“Um... Al, maukah kamu menemaniku jalan-jalan hari ini? Kupikir sudah cukup waktu kita berada di sekolah hari ini,” tawar Fian setelah lama kita bercerita dan bercanda di taman itu.
“Bukankah jam pulang sekolah masih lama? Apa boleh kita pergi saat masih jam pelajaran?” tanyaku bingung. Bersekolah disini selama sebulan membuatku paham beberapa perbedaan di sekolah reguler. Seperti kita tidak bisa pulang seenaknya atau menganggu guru yang sedang mengajar.
Ngomong-ngomong tentang sekolah, aku benar-benar senang saat melihat keluargaku yang mulai memberiku kepercayaan dengan hanya mengantar jemputku ke sekolah tanpa para bodyguard menyebalkan itu. Mereka tidak lagi membuat kerusuhan seperti saat pendaftaran dulu.
Bukannya aku membenci perlakuan mereka, hanya saja bayangkan betapa susahnya aku mencari teman jika Daddy melakukan itu. Aku tidak mau kesepian seperti dulu lagi.
Aku melirik Fian yang malah tersenyum mendengar ucapanku dan tiba-tiba saja mengusap rambutku gemas.
“Tenang saja. Biarpun aku begini, sekolah ini merupakan salah satu aset milik ayahku. Aku bisa memintanya untuk mengijinkan kita dan aku juga yakin kamu akan suka tempat yang akan kita kunjungi. Lagipula, bukannya kamu bilang keluargamu tidak pernah mengijinkanmu untuk keluar sendiri ya? Kamu tahu, aku sudah muak duduk dikelas yang diisi murid berprilaku buruk seperti mereka."
Tiba-tiba wajah Fian berubah sedih dan aku tidak mau mengecewakannya. Jika aku meminta ijin pada kakak atau Daddy terlebih dahulu, sudah pasti mereka tidak akan pernah mengijinkannya. Tapi jika aku tidak meminta ijinnya, mereka pasti akan marah besar nanti.
“Kuantar kamu pulang setelah itu,” bujuk Fian lagi melihat keraguanku. Yah, sesekali aku juga ingin jalan-jalan tanpa dikawal bodyguard yang menyebalkan atau hanya bersama keluargaku. Lagipula, waktu heat ku juga masih lama, apalagi aku membawa obat penekan heat. Yosh, aku akan kabur dan pulang layaknya jam sekolah untuk hari ini.
“Aku mau asalkan kamu bisa membujuk Ayahmu untuk tidak memboloskanku hari ini. Kakakku bisa marah melihatku pergi keluar tanpa seijin mereka,” pintaku yang langsung disetujui oleh Fian. Sesekali jika aku ingin bersenang-senang tidak akan apa-apa kan?
*****
“Al suka es krim yang kubeli?” tanya Fian setelah melihatku begitu menikmati es krim yang telah habis kumakan. Kami tengah duduk di salah satu bangku taman setelah puas memainkan setiap permainan yang ada. Baru kali ini aku datang ke taman bermain hanya dengan teman, dan jujur ini sangat menyenangkan. Tidak ada lagi orang yang melarangku naik roll coaster atau naik perahu ulak-alik, atau sekedar memelototi orang-orang yang berlalu lalang. Aku senang bermain setara dengan mereka, karena dengan begitu aku bisa melihat bagaimana orang bercengkrama satu sama lain di taman bermain.
“Apa kamu lapar?” tanya Fian lagi. Aku mengangguk, karena aku memang belum makan apapun selama di sekolah. Dia tersenyum lalu meninggalkanku. Aku memandang antusias para pengunjung yang lewat didepanku. Tidak jarang aku mendengar seseorang mengatakan 'kyaa, dia begitu manis' atau 'aku jadi ingin memeluknya' yang hanya bisa kubalas dengan senyuman.
“Alkana Hydro Tritas!”
