3. Tawa Para Kurcaci — Laughter of the Dwarfs

1999 Kata
2018 "Sebenarnya di mana letak kebahagiaan itu? Padahal bahagia hanyalah saat kita bisa tertawa dan tersenyum sepenuh hati. Ketika kita berada di tempat yang aman. Bersama orang-orang yang membuat jiwa kita tentram. Dan bahagia itu sebenarnya sederhana. Hanya dari rasa syukur dan memberi tanpa pamrih." CEISYA Z. REYES ⠀ Panti Asuhan Insan Ikhlas. "Kakak .... bacakan kami dongeng .... Ayolah ...." "Iya, Kakak, Ceisya. Bacain, dong ...." "Kami sudah lama nggak denger dongeng ...." "Satu buku aja ... plis plis plis ...." ⠀ Ceisya tersenyum simpul mendengar rengekan manja itu. Suara-suara ceria dari makhluk-makhluk imut di sekitarnya. Mereka mengelilinginya layaknya kurcaci bawel, kemudian menarik tangannya untuk duduk di bantal duduk di atas karpet lantai ruang santai Panti. Tadinya Ceisya hanya ingin pergi menengok adiknya. Saudara tiri, lebih tepatnya. Satu Ayah, hanya saja beda Ibu. Sayangnya karena mereka tidak mengetahui siapa Ibu adiknya, Daddy menolak mengakui Zicho sebagai anaknya. Padahal tes DNA jelas-jelas menyatakan bahwa Zicho adalah darah daging Daddy. Belum lagi kemiripan fisik mereka berdua. Huff. Meskipun begitu, Ceisya sangat sayang pada Zicho. Ia sudah lama ingin punya adik. Sedihnya, Mommy tidak bisa mengandung lagi setelah melahirkan Ceisya. Mungkin itu yang menjadi penyebab, kenapa Daddy ... suka bersenang-senang dengan perempuan mana pun yang dia mau. ⠀ "Yaaah ... Kak Ceisya malah ngelamun ...," sungut gadis mungil di depan Ceisya mengerucutkan bibirnya. Ceisya tersentak lalu terkekeh. Baiklah, ia menyerah. Bocah-bocah ini sepertinya harus ditenangkan dulu. Kalau tidak ... mereka akan rewel dan terus membuntutinya sampai dapat yang mereka mau. Lagi pula Zicho masih belum pulang dari sekolah, pikir Ceisya. "Okay. Kalian mau dibacakan dongeng apa?" Gerombolan kurcaci itu melompat riang, kemudian dengan cekatan menyodorkan buku yang masih bersampul plastik ke tangan Ceisya. "Ini hadiah dari Kirana dan Ayahnya, Kak. Kemarin mereka datang ke sini," jelas bocah lelaki di sebelah Ceisya. Matanya tampak berbinar-binar saat Ceisya membuka bungkus plastik buku itu. Ceisya sudah sangat sering mendengar tentang Kirana dan Ayahnya dari anak-anak Panti ini. Termasuk dari Zicho. Zicho bilang almarhumah Bunda Kirana dulu juga diasuh dan dibesarkan di Panti ini. Sejak wanita itu menikah, suaminya jadi donatur tetap di sini. Bahkan sampai sekarang, setelah dia tiada. Pantas saja, bangunan Panti ini terus dipugar menjadi semakin bagus. Belum lagi fasilitasnya juga bertambah lengkap. Mereka bahkan punya aula sport sendiri, ruang bermain anak, serta ruang belajar rangkap perpustakaan yang begitu luas dan dilengkapi dengan komputer juga printer dan penunjang kegiatan anak panti lainnya. Sangat jauh berbeda dengan pertama kali Ceisya datang ke Panti menemui Zicho sewaktu kecil. Di perayaan ulang tahun Ceisya tahun lalu, Daddy bilang keluarga besar Ayahnya Kirana juga dia undang ke pesta. Terkhusus keluarga Davies dan Ricci yang memang pernah menjadi partner bisnis perusahaan mereka. Dulu, sejak remaja Ceisya hanya mendengar rumor bahwa Dokter Daniyal Ricci adalah pria yang sangat tampan dan berasal dari keluarga pengusaha terkenal. Seharusnya dia yang memimpin perusahaan menggantikan Ayahnya. Sayangnya pria itu lebih memilih menjadi dokter, hingga tanggung jawab beralih pada saudara laki-lakinya. Dokter Daniyal yang