5. The dissident girl

1671 Kata
Banyak yang aku takutkan di dunia ini. Dan kehadiranmu, adalah salat satunya. __Gledys Fransiska__ *** "Pagi Sean!" Sapa Niken, seperti biasa ia memang suka ke kelas laki-laki itu. Ia akan menghampiri laki-laki tampan tersebut, sebelum ia mulai belajar. Baginya, Sean adalah penyemangat belajarnya. Sean hanya senyum saja, ia juga sudah biasa dihampiri gadis itu sebelum kelas memulai pelajaran. Bahkan, bukan Niken saja, banyak gadis lainnya yang datang. Untuk sekadar say hallo atau memberikannya sarapan enak. Namun bukan Sean yang menikmatinya. Karena pada akhirnya Keempat sahabatnya lah yang menghabiskan semuanya. "Kamu hari ini beda banget?" Niken menatap Sean yang terlihat amat rapi. Laki-laki itu sepertinya memotong rambutnya lebih rapi, kemudian aroma tubuhnya yang terhirup lebih wangi. Biasanya Sean memang selalu rapi, wangi dan menawan. Tapi hari ini, Niken merasa laki-laki itu lebih menawan lagi. "Sean mau selingkuh tuh, Nik!" Celetuk Dion, membuat Niken merenggut. Ia tahu kalau Sean pada akhirnya akan meninggalkan dirinya. Tapi mendengarnya secara langsung, menghadirkan rasa perih di hatinya. "Iya bener tuh! Lo kaya nya bakal di tendang Nik!" Sahut Zio, sepertinya ia suka melihat wajah Niken yang merenggut seperti itu. Niken terlihat cemberut. Para sahabatnya Sean memang sering membuatnya kesal. Mereka seperti tidak senang, ia dekat-dekat dengan laki-laki tampan itu. "Sean ...," Lirih Niken lagi. "Aku ada urusan! Aku pergi dulu ya?" Sean beranjak setelah mengusap lembut wajahnya Niken. Membuat Niken menghela napas pasrah. Ia memang tidak ada hak untuk membuat Sean tetap disampingnya, ia bukan pacarnya. Tapi bisakah Sean tidak mengabaikan dirinya terus-menerus seperti ini. Niken hanya bisa menarik napas lelah saja. "Nah! Sekarang lo cepetan keluar. Sean udah pergi tuh!" Usir Zio, membuat Niken memutar kedua bola matanya. Kemudian ia beranjak, keluar dari kelas tersebut. Sementara ini Gledys sedang ngobrol santai dengan Chacha di kelasnya. hari masih pagi dan belum ada Guru yang masuk. Mereka mengobrol sambil tertawa. entah apa yang sedang mereka obrolkan. Namun suasana tiba - tiba senyap, ketik mereka menyadari siapa yang ada di ambang pintu. Di sana berdiri seorang cowok tampan yang sedang menatap lekat di tujukan pada seorang gadis yang saat ini sedang duduk di sebelah Chacha. Deggg! Gledys membuang tatapannya ke arah lain. Ngapain sih tuh cowok ke sini?__kesalnya. Gledys segera mengambil buku di atas mejanya. Lantas di bukanya dan di bacanya. Meski yakin seratus persen. Bacaannya tidak akan nyangkut di otaknya itu. "Permisi!" Ucap Sean, dengan suara serak khasnya. Membuat para gadis di kelas itu menggigit bibirnya sendiri. Suara cowok itu memanglah sexy. Dan cukup membuat mereka tersenyum dengan dadanya yang bergemuruh. "Iya kakakkk!" Jawab para gadis semangat. Membuat Gledys ingin muntah saja. "Boleh saya bicara dengan gadis yang bernama Gledys!" Ucapnya lagi seakan memelas. Membuat para gadis dengan suka rela mengijinkannya. Begitu juga dengan Chacha. Dan Gledys berdecih sebal. Ternyata semua temannya tidak ada satu pun yang membelanya. Teman macam apa kalian? _Gerutu Gledys dalam hatinya sebal. Ingin sekali ia menguliti laki-laki gila itu hidup - hidup. Merasa sudah dipersilahkan, Sean masuk dengan langkah panjang dan kedua mata elangnya yang tak sedikitpun beralih dari Gledys. Dasar otak m***m! Dasar b******k! Dia maunya apasih, sudah untung enggak gue laporin ke polisi ... __Serapah Gledys dalam hatinya. Sulit mengendalikan dirinya, jika ditatap intens seperti itu. "Ayo nona cantik! Ikut saya! Kita harus bicara." Sean berdiri di depan gadis itu. Dan menatapnya penuh arti. Chacha membelalak mendengar perkataan Sean pada sahabatnya itu. Serasa