“Airin, apa kamu punya pacar?” tanya Tendi pada Airin akhirnya.
Airin tersipu sambil menggeleng. “Belum, memangnya kenapa, Kak?”
“Bukannya kamu dekat dengan Revan?”
“Ya, tapi kami cuma teman. Revan dan aku dulu satu kelas saat SMA. Karena rumah kami dekat, dia sering memberiku tumpangan. Dan kini Kakak merebut temanku.”
“Hahaha, aku juga tidak menyangka akan bersahabat dengan Revan. Bocah manis itu memiliki selera agak aneh, terutama dalam hal makanan. Aku merasa ketularan aneh karena keseringan makan sama dia.”
Airin tergelak. Matanya menyipit dan sedikit berair. “Jangan bilang Kak Tendi mulai suka makan rawon dicampur bumbu pecel kayak Revan?”
“Hahaha, dugaanmu tepat, Ai.”
“Ngomong-ngomong, kenapa Kakak berpikir aku punya hubungan spesial sama Revan?”
“Aku hanya memastikan. Apakah aku bisa mengejar bebasmu tanpa rasa khawatir lagi. Aku tak ingin kehilangan Revan sebagai sahabat cuma karena wanita.”
Airin bersedekap. “Hmmm, biar aku tegaskan sesuatu. Pertama, Revan tidak mungkin menyukaiku, dan aku juga tidak mungkin menyukainya. Kami bagai bumu dan langit, Kak. Kedua ….”
“Kedua?” Tendi Murti mengangkat satu alisnya, ia jadi penasaran sendiri karena Airin menggunting anak kalimatnya.
“KEDUA, Kak Tendi tidak bisa mengejar orang yang sukarela dikejar.”
Senyum Tendi mengembang maksimal. Tendi tak menyangka perasaannya akan berbalas. Itulah awal hubungan Airin dan Tendi yang berujung pada pernikahan indah.
***
Bersambung....