Seketika aku menoleh takut saat suara menggelegar Kak Lu terdengar di telingaku. Bagaimana Kakak bisa ada di sini? Aku tidak terlalu memikirkannya sekarang, karena jika Kak Lu sudah memanggil nama lengkapku seperti itu, maka dia sedang benar-benar marah kepadaku. Bahkan Kak Lylo yang biasanya selalu tersenyum kepadakupun tampak kecewa memandangku. Padahal ini belum waktu pulang sekolah, bagaimana bisa mereka tahu aku tidak ada di sekolah?
“Kakak, aku-”
“Ikut kakak ke mobil, sekarang.”
Potong Kak Lu sambil menekankan setiap kata di kalimatnya. Aku memandang Kak Lylo untuk meminta perlindungannya, namun Kak Lylo hanya menggeleng sambil memintaku untuk menuruti perintah Kak Lu. Sebenarnya aku tidak enak harus meninggalkan Fian tanpa pamit, namun melihat wajah Kak Lu dengan berat aku mengikuti langkah mereka menuju mobil. Aku melihat beberapa bodyguard Daddy yang berdiri dekat mobil. Untuk mencariku saja mereka mengerahkan banyak bodyguard seperti itu. Apa aku benar-benar keterlaluan hari ini? Padahal ini masih bulan pertamaku.
“Jadi ini balasanmu atas kepercayaan yang kakak berikan? Kakak pecaya kamu akan belajar dengan baik namun sekarang? Kamu hampir membuat kami semua hampir terkena serangan jantung saat Kakak lihat GPS yang kupasangkan padamu menunjukan bahwa kamu sedang tidak ada disekolah hari ini. Dan lihat apa yang Kakak temukan sekarang, kamu berada di taman bermain sendirian? Bagaimana jika kamu tiba-tiba heat Alkana Hydro Tritas?!”
Lagi-lagi Kakak menyebutkan nama panjangku. Dia pasti marah besar sekarang. Tapi memangnya apa salahnya sih pergi ke taman sendirian? Aku tadi melihat Omega yang belum mating dan dia pergi dengan bebas tadi di taman bermain. Kenapa aku tidak bisa coba? Dan lagi, apa maksud Kak Lu dengan GPS yang terpasang padaku? Apa kakak berusaha memonitor hidupku?
“Katakan apa yang akan kamu lakukan jika kau tiba-tiba heat Al!”
Aku sudah tidak mampu membendung air mataku lagi begitu Kakak meninggikan suaranya. Inilah yang aku tidak suka dari menjadi seorang Omega, rasanya begitu lemah saat dihadapkan Alpha yang tengah marah seperti Kakak.
“Ta-tapi, aku sudah meminum obat penahan heatku Kak Lu,” isakku takut-takut. Aku tidak berani menatap wajahnya sedikitpun. Aku takut, seluruh tubuhku sampai bergetar karena teriakan Kak Lu sebelumnya.
“Tapi hal seperti itu tidak bisa menjamin keselamatanmu adik kecil. Kami semua benar-benar khawatir saat kamu tidak ada di sekolah. Mommy bahkan sampai menangis tersedu-sedu sementara Daddy membatalkan acara kerjanya ke luar negeri. Kamu tahu betapa sayangnya kami kepadamu bukan?"
Kali ini giliran Kak Lylo yang berbicara. Dia memelukku dengan maksud agar aku berhenti menangis. Kak Lu memang begitu menyeramkan saat dia sedang marah, berbanding terbalik dengan Kak Lylo yang tetap tenang walaupun terlihat kecewa. Kak Lylo memang selalu bersikap lembut walaupun dia juga seorang Alpha.
Melihat aku yang menangis di pelukan Kak Lylo, Kak Lu tiba-tiba nenghentikan mobil yang membuatku terpaksa mendongkak takut-takut untuk melihat wajah kakakku.
“Kakak hanya ingin kamu aman Al. Kami semua sayang padamu, kau tahu itu. Tapi ada banyak Alpha di luar sana yang bisa bertindak jahat terhadap Omega sepertimu. Bukan maksud Kakak untuk mengurungmu, atau merendahkanmu sebagai Omega. Tapi, kamu akan mengerti semua ini suatu saat nanti."