mimpi kakak kelas tampannya itu menjemput seorang gadis hanya untuk ngobrol mengobrol saja. Karena biasanya para gadislah, yang mengejarnya. "Saya enggak mau ikut sama anda!" Ketus Gledys. Membuat Chacha dan para gadis lainnya melongo melihat penolakkan gadis itu. Karena kalau saja mereka yang di ajak. Tentu saja, mereka dengan suka rela ikut kemanapun sang Cassanova mengajaknya. Sean senyum kecil, dia memang beda pikirnya, "Oh. Kalau gitu, Chacha bisa pindah dulu kan? Saya mau ngobrol sama dia!" Ujar Sean dengan memelas, lengkap dengan puppy eyes-nya, membuat Chacha dengan suka rela bangun dan pindah ke bangku lain. "Cha ...,: Gledys menahan lengannya. "Duh ... maaf Gled. Gue pindah dulu yaa," Chacha perlahan melepaskan tangan Gledys yang memegang lengannya. Sialan ... dasar cowok gila!_Gledys mendengus kesal. Sean senyum puas menatap wajah Gledys. Sangat menyenangkan melihat seorang gadis gugup karena dirinya, dan tinggal menunggu waktu saja bahwa gadis itu lambat laun akan jatuh ke dalam pesonanya, suruh siapa menantang Sean. Pikirnya. "Kita harus bicara, cantik!" Sapa Sean menatap lekat, lengkap dengan senyum menawannya. "Sepertinya tidak ada yang harus kita bicarakan!" Jengah Gledys, mengabaikan Sean, dengan tatapan tetap pada buku yang dipegangnya. "Tidak sopan, saat bicara dengan orang lain, kamu enggak natap wajahnya!" Sean menopang dagunya di atas meja, dan menatap lekat Gledys yang terlihat amat jengah padanya. "Lebih tidak sopan lagi, jika seorang lelaki memeluk perempuan yang tidak di kenal, dan menatap wajahnya dengan tatapan m***m seperti anda. Saya yakin anda cukup pintar, tanpa harus saya kasih tau!" Tempas Gledys tegas, gadis itu menutup bukunya dan menatap Sean dengan tatapan kesal dan jengah. Membuat Sean tersenyum simpul. Mengagumkan ..._pikirnya. *** Di lapangan indoor, Sean main basket di temani Niken di sisi lapangan. Gadis itu selalu stanby memang. Ia tidak mau melewatkan moment indah ini. Karena baginya Sean yang berkeringat adalah moment terhebat, dan sexy. Niken tidak mau ada gadis lain yang mengelap keringat laki-laki itu. Ia menatap Sean dengan senyuman di kedua bibirnya. Sementara Sean terus bergelut dengan bolanya, tapi Pikirannya terus melayang memikirkan si gadis cantik yang menurutnya angkuh itu. Pembicaraannya di kelas tadi, belum selesai karena guru di kelas sepuluh itu keburu masuk. Dan yang paling menyebalkan gadis itu mengusirnya tanpa rasa hormat. Duh, Sean kesal bukan main. Ia tidak pernah di remehkan seperti itu oleh gadis manapun. Keringatnya sudah bercucuran membasahi seragam olahraganya. Ketika yang lain sibuk istirahat di kantin. Ia asik dengan bola basket demi menghilangkan semua rasa kesalnya pada Gledys. Percuma dia memotong rambutnya biar rapi--kalau ternyata Gledys sama sekali tidak tertarik pada penampilan barunya itu. Sean menjatuhkan dirinya di tengah lapangan. Ia terlentang. Menatap langit-langit di atasnya. "Sean ...," Niken menghampirinya, kemudian mengelap keringat laki-laki itu dengan amat lembut, "Kamu lelah? Kamu mau minum?" tanya Niken penuh perhatian. Sean menggeleng, napasnya masih saja tersengal. Gara-gara Gledys ia jadi uring-uringan tidak jelas seperti ini. Tiba-tiba di sela-sela keterdiamannya itu, Sean mendengar tawa manis di sisi lapangan menuju kantin. Matanya menangkap pemandangan seorang gadis yang sedang ngobrol asik dengan sahabatnya siapa lagi kalau itu bukan Gledys. Rasanya tidak adil. Gadis itu selalu terbahak saat bicara dengan Chacha, tapi dengan dirinya dia selalu ketus dan angkuh. Duh, Sean gemas sekali rasanya. Dengan kasar Sean beranjak, membuat Niken menatapnya heran. Lantas dengan keringat yang masih bercucuran ia menghampiri gadis itu. Entah kenapa rasanya kesal melihat tawa gadis itu bersama orang lain. "Ikut