Ceisya dengar dari buletin maupun internet juga dikenal sangat dingin sejak istrinya meninggal. Tetapi, semua berubah saat pria itu bertemu sahabat baru Ceisya, Chana. Ngomong-ngomong tentang pria dingin dan sinis, bagaimana kabarnya pria yang berdansa dengan Ceisya tahun lalu? Ck! Kenapa ia malah tiba-tiba teringat pria aneh itu? Apa karena tanggal ulang tahunnya sudah semakin dekat? Dan Ceisya masih mengingat janji pria misterius itu? ⠀ 'Sampai jumpa lagi di ulang tahunmu tahun depan Ceisya Zehra Reyes. Aku akan memberi kejutan yang akan membuatmu mengingatku seumur hidupmu.' ⠀ Suara dengan tone memikat itu kembali menggema di benaknya. Ceisya menghempaskan napas lelah. Lebih baik ia tidak perlu memikirkan siapa pun yang tidak ada hubungannya dengannya. Ia kembali memusatkan pikiran pada buku di tangannya. Merasa telah menemukan cerita menarik dari salah satu Kumpulan Kisah Teladan di buku ini. "Oke. Sekarang duduk yang rapi, biar Kakak bisa bacakan cerita ini," titah Ceisya lagi. Dengan serentak bocil-bocil atraktif itu duduk rapi di hadapan Ceisya. "Bagus sekali. Siap mendengar ceritanya?" "YAAAA ....!" sorak mereka serempak. Ceisya menarik napas dalam-dalam. "Ini adalah kisah tentang Nabi Sulaiman AS dan semut," mulainya. "Menurut sejumlah riwayat, pernah suatu hari Nabi Sulaiman AS bertanya kepada seekor semut. 'Wahai semut! Berapa banyak engkau perolehi rezeki dari Allah dalam waktu satu tahun?'” ucap Ceisya dengan suara yang sedikit di besarkan seperti lelaki. Bocah-bocah itu terkekeh geli. “'Sebesar biji gandum,' jawab semut." Kali ini Ceisya membuat suaranya terdengar imut. Lalu meneruskan cerita tadi. "Kemudian, Nabi Sulaiman memberi semut sebiji gandum lalu memeliharanya dalam sebuah botol. Setelah genap satu tahun, Nabi Sulaiman membuka botol untuk melihat nasib si semut. Namun, didapatinya si semut hanya memakan sebahagian biji gandum itu." Ceisya terseyum mendapati wajah-wajah kaget di hadapannya. "Kalau adik-adik semua, mau nggak Kakak kasih bekal satu roti selama satu minggu?" "Nggak mau ...." "Aku kuat makan, aku kuat jajan, Kakak ...." "Jangan, Kakak ... nanti aku bisa kurus." "Kamu gendut, kamu bagus diet!" bantah temannya. "Aku nggak gendut, aku cuma sedang dalam masa pertumbuhan!" "Aku mau ditraktir makan enak lagi, Kakak. Satu bulan lagi Kak Ceisya 'kan ulang tahun ...." Bocah yang sepertinya lebih tua dibanding yang lainnya menyela. "Horeeee ... Kak Ceisya bentar lagi ulang tahun. Aku mau makan CFC!" "Aku mau Bento!" "Aku nggak suka, aku mau makan donat JCO!" "Aku mau Pizza!" "Nggak boleh ... Pizza mahal ...." "'Kan bisa makan rame-rame!" Ceisya mendengus menahan tawa. Ia memang sering memanjakan anak-anak Panti ini. Melihat mereka mengucapkan daftar makanan yang mereka mau tanpa malu-malu, membuat Ceisya mengerti. Mungkin saja mereka sering mendengar teman-teman mereka yang mempunyai orang tua, sering membelanjakan anak-anaknya makanan tadi. Dan para penghuni Panti ini hanya berharap Ceisya yang bisa mengabulkannya. Meskipun ada Dokter Daniyal yang menjadi Ayah Kirana dan para donatur Panti lainnya, tapi Ceisya dengar, sang Dokter akan membelikan makanan sehat buat kebutuhan Panti. Dia juga membatasi selera bocah-bocah penuh energi ini dari makanan bertema junk food yang dianggap tidak sehat, tinggi kalori dari gula atau lemak dan sangat sedikit serat makanan, protein, vitamin, mineral atau bentuk nilai gizi penting untuk kesehatan. Jelas yang terlarang itu adalah semua daftar menu bocah-bocah tadi. ⠀ "Sayang-sayangku," Ceisya memotong perdebatan mereka. "Ada yang mau di terusin ceritanya, nggak? Atau udahan aja." "Jangan ... lanjut." "Lanjutin, Kak ...." "Oke. Dengar yang tenang, ya ...." Ceisya mengambil napas sebelum memulai kembali. "Nabi Sulaiman merasa sangat heran. Ia bertanya, 'Mengapa engkau hanya memakan sebahagian dan tidak menghabiskannya?' Lalu semut menjawab, 'Dahulu aku bertawakal dan pasrah diri kepada Allah,' jawab si semut. 