Udara panas yang tembus dari jendela kaca membangunkan Zea. Ia merengangkan tangannya ke atas sambil melihat ke samping.
Rupanya pria itu tidak pulang ke rumah. Sudahlah biarkan saja, Zea juga tidak perduli. Saat pria itu tidak ada, membuat hidupnya semakin tenang.
Zea bangun dan menyingkap gorden kamarnya hingga tampak dari luar mobil Fortuner yang biasanya di pakai oleh Mezo. Berarti Mezo tidak kemana-mana, apa pria itu tidur di kamar lain?
Dari pada pusing memikirkan pria tidak jelas itu. Zea memilih untuk mandi dan bersiap-siap untuk ke kampus.
Saat sudah selesai bersiap, Zea turun ke bawah. Hari ini Zea hanya menggunakan rok selutut dan kemeja. Tiba di meja dapur Zea jadi gugup. Biasanya Zea akan menuju meja makan bersama dengan Mezo tapi sekarang ia sendiri dan Zea agak sedikit gugup bertemu dengan mertuanya.
Zea sebenarnya biasa saja dengan Mama mertuanya tapi tidak dengan Papa mertuanya. Ingin makan nanti, tapi ia sudah telat sekarang.
Selama menunggu beberapa menit kedua orangtua Mezo tidak kunjung turun, sepertinya orang kaya itu tidak sarapan di rumah untuk pagi ini.
"Mau minum apa Non?" tanya mbak Vina, yang selalu menyiapkan makanan di rumah ini.
"Hm, air putih aja Buk."
"Itu ada di atas meja," tunjuk Mbak Vina ke atas meja. Zea melihat arah tunjukkan tangan Mbak Vina dan mengangguk dengan wajah yang memerah malu.
"Eh Zea, Mezo mana?" Zea terkejut hingga tubuhnya hampir tejatuh. Ia melihat ke belakang dan tepat sekali mertuanya sudah tiba.
Zea tergagap memikirkan jawabanya yang tepat, "Oh itu lagi keluar tadi sebentar," jawab Zea.
"Tapi, Mama lihat masih ada mobilnya di luar."
"Oh maksud Zea, Mezo cuman ke taman gitu," jawab Zea dengan senyuman tipis.
"Yaudah ayo kita mulai makannya," pinta Mia.
Zea mengangguk dan mulai mengambil piringnya, lalu menaruh makanan ke atas piringnya.
Baru saja hendak memasukkan nasi ke dalam mulut, suara kursi di tarik membuat Zea mengalihkan penglihatannya ke arah samping. Rupanya Mezo yang duduk di sampingnya, pria itu pun sudah menganti pakaiannya menjadi kaos berwarna putih sedangkan tadi malam Mezo memakai kaos hitam. Di mana pria itu mengganti pakaiannya?
Apa dia punya simpanan? Zea tersenyum miring. Ia akan mencari bukti jika Mezo benar selingkuh, pasti dengan bukti itu akan sangat mudah untuk mengakhiri penikahan ini.
Zea mengalihkan penglihatannya untuk fokus kembali ke makanannya.
"Ambilin gue nasi Ze," pinta Mezo membuat Zea menatap Mezo dengan tajam pertanda ia tidak mau. Tapi karena ada mertuanya membuat Zea terpaksa mengambil piring dan menaruh nasi dan lauk sesuka hatinya.
"Makasih."
"Kalian ada niat buat bulan madu nggak? Mama nggak sabar punya cucu." Mia menatap anak dan menantunya dengan penuh harap.
Zea hampir tersedak makanannya sendiri. "Kami nggak ada niat ke mana-mana, soalnya Zea niatnya hari ini langsung kuliah."
"Loh kan baru nikah, cepat banget."
Zea menatap Mezo meminta bantuan agar bisa menjelaskan hal ini kepada Mia. Tapi Mezo malah masih fokus untuk dengan makanannya.
"Yah, gimana dong Mama pengen banget bisa punya cucu," lanjut Mia lagi yang sudah cemberut.
"Nggak perlu bulan madu, di sini kan juga bisa bikinnya," jawaban Mezo.
Zea langsung tersedak, menatap heran kepada Mezo, siapa juga yang mau punya anak sama pria b******k seperti Mezo.
"Iya juga ya.” Mia tersenyum kembali. "Yaudah kalian lanjutin makannya," lanjut Mia dan mereka pun kembali fokus untuk makan-makanan yang ada di hadapan mereka.
"Oke ni buat kalian." Mia menyerahkan dua lembar tiket ke hadapan Mezo dan Zea setelah semua selesai sarapan.
Zea yang sudah hendak bangun dan kembali ke kamar langsung kembali terduduk di kursi. Matanya membulat karena terkejut, ia jadi gelisah sendiri sekarang. Zea tidak mau berduaan terus dengan Mezo. Membayangkan akan terus berduaan saat bulan madu itu membuat Zea mual.
"Oke Ma, makasih." Mezo tau jika Mia pasti akan menyerah untuk mendapatkan keinginannya.
Sial, Mezo malah mengambil dua tiket itu. Zea melirik sejenak ke arah tiket, rupanya mereka akan pergi sekitar dua minggu lagi dan bertempat di bali.
"Ma, Pa, Zea pergi dulu." Mama mengangguk.
Saat di depan pintu, ia melupakan sesuatu dan Zea memilih berjalan kembali menuju kamar. Sedangkan Papa mertuanya malah asik dengan ponselnya.
Zea menaiki tangga menuju kamar dengan pikiran yang terus berkecamuk.
Zea buru-buru melihat apa yang terjadi dan rupanya, Papa mertuanya melemparkan gelas kaca ke punggung Mezo hingga pecah berserakan. Ia juga melihat Mama mertuanya terkejut dan menarik tangan suaminya agar berhenti membuat keributan.
Dan Mezo tampak santai seperti tidak terjadi apa-apa dan menyusul Zea untuk kembali ke kamar. Zea hanya diam tidak tahu harus berbuat apa, hingga Mezo sudah berada di depannnya.
Zea juga melihat baju kaos putih itu berubah warna menjadi merah.
***
Karena Mezo sudah masuk duluan, Zea memilih untuk mengetuk pintu terlebih dahulu. Takutnya pria itu tidak memakai baju.
Tidak ada sahutan dari dalam. Zea membuka pintu kamar dan di dalam kamar tampak lah Mezo yang sedang membuka bajunya.
Zea menatap punggung Mezo dengan kaku, ada beberapa tatto kecil di sana dan beberapa bekas luka.
Ia hanya diam terus memperhatikan Mezo yang membersihkan lukanya dengan baju.
"Jorok banget sih Zo." Zea ingin membantu dengan alasan kemanusian, tapi karena manusianya Mezo, Zea jadi malas.
"Bajunya nanti gue buang.” Setelah selesai, tanpa memberi obat pada lukanya, Mezo langsung membuang bajunya ke dalam tong sampah dan kembali menggunakan baju yang lain.
"Kok lo aneh banget sih, darahnya tu bakalan keluar lagi kalau lo nggak tutup, nanti infeksi Zo."
"Yaudah lo obatin punggung gue."
Zea menatap ogah ke arah wajah Mezo yang terus memerhatikannya.
"Yaudah kalau nggak mau."
"Yaudah sini lo," ucap Zea dengan nada ketus. Mezo tersenyum tipis dan langsung terlungkup di atas kasur.
"Itu obatnya ada di dalam laci." Mezo menujuk meja nakas yang berada di paling bawah.
Zea hanya mengangguk dan mengambil semua obat itu.
Punggung Mezo sangat bagus, dengan bahu lebarnya, membuat Zea langsung tremor. Baru pertama kali Zea berhadapan dengan pria yang tidak memakai baju seperti ini.
"Udah."
Mezo melirik ke belakang di mana Zea di sana sambil merapikan semua obat itu.
"Sini gue cium, buat ungkapan terima kasih gue."
Zea langsung bangun dari tempat tidur dan buru-buru bangun bersiap kabur, tapi sialnya Mezo malah menarik tangannya hingga dia terduduk kembali.
"Ih, apaan sih.” Zea menampar kecil pipi Mezo dan kembali melarikan diri. Zea baru ingat bahwa harus kuliah pagi ini, gara-gara Mezo, Zea hampir telat.