Wira sekeluarga sudah tiba di rumah. Wira sudah masuk ke dalam kamar bersama Ziah, begitupun Razzi juga. "Ada apa, Zi?" Wira menatap istrinya. Ia tahu betul, jika Ziah tidak banyak bersuara, itu artinya. Ada sesuatu yang tengah menjadi beban pikirannya. Ziah membalas tatapan Wira. Ia tersenyum, lalu menggelengkan kepala. "Zi ...." Wira duduk di tepi ranjang, tepat di samping Ziah. "Aku tahu kamu luar, dan dalam, Zi. Aku tahu kalau pikiranmu sedang terbebani. Tolong katakan, kita sudah sepakat untuk selalu saling terbukakan?" "Sebenarnya ... ehm, ini baru dugaan ...." "Dugaan apa?" "Tentang perasaan Razzi." "Maksudmu?" "Aku merasa, Razzi menyimpan rasa untuk gadis lain, Aa. Tapi, dia tidak bisa mengungkapkannya pada kita. Karena, harapan yang sudah kita berikan pada dirinya. Ag