'Dengan tawakal kepada-Nya aku yakin bahwa Dia tidak akan melupakanku. Ketika aku berpasrah kepadamu, aku tidak yakin apakah engkau akan ingat kepadaku pada tahun berikutnya, sehingga dapat memperoleh sebiji gandum lagi atau engkau akan lupa kepadaku. Karena itu, aku harus tinggalkan sebagian sebagai bekal tahun berikutnya.'" "Oh ... sedih semut," cicit bocah paling imut di antara mereka dengan mata berkaca-kaca. Ceisya menatap mereka sayang. Sekilas matanya melirik ke arah belakang gerombolan kurcaci kecil tadi. Ternyata adiknya sudah pulang. Zicho menaik turunkan kedua alisnya, tersenyum sambil mengedip pada Ceisya. Sungguh, Zicho sangat mirip dengan Daddy. Bahkan warna mata mereka bertiga pun sama. Bagaimana bisa Daddy masih keras kepala tidak menerima adiknya yang tampan ini. Ceisya kembali mengalihkan pandangan pada bocil-bocil energik di hadapannya. "Nah, dari sini kita bisa ambil pelajaran apa?" "Jangan makan banyak-banyak, nanti gendut dan makanan cepat habis." "Bukan ... kita disuruh hemat makanan." "Tapi Dedek nggak kuat makan satu loti satu minggu," ucap gadis kecil cadel dengan bibir mengerucut. Ceisya tergelak. "Di sini kita diingatkan untuk, satu ... jangan bergantung pada manusia, bahkan meskipun ia seorang Nabi sekali pun. Karena manusia punya sifat lupa, juga punya batas kekayaan. Kakak Ceisya juga gitu. Tapi bergantunglah pada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, yang punya kekayaan dan kasih sayang tanpa batas," tegas Ceisya seraya menatap mereka lembut. "Nah, dua, ketika kita sedang punya rezeki, kita harus mengingat dan mempertimbangkan hari berikutnya. Jangan boros, tapi nggak boleh pula jadi kikir. Mengerti?" "Ngerti, Kakak ...." "Jangan lupa, saat ada rezeki, berbagilah dengan yang membutuhkan." "Siap, bos kuh!" Anak-anak itu tertawa riang. Membuat Ceisya ikut terkekeh menggelengkan kepala. "Nah, sekarang Kakak mau ngobrol dulu sama Kak Zicho, ya ...." Bocah-bocah itu mengangguk ceria. Paling tidak mereka sudah dapat satu cerita hari ini. Dan sekarang mereka kembali berlarian bermain di halaman. ⠀ Zicho menghampiri Ceisya. Menyalami dan mengecup punggung tangannya. "Apa kabar, Kak?" Ceisya membelai lembut pipi adiknya. Mereka sudah sama tingginya sekarang. Tahun lalu ia masih menunduk ketika menatap Zicho. Hmm ... mungkin karena Zicho suka olah raga basket, batin Ceisya menyusuri pakaian olah raga yang Zicho kenakan. "Baik. Kamu gimana? Akhir-akhir ini sibuk terus." "Maaf aku jarang kasih kabar, Kak. Aku sedang sibuk latihan basket. Kemarin aku dan Raizel terpilih sebagai tim inti. Padahal kami masih kelas sepuluh." "Wah ... selamat ya, sayang," Ceisya memeluk adiknya bangga. "Kakak, aku belum mandi," kekeh Zicho. "Kamu selalu wangi." Mereka saling bertatapan. "Beberapa minggu ke depan, Kakak bakalan sibuk karena ada banyak kegiatan di kampus. Ada persiapan sebelum study tour ke perusahaan software berskala internasional selama seminggu. Lalu