Wajah Kak Lu terlihat begitu buruk. Jika saja aku tidak tengah takut dan sedih dengan sikapnya, mungkin aku tengah tertawa saat ini.
Dia berbalik untuk kembali menyetir saat aku hanya menenggelamkan wajahku kembali di d**a Kak Lylo. Bukannya aku tidak mau memaafkan Kak Lu, hanya saja aku masih takut jika dia kembali membentakku jika aku membantah. Kami semua berkendara dalam keheningan sampai mobil yang dikendarai Kak Lu sampai di pekarangan rumah kami.
“Cepatlah masuk. Kakak tidak tahu sudah berapa lama Mom menangis sambil menunggumu,” pinta Kak Lu yang pertama memasuki rumah. Mendengarnya aku jadi merasa semakin tidak enak, apakah efek aku pergi bisa sedasyat ini?
“Al!”
Baru saja aku memasuki pintu rumah, Mommy tiba-tiba saja memelukku sambil menangis. Dia terus menangis sambil mengucapkan betapa khawatirnya keluargaku saat tahu aku menghilang dari sekolah. Ini kebebasan pertamaku dan aku telah mengacaukannya. Aku tidak akan kaget jika Daddy tidak mengijinkanku pergi ke sekolah lagi setelah ini.
“Jadi, bisakah kamu menjelaskan apa yang terjadi di sini Alkana?”
Aku sedikit gugup mendengar suara Daddy yang memanggilku dengan nama. Biasanya, Daddy akan manggilku My Baby Boy atau panggilan aneh lain. Jadi jika Daddy memanggilku dengan nama, itu tandanya dia sedang berusaha menahan amarahnya di depanku.
“Aku-”
“Maafkan Saya, Pak Ryan. Saya yang memaksa anak bapak untuk ikut menemani Saya main ke taman hari ini. Tolong jangan salahkan Al atas apa yang terjadi.”
Aku menoleh ke arah pintu dan menemukan Fian sedang berdiri dengan wajah yang sedikit memerah. Tampaknya ia berlarian dan sedikit memaksa untuk masuk rumah ini. Itu terlihat dari beberapa penjaga rumah yang membuntuti di belakangnya.
“Jadi kamu orang tidak bertanggung jawab yang membawa adikku pergi? Kamu itu seorang Alpha kan?! Apa kamu sudah tidak waras hah?!” Kak Lu sedikit menaikan suaranya pada Fian, sementara aku berusaha meringkuk di pelukan Mommy.
Seharusnya Kak Lu tahu aku benci bentakan, tapi dia sudah melakukannya dua kali dihari ini. Sementara Fian, dia memang sedikit gemetar namun ia berusaha menahannya. Aku juga heran mengapa dia harus melakukan semua ini hanya untukku?
“Biarkan Al tetap bersekolah Paman. Saya berjanji tidak akan mendekati Al lagi setelah ini. Saya tahu betapa inginnya anak Paman mendapatkan kebebasan walaupun dia seorang Omega. Jadi Saya mohon, jangan salahkan Al atas apa yang telah terjadi hari ini,” pinta Fian dengan muka serius.
Daddy hanya diam sambil meneliti Fian secara seksama. Aku tidak suka sifat Daddy yang seperti ini, benar-benar menakutkan kepada orang asing.
“Kamu seorang Alpha kan? Apa kamu tidak tahu apa yang bisa Saya lakukan pada seorang Alpha yang berani menyentuh anak Saya seenaknya?" tanya Daddy dingin. Aku menarik lengan Mommy meminta pertolongan, namun Mommy hanya bisa menggeleng tanda dia tidak bisa berbuat apapun mengenai kemarahan Daddy.
