"Jangan pegang-pegang Zo." Zea berusaha melepaskan tangan Mezo dari pinggangnya. Pria ini benar-benar mencari
kesempatan dalam kesempitan.
Jika saja di meja makan tidak ada kedua orang tuanya sudah pastikan Zea akan mendorong Mezo. Saat ini mereka berjalan menuju meja makan, dan selama perjalanan Mezo terus menyentuhnya.
Sedangkan Nurul dan Ravi tersenyum melihat anak mereka yang tampak harmonis.
"Kayaknya doa Mama bakalan segera di kabulkan, bentar lagi kita punya cucu." Ravi mengangguk menyetujui perkataan istrinya.
"Ma, Pa," sapa Mezo tiba dihadapan Mama dan Papa mertuanya.
"Iya sayang," ujar Nurul. Zea melotot, sayang? Biarlah Zea malas memikirkan hal itu. Untuk apa sebenarnya Mamanya bersikap sangat perhatian pada Mezo.
"Ayo makan," pinta Nurul.
"Iya Ma?" Mezo tersenyum manis dan duduk di kursi.
"Ze, gue mau jus mangga," pinta Mezo.
"Nggak, buat sendiri sana. Enak aja lo ya suruh-suruh gue." Di atas meja tidak ada jus, jadi harus dibuat terlebih dahulu dan Zea tidak mau melakukan hal apa pun yang disuruh oleh Mezo.
"Zea buat jus buat Mezo," tekan Ravi, ia tidak suka melihat prilaku tidak sopan Zea kepada suaminya.
Tidak ada pilihan lain, akhrinya Zea langsung membuat jus untuk Mezo, ia menatap tajam Mezo sedangkan pria itu malah santai mulai memakan sarapannya.
"Ni." Zea malah memberikan juz Apel kepada Mezo? Mezo menatap Zea dengan tanda tanya besar kenapa apel? Mezo maunya Mangga.
"Kenapa mau protes? Jus Mangga udah habis," ujar Zea. "Ni harus diminum!" Zea melotok pertanda harus diminum, karena ia sudah lelah membuatkan juz apel ini.
"Nggak." Mezo menggeleng dan kembali memasukkan suapan ke lima. Makanan di rumah Zea benar-benar enak, Mezo sangat suka dengan ayam kecap. Bahkan ia ingin menambah nasi, tapi segan dengan Mama dan Ayah mertuanya.
"Ih lo kok nggak tau diri banget, capek gue buat." Tanpa sadar Zea menaikkan intonasi suaranya saat melihat Mezo mengacuhkan jus Apel yang sudah ia buat.
"Zea, mana sopan santunmu pada suami!" geram Nurul marah.
Zea tersentak, yampun kenapa ia tidak bisa menahan diri sih, kalau begini kan jadi ribet urusannya.
"Sekarang kamu cium tangan suami kamu!" perintah Nurul tidak terbantahkan.
Zea menghentakkan kakinya kasar, mengambil tangan Mezo dan mencium tangan itu dengan tidak ikhlas.
"Kena bibir jangan dahi," sambung Nurul lagi.
Zea menggerutu di dalam hatinya. Dengan terpaksa kembali mengambil tangan Mezo dan mencium tangan itu. Sedangkan Rara malah tersenyum tidak jelas melihat pertunjukkan itu begitu pun dengan Dea. Mereka jadi pingin menikah aja rasanya, padahal umur masih belia.
"Maaf ya Zo, Mangganya sudah habis." Nurul menampilkan wajah bersalahnya, padahal ini hari pertama menantunya datang tapi Nurul sudah mengecewakan Mezo.
"Nggak papa Ma, ini mau Mezo minum jusnya." Mezo meminum juz Apel itu sebanyak tiga tegukan.
"Yaudah sekarang makan, nggak ada yang boleh ngomong lagi di meja makan," ujar Ravi.
***
Setelah selesai makan malam Zea dan Mezo kembali ke kamar Zea. Sebenarnya mereka tidak berniat untuk menginap tapi karena paksaan Nurul membuat Zea dan Mezo tidak ada pilihan lagi.
Zea terus menatap aneh Mezo yang sejak tadi menghela napasnya, Zea risih, tanpa pikir panjang Zea langsung tidur di atas kasur tanpa memperdulikan Mezo.
Baru saja menutup mata selama lima menit, suara decitan ranjang membuat Zea kembali membuka matanya, dan ternyata Mezo lah yang ikut naik ke atas ranjang.
"Ngapain lo? Turun!" Zea menatap tidak suka ke arah Mezo.
"Malam ni aja, di sini nggak ada sofa," jawab Mezo.
"Nggak perduli gue." Zea mendorong tubuh Mezo dengan kuat. Mezo yang awalnya juga tidak fokus langsung terjatuh ke lantai kamar.