Kakak juga harus menyusun laporan dan jurnal tentang hasil study tour setelah pulang nanti. Jadi sampai hari ulang tahun Kakak, Kakak nggak bisa nengok kamu dulu." "Nggak apa-apa, Kak. Aku 'kan bukan anak kecil lagi," ucap Zicho lembut. Ia bahagia sekali punya Kakak seperti Ceisya. Ceisya mau menerimanya meski ia hanya anak ... yang tidak sah dari Daddy mereka. Zicho sendiri tidak tahu siapa Ibu kandungnya. "Ulang tahun Kakak tahun ini, setelah dirayakan di Panti, kita pergi jalan-jalan sekeluarga, ya. Kakak sudah membujuk Mommy dan Daddy untuk membawa kamu serta. Mereka sudah setuju." Zicho mengerti. Ia percaya kalau itu Mommy. Tapi, Daddy tidak pernah secuil pun menyukainya. Bagaimana mungkin pria arogan itu setuju mengajaknya? Zicho berpikir sejenak. Kak Ceisya sangat disayangi Daddy, apalagi di hari ulang tahunnya. Ia pasti akan mengabulkan semua keinginan Kak Ceisya. Namun ... Zicho harus bersikap apa di depan Daddy? Daddy seringnya menganggap dia tak ada. ⠀ "Kamu kosongkan jadwal kamu selama tiga hari. Kita pergi di akhir pekan. Mau, ya ...?" pinta Ceisya dengan suara memelas. Ia tahu kebimbangan Zicho. Hanya saja, sebagai putra Daddy mereka dan adik Ceisya, Ceisya ingin Zicho juga merasakan kebahagiaan yang ia rasakan. Zicho menatap Ceisya yang terlihat begitu berharap. Ia sayang pada Kakaknya dan ia tidak ingin mengecewakan Ceisya. Terserah nanti Daddy menganggapnya tak kasat mata. Yang penting ada Kakaknya di sisinya. Kalau Mommy ... Mommy wanita yang lembut dan penyayang, sama seperti Kak Ceisya. Hanya saja Zicho sedikit rikuh saat berhadapan dengan Mommy. Mommy selalu menangis ketika melihatnya. Zicho pikir, mungkin Mommy sedih karena Zicho adalah anak hasil perselingkuhan Daddy dengan wanita lain. Wanita perusak rumah tangganya. "Hei ... kok nggak jawab?" Zicho tersentak lalu mengangguk pelan. Binar mata yang sama dengannya itu tampak bahagia. Zicho suka setiap kali Ceisya tersenyum. Oh! Ia ingat sesuatu. Ia rasa ini sedikit terlalu dini. Tapi, entah mengapa Zicho ingin menyerahkannya sekarang. Ia amat bersemangat dan ingin segera melihat reaksi Kakaknya. "Aku mau ngasih sesuatu sama Kakak. Tunggu sebentar," ucapnya segera berlari cepat menuju lantai atas. Kamarnya. Ceisya hanya bisa terpana melihat tingkah Zicho tadi. Tapi paling tidak, adiknya sudah setuju untuk ikut quality time bersama keluarga mereka. Ceisya sangat senang. Sambil menunggu Zicho kembali, Ceisya melihat pesan chat yang masuk di ponselnya. Begitu banyak. Namun, hanya satu yang membuatnya tersenyum bahagia. Ada beberapa pesan dari kekasihnya. Akhirnya, tahun ini Ceisya punya pria spesial di hari ulang tahunnya. Dan pria ini dengan sifatnya yang kalem dan prestasinya di kampus sungguh sangat Ceisya kagumi. Meski banyak yang lebih tampan yang menginginkannya, tapi entah kenapa, Ceisya suka dengan pria ini. Ia bahkan tidak mengira kalau seniornya itu juga menyukainya sejak Ceisya pertama kali menginjakkan kaki di kampus mereka. Dan sebentar lagi pria itu akan wisuda. Giliran Ceisya yang akan menjadi Pendamping Wisudanya nanti. Ceisya membuka pesan itu penuh semangat. Namun senyumnya seketika surut. ⠀ Andra (16.55 PM) Ceisya. Maaf sebelumnya. Aku nggak bermaksud buat nyakitin kamu. Tapi, setelah beberapa waktu ini, aku ngerasa kayaknya kita lebih cocok buat temenan aja. Aku nggak bisa jalan lagi sama kamu. Kita terpaksa harus putus. Maaf.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN