Bab 1. Tanggung Jawab Rafa
Balikpapan, 20 Mei 2019.
“Saya terima nikah dan kawinnya Nina Amara Tanjung binti Malik Akbar Tanjung dengan mas kawin sebesar dua juta rupiah dibayar tunai!”
Dengan sekali tarikan napas, Rafa Fauzan Pradana, usia 29 tahun, salah satu anak kembar dari Bratasena Pradana bersama Fira Nadira Zahra mengucapkan ikrar ijab kabul dengan hati yang terpaksa di ruang ICU. Selepas ijab kabul selesai, Rafa menatap nanar pada gadis yang masih berbaring koma dengan kondisi wajahnya yang diperban dan hanya menyisakan bagian mata serta bibir karena penuh dengan luka. Luka yang disebabkan oleh dirinya.
Seminggu yang lalu Rafa datang ke Balikpapan dalam rangka perjalanan dinas mengunjungi beberapa mall untuk memastikan produk fashionnya sudah didistribusikan dengan baik. Pada saat perjalanan ke salah satu mall, Rafa yang sedang menerima panggilan telepon dari Emma, calon istrinya, tidak memperhatikan jalanan hingga mobil yang dikendarainya menabrak motor yang dikemudikan oleh Nina, usia 18 tahun. Hingga akhirnya gadis itu mengalami koma.
Keluarga Nina yang diwakilkan oleh Basri Yunus Tanjung, kakeknya Nina dari pihak papanya, meminta pertanggungjawaban pada Rafa jika pria itu tidak mau diperpanjang kasusnya ke pihak polisi, selain meminta biaya rumah sakit Rafa juga harus menikahi cucunya. Akhirnya Rafa memilih jalan damai yaitu menikahi gadis yang tidak dia kenali baik wajah dan sifatnya itu.
“Maafkan aku, Emma. Bukan maksud hati aku mengkhianatimu. Aku harap kelak kamu mau memaafkan atas kesalahanku. Di hatiku tetap kamu yang akan menjadi istriku,” gumam Rafa sendiri saat menatap gadis yang sudah resmi menjadi istrinya.
Selama seminggu setelah resmi menjadi suami Nina, Rafa selalu menunjukkan tanggung jawab untuk gadis itu di hadapan keluarga Nina dengan setiap hari datang dan turut menunggu di rumah sakit, kemudian biaya perawatan Nina sudah dibayar lebih untuk jaga-jaga kedepannya. Hingga pada suatu hari Rafa harus kembali ke Jakarta untuk mengurusi perusahaannya, lantas ia berpamitan pada Basri dengan janji akan segera kembali ke Balikpapan, kemudian meninggalkan nomor teleponnya jika ingin menghubunginya, atau mengabarinya jika sewaktu-waktu Nina siuman dari komanya.
Namun, apa yang terjadi? Setelah sebulan terlewati Rafa tidak kunjung datang mengunjungi Nina yang masih dalam keadaan koma, memberi kabar pun tidak pada kakeknya Nina, hingga bulan dan tahun berganti pun pria itu tetap tidak muncul, nomor teleponnya pun tidak bisa dihubungi.
***
Jakarta, 25 April 2024.
“Nina, kamu masih waras’kan sama jalan pikiranmu itu?” tanya Didi, sepupu jauh sekaligus asisten pribadi Nina.
Gadis yang dipanggil namanya masih sibuk dengan wig rambut pendeknya yang kini sedang ia kenakan, lalu memasang tahi lalat di sudut bibir atasnya dan tidak lupa dengan kaca mata bulatnya.
“Aku masih sangat waras, belum gila Kak Didi. Dan saking aku warasnya, aku harus ke rumah pria yang dulu menikahi aku itu!” tegas Nina agak meninggi suaranya, dengan menatap pria yang cukup tampan itu dari pantulan cermin
Sudah cukup lama Nina bersabar usai dirinya tersadar dari komanya menanti kedatangan pria yang sudah menikahinya, dan ternyata selama empat tahun Rafa tidak juga datang menemuinya. Janda bukan, perawan bukan, status yang selama ini Nina rasakan selama empat tahun. Hingga tak sengaja beberapa bulan yang lalu dia membaca majalah bisnis dan menemukan profil Rafa Fauzan Pradana seorang pengusaha muda dan sukses bersanding dengan istrinya yang sangat cantik bernama Emma Febiola, seorang model. Geram dan berkecamuklah hati Nina membacanya.
Setelah beberapa bulan itu pun ia berpikir sembari mencari info mengenai alamat tempat tinggal Rafa, lantas ia mendapatkan info jika di mansion suaminya membutuhkan maid. Tercetuslah ide, ia akan menjadi maid di mansion suaminya, dengan misi terselubung ingin menggoda suaminya sekaligus membalaskan rasa kecewanya sebagai istri yang tidak pernah ditemuinya, kalau perlu sekalian memenjarakan Rafa atas kecelakaan mobil yang dulu pernah menimpanya itu.
Nina membalikkan badannya lalu melangkah mendekati Didi yang kini berdiri bersandar dekat meja kerjanya. “Kak Didi pikir aku terima dengan pernikahanku saat aku koma itu? Entah maksudnya apa kakek menikahi aku dengan pelaku yang telah menabrakku! Harusnya pria itu di penjara, bukannya suruh nikahi aku. Dan, Kak Didi lihat sendiri'kan suamiku ternyata sudah menikah lagi, lalu aku ini siapanya! Aku butuh kejelasan atas statusku dengan caraku! Kalau perlu dia harus dipenjara!” jelas Nina menegaskan apa yang ingin ia lakukan.
Didi menghela napas panjang, cukup rumit memang apa yang dilalui oleh Nina setelah terbangun dari komanya. Gadis itu harus mengobati luka di wajahnya yang hampir membuat wajah cantiknya menjadi buruk rupa kembali pulih sambil melanjutkan pendidikan sekolah mode di Esmod, London. Ditambah lagi ia harus mengakhiri hubungan spesialnya dengan kekasihnya setelah Basri memberitahukan jika ia telah menikah dengan menunjukkan bukti video akad nikah yang diselenggara di ruang ICU. Rafa, pria yang telah merenggut kebahagiaan Nina secara tidak langsung dan suami yang telah melupakan istrinya.
Nina Amara Tanjung salah satu cucu dari keluarga terpandang, sayangnya Rafa tidak mengetahuinya. Yang Rafa ketahui mengenai keluarga Nina adalah keluarga sederhana bukan dari keluarga terpandang dan berada.
Didi sebenarnya tahu kenapa Basri menikahkan Nina pada saat itu, semua dilakukan agar gadis itu tidak ditekan oleh Angela, ibu tiri Nina, yang sejak dulu ingin menyingkirkannya serta menjauhi dari papanya, demi harta warisan.
“Baiklah, terserah kamu kalau begitu. Hanya saja aku wanti-wanti, tolong berhati-hatilah selama tinggal di mansion. Jangan barbar, ingat itu! Dan, handphone harus tetap aktif biar aku tidak khawatir, bisa cepat menghubungimu untuk urusan pekerjaan,” pinta Didi serius sekaligus angkat tangan dengan ide gila bos mudanya ini.
Gadis itu mengulum senyum tipisnya dengan mengerlingkan salah satu matanya. “Tenang saja Kak Didi, aku titip butikku ini ... sore atau malam aku akan mengerjakan kerjaanku. Dan sekarang ... waktunya antarkan aku ke sana,” pinta Nina sembari merapikan lipatan rok span 3/4, lalu menggantikan sepatu high heelsnya dengan flatshoes berwarna hitam.
Penampilan hari ini Nina terlihat seperti gadis dari kampung tapi tubuhnya bak model seksi dibalik pakaian sederhananya.
***
Didi memarkirkan mobil mewahnya jauh dari mansion Rafa sesuai permintaan Nina, kemudian gadis itu bergegas berjalan menuju gerbang mansion.
“Akhirnya aku datang ke sini suamiku, Rafa! Apakah kamu mengingat nama istrimu ini?” gumam Nina dengan seringaian tipisnya, tak lama kemudian pintu gerbang terbuka.
Penuh keyakinan gadis itu melangkah tegas masuk ke halaman mansion dipandu oleh salah satu security untuk menemui kepala pelayan.
Tidak disangka-sangka Nina dan Rafa bertemu di lobby mansion. Pria itu kebetulan sedang bersama Emma, istrinya, dan Gusti—kepala pelayan, entah sedang membicarakan apa. Yang jelas Nina menegaskan pandangannya karena ini adalah pertama kali dia melihat sendiri wujud suaminya yang telah menikahinya empat tahun lalu. Tidak bisa dipungkiri oleh hati Nina sendiri jika suaminya terlalu tampan dan berkharisma.
“Selamat siang Tuan Rafa, Pak Gusti, saya mengantarkan maid baru yang ingin bekerja di sini,” ucap Eddy, security mansion.
Rafa menolehkan wajahnya menatap Nina, dalam persekian detik tatapan mereka saling mengunci.
“Selamat siang, yang mana Tuan Rafa dan yang mana Pak Gusti?” tanya Nina dengan memutuskan tatapan mereka berdua.
Gusti lantas menuruni anak tangga untuk menyambut kedatangan Nina.
“Saya Gusti selaku kepala pelayan, dan—“ Gusti agak memiringkan tubuhnya. “Beliau adalah Tuan Rafa dan Nyonya Emma, pemilik mansion ini,” lanjut kata Gusti memperkenalkan mereka berdua.
Tidak ada senyuman di wajah Nina, hanya ada tatapan dingin saat menatap Rafa dan Emma. Sementara itu, Emma memperhatikan penampilan Nina dari ujung kaki hingga ujung kepala, karena salah satu persyaratan bekerja jadi maid di sana tidak boleh memiliki wajah cantik.