Mezo pun terduduk dengan tangan yang memegang sisi kasur.
"Ze, napas gue sesak. Tolong ambil minum," pinta Mezo.
"Ih, apaan sih ambil sendiri." Zea tidak mendengar balasan dan saat membuka mata Mezo sudah tidak ada di dalam kamar. Mungkin karena kamar belum tertutup pintu makanya Mezo bisa keluar kamar tanpa mengeluarkan bunyi.
Nada dering ponselnya berbunyi. Saat melihat ponsel ternyata teman Zea yang menelepon.
"Kenapa?" tanya Zea saat telepon mereka tersambung.
"Buka grup," jawab Bella, setelah itu Bella langsung mematikan sambungan telepon. Dengan sangat terpaksa Zea membuka grup, padahal Zea sudah sangat mengantuk. Ternyata mereka sedang membahas tentang rencana ke Mall besok. Dan Zea menyetujuinya sambil meminta maaf karena Zea tadi membuat rencana mereka ke Mall tapi gagal.
Tidak terasa sudah tiga puluh menit mengscroll Tik Tok tapi Mezo tidak datang-datang.
"Kemana sih tu cowok," gumam Zea. Karena tidak ingin pria itu melakukan yang tidak-tidak di rumahnya, Zea akhirnya turun ke bawah. Ia menuju ke dapur karena pria itu tadi bilang mau ambil minum.
"Eh lo kenapa?" Zea langsung berlari mendekat. Menatap heran Mezo yang menutup mata dengan napasnya terengah-engah.
"Sesak?" tanya Zea.
Bodoh, jelas-jelas Mezo sesak masih aja di tanya. Mezo tidak menjawab pertanyaan bodohnya. Mungkin karena napas Mezo yang terengah-engah membuat pria itu sulit berbicara.
Zea buru-buru kembali mengambil air di gelas kosong yang berada di depan Mezo. Zea mengambil air dan membantu Mezo minum. Zea memberi minum hingga dua gelas dengan air hangat, biasanya dengan cara ini ia bisa sembuh jika sedang sesak napas akibat asam lambungnya.
Gelas ke-empat, Mezo sudah tampak meninggan. Tanpa sadar sejak tadi lengan Zea mengelus punggung Mezo berulang kali.
"Ayo balik ke kamar." Zea memegang lengan kekar itu.
Sampai di kamar, Zea dengan terpaksa menidurkan Mezo di atas kasur. Jika pria ini tidak sakit, Zea tidak akan membiarkan Mezo tidur di kasur kesayangannya.
"Lo kenapa?" tanya Zea.
"Nggak tau kenapa, kayaknya lambung," jelas Mezo singkat, ia ingin segera tidur agar besok pagi kondisinya bisa lebih membaik.
"Makanya kalau sakit itu nggak usah ngeyel, sekarang yang susah siapa? Jangan susahin gue ya lo." Tanpa perduli dengan Mezo lagi, Zea kembali memainkan ponselnya.
"Gue nggak bakalan susahin lo lagi," jawab Mezo mengalah, emang seharusnya Mezo tidak membuat Zea sampai repot-repot memapahnya tadi.
Zea hanya mendengus, saat sudah tengah malam Zea berniat untuk langsung tidur saja.
Ia menaruh bantal guling di tengah tempat tidur. Dan Zea langsung tidur di sisi kanan sedangkan Mezo di sisi kiri. Sialnya Zea masih susah untuk tidur karena suara napas tersegal pria itu masih terdengar.
Zea melihat ke arah samping. Ia mengusap d**a bidang itu berulang kali, tiba Zea jadi merasa bersalah. Mezo emang sudah tertidur, tapi pria itu tampak tidak nyaman dalam tidurnya. Besok jika kondisi Mezo tidak membaik, ia akan menyuruh pria ini ke rumah sakit saja.
"Ini cuman rasa kemanusiaan aja," lirih Zea, ia terus mengusap d**a itu berulang kali hingga tidak lama kemudian Zea juga ikut tertidur menyusul Mezo yang sudah terlelap.
Suara azan shubuh membuat Zea terjaga dari tidurnya. Ia membuka matanya dengan perlahan, dan pandangan Mezo tepat di depan matanya membuat pipi Zea langsung memerah apalagi sekarang posisinya Zea yang memeluk Mezo dengan erat.
Zea buru-buru turun dari kasur, langsung menuju kamar mandi dengan cepat. Ia tidak ingin Mezo tahu jika Zea memeluk pria itu semalaman.
Setelah Zea berada didalam kamar, saat itu juga Mezo membuka matanya. Sejak sebelum Zea bangun, Mezo sudah duluan bangun. Mezo senang Zea memeluknya walaupun itu dilakukan saat Zea tidur.