saya!" Lantang Sean, ketika sudah dekat dengan mereka berdua. Membuat tawa ceria Gledys terhenti seketika. "Kamu dengar! Saya bilang, ikut saya!" Lantang Sean lagi. Chacha segera meninggalkan mereka berdua, dan pergi entah kemana. "Anda ngomong sama siapa sih?" Sahut Gledys melirik kanan - kiri membuat Sean tambah kesal saja. "Kamu benar-benar nantangin saya! Ayo ikut saya!" Sean meraih tangan Gledys. Tapi Gledys menepiskannya. "Anda kenapa selalu ganggu saya?!" Gledys membersihkan tangan yang di pegang Sean barusan oleh tisu, membuat Sean semakin merasa di remehkan oleh gadis itu. Seakan dirinya adalah sesuatu yang sangat kotor. "Saya ingin bicara sama kamu, dan itu kenapa tangan kamu. Kamu lap pake tisu, memangnya saya najis!" Kesal Sean. Seolah sekumpulan asap akan keluar dari dua telinganya. "Saya tidak mau di sentuh sama cowok yang banyak keringatnya. Itu banyak kumannya!" Jelas Gledys, masih mengusap lengannya yang di pegang Sean tadi. membuat Sean menggelang jengah. Tentu saja, karena biasanya Sean akan di tatap dengan tatapan kagum oleh gadis lain, ketika ia berkeringat seperti ini. Mereka akan berkata 'Kak Sean keren' Tapi gadis ini ... entahlah, Sean amat gemas di buatnya. "Saya enggak peduli sekarang ikut saya!" Paksa Sean, meraih tangan gadis itu. "Saya enggak mau, saya enggak mau ngobrol sama kamu!" Histeris Gledys, membuat para murid yang sedang lewat manatap ke arahnya. Dan tatapan perih dari Niken, ia tidak pernah melihat Sean memaksa seorang gadis. Kalau dulu Sean akan mencari gadis lain, jika Gadis yang didekatinya cuek seperti itu. Tapi sekarang ... Entah kenapa ada denyutan sakit di dalam dadanya. Tapi Niken tetap tersenyum saja. Ia akan menunggu, sampai gadis itu di dapatkan Sean. Kemudian dilepasnya kembali. Dan Sean pasti akan kembali padanya seperti biasanya. Iya pasti seperti itu. Kemudian gadis itu pergi, ia akan membiarkan Sean dengan mangsa barunya. Sementara Sean dan Gledys masih saja berdebat. "Saya mau menjelaskan sesuatu?" Ujar Sean. "Dan saya enggak peduli!"jawab Gledys masih saja ketus. "Kenapa kamu selalu ketus sama saya?" Sean berjalan satu langkah mendekati gadis itu, dan menatapnya amat marah. "Anda ingin tahu jawabannya, yakin?" tantang Gledys, ia menengadahkan wajahnya karena posisi Sean yang lebih tinggi darinya. "Kenapa?" Desis Sean. "Karena anda teroris! Dan anda tidak sopan! Dan karena anda memang bukan orang yang saya sukai. Jadi untuk apa saya bersikap baik pada anda!" Apa katanya! gadis itu benar-benar menguji kesabarannya. Sean menarik napas rakus. Hatinya panas luar biasa. Gadis ini ... ah, entah apa lagi yang jelas Sean kesal, kesal amat sangat. "Sini kamu!" Sean kali ini benar-benar membawa gadis itu dengan kasar meski banyak yang melihat ia tidak peduli. Ia amat kesal pada gadis itu, ia ingin memberi sedikit pelajaran agar ia tidak lagi menadapatkan prilaku menyebalkan darinya. "Lepaskan saya!" Gledys berusaha menepiskan pegangan Sean yang kuat itu. "Kita harus bicara dan selesaikan semuanya. Kamu mau saya ganggu setiap hari!" "Saya enggak butuh penyelesaian apapun dari anda. Masalah di toilet lupakan saja, saya udah enggak mau bahas itu lagi!" "Tapi saya butuh. Saya ingin masalah ini kelar!" Mereka terus saja beradu mulut. Sean yang terus menarik tangannya dan Gledys yang mencoba melepaskan cekalan cowok itu. "Ikhh, lepaskan tangan saya! Anda bau, keringat anda banyak! Lepaskan!" Sean kesal. Benar-benar kesal, lalu di tariknya gadis itu padanya sehingga dalam beberapa detik gadis itu dalam dekapannya dan di kunci oleh kedua lengan kokohnya. "Kamu benar-benar menantang saya Gledys!" Desis Sean mendekatkan wajahnya pada gadis itu. Membuat gadis pemilik wajah juita itu mendelik. Sial!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN