"Kalian mengerti kan ?" tanya Adrian kepada teman-temannya.
"Ngerti." Seru semuanya.
"Oke sekarang kita berangkat aja."
Adrian dan teman-temannya meninggalkan base camp mereka untuk menyerang anak-anak SMA Pelita.
Sesampainya di jalanan sepi yang dijanjikan, anak-anak SMA Pelita telah berada disana dan telah siap dengan berbagai maca senjata tumpul maupun tajam.
"Gue kira lo gak bakal dateng, terus ngumpet di wc" ucap Deva tersenyum miring ke arah segerombolan anak SMA Garuda, lebih tepatnya ke arah Adrian.
Adrian menatapnya dengan tatapan datar. "Gue bukan lo! Yang cuma mengandalkan alat-alat kaya begituan. Banci!!" ucap Adrian dingin namun mengintimidasi.
Deva langsung tersulut emosi saat Adrian mengatainya 'Banci'.
"SERANGGG!!!" teriak Deva kepada teman-temannya.
Mereka langsung menyerang satu sama lain. Tanpa ada yang bisa menghentikannya. Cuaca yang panas dan emosi yang membara membuat semangat mereka seakan terbakar untuk menghabisi satu sama lain.
Deva terus melayangkan stick baseballnya ke arah Adrian yang langsung ditangkis oleh Adrian. Deva menyerangnya secara brutal, tidak memberi kesempatan Adrian untuk melakukan yang sama kepadanya. Namun sebisa mungkin Adrian melindungi dirinya termasuk wajahnya agar tidak terkena pukulan dari Deva.
Cukup lama mereka saling baku hantam dan beberapa dari anak-anak Garuda maupun Pelita ada yang terluka. Termasuk Adrian, sudut bibir dan pelipisnya terluka dan mengeluarkan darah Segar akibat pukulan Deva yang brutal.
PPPPPPRRRRRRIIIIIIIIIIIIIIIITTTTT....
"BUBAR KALIAN SEMUAAA!!!" Teriak seseorang berbadan gempal yang memakai seragam security sambil berkacak pinggang.
Mereka yang mendengar teriakan itu langsung melarikan diri ke arah motor mereka masing-masing dan segera meninggalkan tempat itu
Adrian, Reza, dan Bima langsung pergi ke apartemen Reza. Sesampainya disana seperti biasa mereka membersihkan luka mereka terlebih dahulu sambil menikmati beberapa batang nikotin.
“Itu security dari mana datangnya sih?” tanya Bima kesal.
“Kayanya dari komplek sebelah deh.” Sahut Reza.
“Si Nono gak bener nih nyari tempatnya.”
Nono adalah anak dari SMA Pelita, tadi dia diberi tugas untuk mencarikan tenpat untuk mereka tawuran.
“Gue cabut duluan.” Ujar Adrian sambil meraih tasnya.
“Kemana lo? Baru juga nyampe, Yan.” Ujar Bima.
“Adelle lagi sakit.”
“Tumben lo perhatian? Biasanya juga kagak peduli lo.”
“Sekarang beda.”
“Maksudnya?” Tanya Reza bingung.
Adrian tidak menjawab dan malah langsung keluar dari apartemen Reza. Adrian menunggu lift turun ke lantai satu membuatnya kesal. Entah kenapa, biasanya juga tidak seperti ini. Tapi pikirannya melayang ke kejadian dimana ia akhri-akhir ini bersama Adelle. Tanpa sadar, sebuah senyuman terketak dibibir Adrian.
Sesampainya diparkiran, Adrian langsung melajukan motornya dengan kecepatan penuh agar cepat-cepat sampai ke rumah.
Sesampainya dirumah, Adrian tidak menemukan siapa-siapa diruang tamu. Padahal Adelle ada dirumah kata pak Dadang tadi.
Terdengar seperti suara mesin kocok dari arah dapur. Adrian melempar tasnya ke sofa dan segera melangkahkan kakinya ke dapur.
Dilihatnya Adelle tengah mengocok adonan menggunakan mixer. Mungkin lagi bikin kue. pikirnya.
Adelle belum menyadari bahwa Adrian ada di dapur karna memang posisinya yang membelakangi Adrian.
Bi Yanti yang berada disebrang Adelle hendak membuka suara namun Adrian lebih dulu mengintrupsinya Agar tetap diam dan mminta meninggalkan mereka berdua.
"Nyonya saya ke depan dulu sebentar." ucap Bi Yanti.
Adelle hanya mengangguk saja. Beberapa saat kemudian ia tersentak saat lengan kekar melingkari perutnya. Dari aromanya saja Adelle sudah tau siapa yang memeluknya dari belakang itu.
"Adrian." ucap Adelle.
"Hmm.."
"Bikin kaget ih. Lepas dulu. Lagi bikin kue nih." ucapnya sambil berusaha melepaskan lengan Adrian, namun usahanya sia-sia.
"Diem dulu." Adrian semakin mempererat pelukannya. Kepalanya ia taruh dipundak Adelle dengan menghadap ke leher jenjang Adelle yang terekspose jelas karena rambutnya dicepol asal.
"Adrian lepasin dulu ih.” Kesal Adelle, namun tidak dihiraukan oleh Adelle.
Adelle menghembuskan nafasnya kasar, lalu ia menyikut perut Adrian kencang membuat Adrian mengaduh.