“Saya tahu Paman. Namun tidak seharusnya Paman mengekang Al seperti ini. Dia juga butuh kebebasan walaupun itu hanya-”
Bugh
Aku terlonjak kaget saat tiba-tiba saja Kak Lu memukul Fian tepat di wajah yang membuatnya jatuh terduduk di lantai. Aku juga melihat Daddy yang hanya menatap dingin sementara Kak Lylo tidak bereaksi.
Sesegera mungkin aku melepaskan diri dari pelukan Mommy dan berlari menghampiri Fian. Ada bekas biru di pipinya, Kak Lu benar-benar keterlaluan kali ini.
“Berani sekali kamu orang asing menilai kasih sayang kami! Jangan sekali-kali kamu menampakan wajahmu lagi Alpha sialan! Al, ikut Lylo dan pergi kekamarmu sekarang!" bentak Kak Lu kepadaku, atau mungkin pada Fian juga. Aku menolak, tanganku memegang bengkak biru itu sambil berusaha menahan tangisku.
“Fian maafkan aku..... Maafkan aku Fian.”
Aku benar-benar merasa bersalah pada Fian. Aku memang sering bilang padanya bahwa aku juga ingin hidup bebas layaknya Alpha, dan bermain keluar sebebas Alpha. Dia selalu mendengarkan ceritaku, jadi mungkin Fian ingin membelaku sekarang. Fian menggeleng pelan, dia berusaha tersenyum padaku walaupun aku tahu pasti wajahnya terasa sakit sekali mengingat bengkak yang menghiasi wajahnya begitu membiru.
“AL, PERGI KEKAMARMU. SEKARANG!” bentak Kak Lu tidak sabaran. Kali ini Daddy sedikit menyentuh bahunya. Mungkin Daddy sadar bahwa Kak Lu baru saja menumpahkan amarahnya padaku yang kini bergetar ketakutan namun enggan beranjak dari sisi Fian. Jika aku pergi bisa saja kan Kakak memukul Fian lagi?
“Pergi dari rumahku sekarang dan jangan tampakan wajahmu lagi didepan anakku. Anggap saja ini keringanan karena aku berteman baik dengan ayahmu,” final Daddy dingin.
Fian mengangguk. “Saya memang akan pindah ke luar negeri secepatnya Paman. Itu sebabnya tadi Saya mengajak Al ketaman untuk terakhir kalinya.”
Lalu Fian memandangku yang masih shock dengan apa yang baru saja Fian katakan dengan lembut.
“Aku telah memutuskan untuk menjadi Alpha hebat seperti yang kamu katakan Al. Aku akan pergi dan membuktikan pada semua orang bahwa aku akan menjadi orang yang hebat,” bisik Fian lembut. Aku kini menangis di depannya. Bagaimana dia pergi saat temanku di sekolah hanyalah Fian?
“Baiklah Paman, Saya akan pergi sekarang. Jaga dirimu baik-baik Al.”
Fian pergi begitu saja dari rumah kami setelahnya. Kak Lu memegang tanganku begitu aku berusaha mengejar Fian. Dengan refleks, kuhentakan tangan kakakku dan kutatap dia nyalang. Kak Lu baru saja membuat pergi teman pertamaku! Dan lagi, tidak ada satupun orang rumah yang berpihak padaku seperti biasanya.
“Aku benci kalian semua!”
Amarahku sudah terlalu besar sekarang. Aku tahu aku salah dengan berlaku kurang ajar seperti ini. Tapi mengusir teman yang berusaha berbuat baik padaku itu salah! Dan yang kejam, tadi itu mungkin menjadi pertemuan terakhirku dengan Fian!
Setelah berlari sampai ke kamar, aku segera mengunci pintu dan mengabaikan teriakan keluargaku diluar. Aku kecewa pada mereka. Ayolah, menjadi seorang Omega bukan berarti terkurung untuk selamanya! Mereka bahkan tahu aku benci itu.
Aku terus menangis di kamar sampai tanpa sadar aku tertidur di dalam gulungan selimutku yang hangat.
To be continued