aku langsung menghampirinya.
"Bagaimana keadaannya, dok?"
"Pasien tidak sadarkan diri karena pendarahannya begitu hebat tapi kuasa Tuhan bayinya baik-baik saja hanya saja lemah. Kita berdoa saja supaya pasien segera sadar."
Setelah dokter pergi aku masuk ke ruangan dan melihat perawat yang sedang memasang cairan infus.
Alana tampak pucat terbaring lemah di atas ranjang sempit itu membuat hatiku ikut merasakan sakit.
"Sus, saya titip Alana ya. Saya mau pergi sebentar."
"Iya, mas."
***
Tujuanku hanya satu yaitu menonjok wajah berengsek Gavril, aku tidak peduli jika aku melakukan di kantornya atau bukan yang penting aku bisa melampiaskan amarah.
Saat aku sampai di kantornya aku bertanya kepada resepsionis di mana ruangan Gavril setelah itu aku langsung ke sana dengan perasaan amarah.
Aku tidak sebaik Alana jadi jangan salahkan aku jika aku tidak bisa menahan emosiku.
"Bapak sudah buat janji dengan pak Gavril?" tanya sekretarisnya yang duduk di depan ruangan.
"Persetan dengan janji!"
Ia menahanku langsung kudorong dia hingga tubuhnya terlempar ke belakang. Aku tidak peduli dengannya yang meringis kesakitan.
Saat aku buka pintu betapa terkejutnya aku melihat Gavril yang sedang berciuman dengan Airyn.
Dasar berengsek, tidak tahu malu. Aku akan merebut Alana darimu Gavril. Kamu b*****t tidak pantas untuk menjadi suami Alana.
Satu bogeman mentah melayang ke pipinya dan Airyn berusaha menghentikan aksiku.
"Gavril, lo berengsek!" aku tidak peduli jika aku tidak menghargainya yang lebih tua dariku.
"Lo di sini senang-senang dengan perempuan lain, sedangkan istri lo terbaring lemah di rumah sakit!"
"Berengsek, b******n, b*****t entah julukan apalagi yang harus gue kasih ke lo!"
Gavril tampak terkejut dengan ucapanku.
"Maksudmu?" ia tampak bingung tapi aku malas menjelaskan.
Aku mendorong tubuh Airyn ke belakang karena berusaha menghalangi niatku untuk kembali menonjok Gavril.
"Gue bersumpah akan merebut Alana dari lo kalau lo masih mengabaikannya. Dia terlalu baik buat orang berengsek kayak lo!" ujarku setelah meninju wajahnya untuk kesekian kalinya.
Entah kenapa ia tidak melawan mungkin karena ia takut atau merasa bersalah? Aku tidak peduli.
Padanganku beralih ke Airyn. "Dan lo jalang! Lo tidak lebih berengsek dari Gavril!"
Aku menatap mereka secara bergantian. "Mati aja kalian!"
Setelah itu aku keluar dari ruangan Gavril dan kembali ke rumah sakit.
***