“Aww.. sakit Adelle!” ringisnya sambil memegangi perutnya.
Adelle mematikan mesin mixernya. “Lo sih pake ganggu.” Kesal Adelle.
Adrian duduk di kursi sambil terus meringis, membuat Adelle khawatir sekaligus merasa bersalah.
“Sakit ya?” tanya Adelle.
“Iya lah, pake nanya lagi. Aduh—“
Adelle meringis. “Maaf.” cicitnya.
Adrian menahan tawanya.
“Maafin ih gak sengaja.” Ujar Adelle berasa bersalah. Wajahnya sangat menggemaskaan.
Adrian tidak bisa lagi menahan tawanya. Tawanya langsung meledak, membuat Adelle menatapnya kesal.
“Lo bohongin gue?!”
Adrian tidak menjawab, ia masih tertawa terbahak.
Adelle mengerucutkan bibinya, mengembungkan pipinya, melipat tangannya didepan d**a. “NYEBELIN!!!” sentaknya lalu ia membalikan tubuhnya membelakangi, melanjutkan mengocok adonan kuenya yang tertunda.
“Delle,” panggil Adrian mencolek lengan Adelle.
“Diem!” ucapnya galak.
Adrian tersenyum, Adelle sngat menggemaskan sekali. Adrian bangkin dan langsung memeluk Adelle dari belakang. “Jangan marah, gue bantuing ya bikin kuenya.” Bujuk Adrian.
“Gak usah. Gue bisa sendiri.” Ujar Adelle ketus.
“Tapi gue mau bantu.” Kekeuh Adrian.
“Terserah.”
“Jelek banget sih kalo lagi ngambek.” Ujarnya lalu mencolekkan tepung kehidung Adelle.
“Ih Adrian, kotor tau.” Ujarnya sambil mengelap noda tepung di hidungnya.
Adrian tidak menyahut, ia kemudian mencolekkan lagi tepungnya pada wajah Adelle membuat Adelle kesal dan lalu membakas Adrian. Adelle bahkan melupakan donannya yang belum jadi, serta kuenya yang masih di oven.
Adrian menghentikan Adelle yang semakin menggila mengusapkan tepung ke wajahnya dengan cara memeluknya.
"Adelle, Mama da—Astagfirullah." ucap Anya yang tiba-tiba muncul dari balik tembok pembatas antara dapur dengan ruang tengah.
Adrian langsung melepaskan pelukannya Adelle. Berbalik menatap Mamahnya itu dengan tatapan tajam.
"Ck, Mama ganggu aja." kata Adrian.
"Kalo mau mesra-mesraan ya ngapain di dapur. Tuh apa itu yang di oven. Gosong." ucap Anya menunjuk oven yang sedikit mengeluarkan asap.
Adelle langsung berlari mematikan ovennya dan mengeluarkan kuenya yang berwarna coklat gelap. Hampir aja gosong. Batin Adelle.
Adelle langsung berbalik namun menundukkan kepalanya karena malu.
"Pernikahan kalian udah hampir lima bulan, gimana udah ada kemajuan belum ?" tanya Anya sesaat setelah mendudukan dirinya di sofa ruang tengah.
Adrian dan Adelle sama-sama merenyitkan dahinya. "Maksud Mama ?" tanya Adrian.
"Adelle udah ada tanda-tanda hamil belum? Mama gak sabar banget pengen punya cucu." ucap Anya dengan nada dibuat lirih.
Adelle merona saat Mama mertuanya ini menanyakan tentang cucu.
Adrian menghela nafas. "Kita lagi usaha kok Ma, mungkin belum dikasih aja." ucap Adrian berbohong.
Gak mungkin kalo Adrian bilang pada Anya bahwa selama ini ia tidak pernah menyentuh Adelle. Jangankan menyentuh, tidur aja masih pisah kamar.
Anya menghembuskan nafasnya berat. "Yaudah kalo gitu. Sayang, kamu tadi bikin kue ya? Kue apa?" tanya Anya kepada Adelle.
"Tadi bikin kue muffin sama beberapa gue kering gitu. Mama mau coba? Biar Adelle ambilin. Sebentar yah." Ujar Adelle lalu ia pegi ke dapur untuk mengambil kue yang telah matang.
Tak lama Adelle datang dengan nampan berisi bermacam-macam kue yang dibuatnya tadi, sebelum Adrian datang dan menganggunya.
Anya mengambil salah satu kue kering rasa coklat. "Enak. Kamu pinter banget sih Sayang." ucap Anya.
"Adelle udah biasa bantu Bunda kok Mah."
Anya menoleh ke arah Adrian. "Kamu pasti tawuran lagi yah?" ucap Anya saat melihat sudut bibir Adrian yang membiru dan pelipisnya yang robek sedikit.
Adelle menengok. "Kok lo gak bilang kalo luka. Bentar gue ambilin obat dulu."
"Gak papa, nanti aja.”
"Mamah pulang dulu yah. Tadi mamah cuma mampir aja, tadi habis dari rumah temen Mama yang dikomplek belakang."
"Bentar banget Ma, makan dulu aja gimana?" ucap Adelle.
"Gak usah sayang. Mama ada janji mau makan sama Papa." ucap Anya terkekeh.
"Yaudah, Adelle anter ke depan yah."
Adelle mengantar Anya sampai depan pintu. Setelah berpamitan, Anya keluar dari pekarangan rumah Adrian.
****