SL-3

1051 Kata
"Sita, kanapa nggak baca grup?" Tiba-tiba Santi sudah di depan meja kerjanya, Sita sedang fokus pada Fail besar berisi cek untuk p********n. dibuat kaget dengan kemunculan tersebut. Sita mengelus d**a. "Astaga, san!" omelnya langsung. Santi tertawa bahagia melihat ekspresi-nya. "Makanya jadi karyawan jangan rajin-rajin banget sih ta! sampai tidak sadar kehadiran gue." Sita memutar bola matanya malas "ketuk pintu dulu kan bisa, san!" "Nggak lo tutup pintunya, sayang. Lagian sengaja aja pengen hibur teman gue. memang lo tidak kangen sama Mama muda satu ini, secarakan gue tidak masuk kemarin. Lagian parfum gue kan mahal, laki gue aja dari radius satu kilometer bisa tahu gue datang, karena mencium wangi parfum gue" cerocos santi. "Sama sekali tuh gue gak kangen sama lo, cuman sedikit rugi aja. seharusnya ada teman berbagi dosa bareng karena gibahnya si Tyas. Eh, kemarin gue mesti tampung sendiri!" Sita menjeda ucapannya sebentar untuk merapikan kertas-kertas yang dia tekuni sejak tadi. "Lagian san, gue rasa laki lo bukan nyium wangi parfum lo deh. Melainkan sudah hafal aroma feromon lo." Santi berdecak "tumben ibu finance controller kita berani ngomong m***m gitu." yang menanggapi ucapan sita bukanlah Santi melainkan Rere ikut menyusul keruangan sita. Sita mengambil dompet dari dalam tas, sebelum berdiri untuk mendekat pada kedua sahabatnya. "Kalian yang ngajarin, lupa? karena terpaksa gaul sama emak-emak m***m macam kalian, jadi otak gue ikutan tercemar gara-gara kalian sering cekokin gue pake obrolan mesum." Sita dan Rere melangkah duluan diikuti Santi. "Bisa aja lo ta, lagian nggak masalah lah kita udah dewasa ini!" "Bukan dewasa lagi tapi T-U-A, tua!" ucap santi "Lo aja kali san yang merasa udah tua, gue sih gak tuh!" Rere menanggapi, sementara Sita hanya terkekeh menyaksikan kedua sahabatnya ini. Ah... Rasanya hidup sita benar-benar akan sepi tanpa kehadiran mereka, walau tidak jarang membuat jengkel. Sita melirik ke kukibel milik Tyas "Tyas, ayo makan siang bareng." "Wait a second!" Kata Tyas. Mereka melihat Tyas berkaca pada cermin bundar yang menyatu dengan tempat bedak, memoleskan bedak dan menebalkan lipstik dibibirnya, sebelum lanjut menyisir rambut sebahunya. "Lama banget sih, Tyas! Tinggal nih!" keluh Rere "Sabar dong teteh, walau cuman makan siang sebagai perempuan muda dan masih mencari jodoh. terlihat cantik dan mengkilap itu penting." "Cuman makan dibawah aja harus banget dandan gitu, Tyas?" Kali ini Santi yang mengeluarkan pertanyaan, sita hanya menyimak. "Oh! tentu wajib banget! kan gue udah bilang, dimana pun, kapan pun, kita bisa ketemu jodoh. Nah, gue nggak mau calon jodoh gue kena jantungan dan mengurungkan niat buat mengajak kenalan gara-gara lihat gue kusut." "Perasaan yang jomlo dan belum nikah bukan lo aja deh Tyas! sita juga, tapi dia kayaknya tidak seribet lo. Iya nggak, ta?" sindir Rere, lalu menatap Sita minta dukungan. "Turun sekarang aja yuk, gue ada meeting abis jam makan siang." Sita memang selalu menghindar jika pembahasan para sahabat sudah menyerempet tentang statusnya yang masih sendiri. Mereka masuk dalam lift, yang kebetulan kosong. "beda dong, kalau teh sita mah udah cantik jadi tidak perlu repot. Tinggal ngedip dikit juga pria mana pun pasti ngikutin, iya kan teh?" Tyas merangkul bahu sita, mereka benar-benar tidak terlihat seperti atasan dan bawahan. Sita tertawa ringan "Apa sih, makin ngaco aja bicaranya!" Santi dan Rere juga ikut tertawa. Diantara mereka, memang Rere yang paling asal ceplos dan pedas kalau bicara. namun dibanding dengan semua,dia yang paling pengertian. Mungkin karena usia paling matang diantara mereka walau usia tak menjamin kedewasaan seseorang, Melihat dari pengalaman hidup lebih banyak dari yang lain, Sita yakin Rere memang lebih dewasa diantara yang lain. Sementara Santi, memiliki kulit paling coklat diantara yang lain tapi paling manis, dan paling enak diajak tuker pendapat. Apalagi soal kerjaan. Sementara Tyas jangan ditanya,  pasti sudah bisa menebak dia wanita dan teman tipe apa? Ada satu lagi teman mereka, salah satu staff resto. Berprofesi sebagai supervisor cook, Yulia. Dia sedikit lebih alim diantara mereka, kerja dia berbeda terutama jam makan siang seperti ini. Pasti sibuk di dapur, jadi Yulia hanya punya waktu ngobrol dan bertemu diwaktu jam luang kerja.   ***   Meeting siang ini terjadi agak lama, entahlah.. Sita berpikir pria macam apa yang belum muncul saja sudah mampu membuat dia pusing bukan main seperti ini. Serba mau sempurna, itulah yang disimpulkan dari pertemuan meeting hari ini. "Pusing gue, ada ya manusia gitu. belum muncul sudah bikin semua orang kalang kabut begini." Keluh Sita pada Tyas, begitu mereka sampai ruang finance saat jam sudah menunjukkan jam tiga lewat dua puluh menit. "Namanya juga pewaris tahta, kita mah bisa apa atuh, cuman sekedar mencari sesuap nasi di Hotel ini" Sita memutar bola mata jengah atas respon Tyas, sepertinya dia salah alamat untuk tempat berkeluh kesah. "Teh, ijin pulang cepat ya hari ini." Sita menghempaskan tubuh disofa ruangan. Menatap Tyas yang berdiri dihadapannya, tidak jauh dari pintu ruangan Sita. "ada acara?” "Heheh... Iya, boleh ya, makin cantik deh kalau ngasih gue ijin." Tyas memang perayu ulung, Sita mengibaskan tangan. "ya sudah sana pulang, tapi selesaikan kerjaan lo dulu. Senin jangan telat, kita brefing pagi." Mendapat Ijin, Tyas berterima kasih, dia segera kembali ke mejanya. Tidak lama, Sita dengar suara Tyas mengobrol dengan seseorang, sepertinya itu suara Dhito. Benar tidak lama, Dhito muncul. “Hai, meeting kalian sudah beres, kan?" Sita menegakkan tubuh. "Iya nggak apa-apa dhit, memang niat juga habis ini aku mau langsung ke ruangan kamu. Eh.. kamu sudah kesini." Dhito duduk disamping sita "dhit, itu kepala chef yang baru lewat seleksi kamu juga gak sih?" Tanya sita penasaran, "Jangan bilang kamu belum dengar gosip dari tyas, itu sangat mustahil!" Tyas memang luar biasa, bahkan dhito yang kantornya ada di lantai dua saja tahu kelakuan tyas yang satu ini. Sita mengangguk mengerti manusia yang terlahir dari keluarga kaya, contohnya seperti kepala chef ini, pastilah sangat beruntung. Orang diluar sana, termasuk dirinya. Harus melamar kerja melalui aplikasi bursa kerja satu ke aplikasi kerja lainya untuk mencari pekerjaan. Belum lagi melalui interview, kalau diterima, jika tidak rasanya pengorbanan waktu sia-sia. Sedangkan jika terlahir dengan tahta yang dibangun orang tuanya, sudah pasti hanya perlu menunjuk untuk ditempatkan diposisi yang di minati, tidak perlu susah dan buang-buang waktu. Biasanya, jika bos besar, akan datang dengan keangkuhan dan mau serba sempurna. seperti beberapa n****+ yang sita baca, pasti orangnya menyebalkan. Entahlah, sita berharap hidup benar adil dan cerita seperti itu hanya ada di dunia imajinasi para penulis saja jangan di dunia nyata sita.   [to be continued]
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN