SL-9

1200 Kata
"Satu yang bisa disyukuri saat kita terjatuh, menemukan seseorang tulus yang mengulurkan tangan untuk membantu kita bangkit." -Sita    ***   Sita menghela napas, dia menatap Rere barulah berujar.. "Apa pandangan lo buat orang-orang di luaran sana yang hamil diluar nikah?" Rere cukup terkejut dengan pertanyaan Sita, namun dia mencoba biasa dan tidak berpikir negatif. "Pandangan gue, hmm.. gini ya ta, gue manusia biasa nggak ada hak menghakimi kehidupan manusia lain. Karena kita tinggal di Indonesia, penilaian masyarakat masih memegang teguh moral dan norma. Jelas, hal itu akan memancing pembicaraan dan negatif dimata masyarakat kita." Saat mengatakan itu, Rere menatap Sita. Diam-diam perhatikan wanita itu, "Prinsip hidup orang kan lain-lain, ta. Gue sih nggak akan komentar apa yang dipilih mereka—s*x before married or s*x after married." katanya, Rere menyesap minuman terlebih dahulu, barulah meneruskan. “Bicara soal hamil diluar nikah, gue akan salut buat mereka yang mau tanggung jawab atas apa yang sudah dilakukan. Anak anugerah dari Tuhan, nggak ada tuh anak haram. Mereka terlalu suci sampai di turunkan oleh Tuhan sebagai pengingat bahwa yang dilakukan orang tuanya salah. gue juga akan salut buat perempuan yang pilih menerima kehamilan tersebut, dibanding mereka pilih melakukan dosa lebih besar, dengan membunuh calon anaknya." Sita tak pernah membenarkan atas apa yang dia lakukan, karena bukan hanya kehilangan harga diri ada lagi yang paling menyesakkan, yaitu saat pandangan orang-orang itu juga menghakimi keluarga dan orang tua. Orang tua sudah melakukan hal benar. Tetapi, mana mungkin mereka bisa menjaga 24 jam nonstop saat anak-anak mereka sudah dewasa, kan? "Kalau seandainya lo punya teman gitu gimana, re?" "Teman seperti apa, ta?" "Masih di topik yang sama.." Rere mengerutkan kening, "hamil diluar nikah? Ya, nggak gimana-gimana, gue bakal dukung dia pertahankan janinnya dan kalau bisa gue bakal dampingi dia melewati masa sulitnya, kalau pacarnya nggak mau tanggung jawab." Kalimatnya terjeda, matanya menyipit menyelidik. "Kenapa menatap gue seperti itu sih, re?" Protes Sita merasa di intimidasi dengan tatapan mata sahabatnya itu. "Ini nggak ada hubungan sama perubahan lo ini kan, ta?" 'Uhuk...uhuuk' Sita tersendak teh hangat yang sedang dia minum, Rere semakin yakin. Ada sesuatu yang disembunyikan Sita. "Kita harus bicara ta.." Sita terdiam, entahlah apa melepaskan masa lalu, bisa dimulai dengan terbuka pada salah satu sahabatnya ini?   ***  "Astaga Sita, apa yang baru gue dengar ini?" Rere menatap Sita dengan tidak percaya, mencari kebohongan di matanya dengan mulut yang bahkan sedikit terbuka.  Sita telah menceritakan semuanya tanpa terkecuali, Rere menjadi manusia pertama di kehidupan barunya yang tahu kehidupan masa lalu dan azmi, anaknya.  Mata Sita berkaca-kaca. "Gue terima kalau akhirnya lo merasa jijik, Re. Ini kenyataan hidup gue yang tak sempurna seperti kalian tahu selama ini. Kotor, Re.. gue perempuan kotor." Menundukkan kepala, tangisnya begitu pilu. Rere yang baru mencerna semua cerita Sita ikut meneteskan air mata. Dia mendekat ke arah Sita, membawa perempuan itu ke pelukannya  Sita membawa Rere ke apartemennya untuk menceritakan tentang dirinya, karena ia berpikir butuh tempat privasi yang lebih membuatnya nyaman. Bukan hal mudah menceritakan kisahnya yang pahit, sama hal seperti Sita kembali pada masa lalu, kembali menyecap rasanya yang pahit.  "Gue nggak akan jijik sama lo, Ta. Hanya masih tak percaya lo menghadapi kehidupan yang begitu pelik. Jangan pernah berpikir lo perempuan nggak baik, perempuan kotor. Lo itu perempuan terkuat yang pernah gue temui, bisa bersikap profesional di tempat kerja dan berteman dengan kita. Lo bisa menanggung beban sebegitu beratnya sendirian, kalau gue jadi lo, mungkin gue udah nggak tahu harus hidup dengan cara apa." Tangannya mengelus punggung Sita. "Jujur, gue marah dan kecewa sama lo, kenapa sih harus sembunyikan anak yang nggak tahu dosa dari gue dan yang lain? Kenapa lo baru cerita ini ke gue, ini membuktikan kalau lo tidak sepenuhnya percaya sama kita, lo masih ragu atas pertemanan kita" Ungkapnya jujur. Sita menggeleng, "Bukan gitu, gue hanya terlalu takut kehilangan kalian. Kehilangan hidup baru gue, tak mudah buat gue menceritakan ini. Lo tau re, semua teman gue dimasa lalu menjauhi karena gue yang kotor dan berdosa ini."  Rere semakin mengeratkan pelukannya. "Jangan bicara gitu ta, lo tidak kotor bahkan lo terlalu berharga untuk dibilang seperti itu. Mereka yang meninggalkan kita saat terkena musibah, artinya mereka yang tidak pantas berteman dengan lo. Masalah itu ada untuk menyeleksi orang-orang yang tulus mau berteman sama kita."  Sita memundurkan dirinya dari pelukan Rere, keduanya berpandangan. "Yang lalu biarlah berlalu ta, Tuhan sayang sama lo. Sehingga dia memberikan azmi untuk jadi kekuatan lo. Pria itu akan menyesal telah memberi luka, lo harus kuat. Tetap menjadi Sita yang selama ini gue kenal. Gue janji ini akan jadi rahasia kita, jika memang lo belum siap Santi, Yulia dan Tyas tahu ini. Gue juga tak akan paksa dan meyakini lo bahwa mereka bisa menerima lo apa adanya setelah tahu ini walau gue yakin mereka akan bersikap sama seperti gue, terima apa adanya lo. Tapi, balik lagi ke diri lo yang pasti sulit percaya sama orang lain lagi setelah perjalanan hidup lo yang penuh sakit hati, dikecewakan oleh orang-orang masa lalu"  "Makasih banyak, Re. Lo meyakini gue, masih ada orang di dunia ini yang benar-benar tulus mau berteman sama gue"  "Sejak pertama kali kita kenal, sejak saat itu gue menanggap lo bukan hanya sekedar teman tapi saudara. Percayalah Sita, didunia ini masih banyak orang baik. Jangan karena di kehidupan lama lo banyak ketemu orang seperti itu, bukan berarti manusia lain pun begitu. Mungkin dulu lo hanya salah tempat untuk mencari teman dan mereka yang rugi udah menghempaskan lo jadi teman mereka. Lo baik hati, suka traktir, mereka nggak suka makan gratis kayak gue makanya nggak butuh lo." Rere mencoba menghibur Sita di akhir kalimatnya, Sita ikut tertawa tecil.  "Gue beruntung punya lo, Re" Rere kembali memeluk Sita, hatinya sakit mendengar kehidupan temannya yang begitu rumit dan kelam.  "Re..?" Tanya Sita begitu tubuh Rere bergetar di pelukan Sita, dan sekarang suara isakan terdengar dari Rere.  "Hidup lo begitu sulit, tapi Sita yang selama ini ada di hadapan gue seperti bukan Sita yang lo ceritakan. Gue tidak pernah tahu rasanya ada di posisi lo, gue tidak akan bilang gue bisa merasakan. Tetapi, membayangkan hidup lo yang begitu sulit-" Rere menjeda kalimatnya, Sita pun ikut kembali menangis "-Lo perempuan hebat yang pernah gue temui, berjanjilah sama gue lo akan tetap kuat. Jangan pernah berpikir sendirian, ada gue dan yang lain. Kita sayang sama lo, apa pun yang orang lain pikirkan tentang masa lalu lo itu, tetaplah jadi Sita. Bawa azmi muncul ke permukaan hidup baru lo ini, jangan sembunyikan dia lagi, ta. Dia tidak tahu apa-apa, gue janji akan menerima anak lo seperti lo sayang sama anak-anak gue. Biarlah itu pria b******k tidak mau tanggung jawab, laki gue siap jadi ayah buat azmi."  Sita terkekeh, "yakin lo kasih suami buat poligami?" guraunya, Rere langsung mencubit tangan atasnya hingga Sita meringis  "Bukan itu maksud gue! Ya, kali gue mau berbagi sama lo!!! Ah.. lo merusak suasana!" keduanya kembali tertawa  Untuk pertama kalinya Sita tidak mengutuk masa lalunya, jika tidak ada masa lalu, ia tidak akan pernah bertemu teman baik yang tulus menerima Sita apa adanya. Satu yang bisa disyukuri saat kita terjatuh, menemukan seseorang tulus yang mengulurkan tangan untuk membantu kita bangkit, seperti Sita yang menemukan Rere, dan berharap teman-teman lainnya pun mau menerima dia. Seperti Rere.   [to be continued]
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN