19. Bahaya Datang

1698 Kata
Ketika perjalanan dilanjutkan setelah mereka berhenti di rest area itu, Dery tidak bisa tidur lagi. Alasannya yang pasti tentu saja karena kopi s**u yang diminumnya saat di rest area tadi. Sementara alasan lainnya, Dery tidak bisa lagi merasa tenang usai sikap siaga Zora, yang kemudian cepat-cepat membawanya untuk bersembunyi di bus. "Sebaiknya kita terus di dalam bus ini sampai tiba di tujuan," begitu ujar Zora setelah mereka sudah berada di dalam bus. Kali ini Zora duduk di samping jendela dan ia sengaja menutup gorden jendela bus pada bagian tempat duduk mereka, namun masih menyisakan celah kecil untuk mengintip. "Walau belum melihat siapa pun di sini, tapi saya rasa ada yang baru saja berteleportasi tidak jauh dari lokasi kita sekarang." "Vampire?" "Iya. Dan kemungkinan besar anak buahnya Javon." Dery hanya mampu menelan ludah mendengarnya. Setelah itu, ia tidak banyak bicara gara-gara overthinking. Dery semakin tersadarkan bahwa perjalanan mereka ini sangat lah berbahaya. Tersesat di gunung bukan lagi ancaman, bertemu dengan manusias serigala tadi pun bahkan tidak terasa sebagai ancaman dan bahaya lagi. Yang jadi ancaman sebenarnya justru kehilangan nyawa karena para pasukan Javon yang pasti tidak akan segan menyerang jika bertemu dengan mereka. Ketakutan Dery kian membesar, tapi ia tahu kalau mau mundur pun sudah tidak bisa lagi. Dia sendiri yang telah memilih untuk membantu Zora, untuk setidaknya memberi keadilan pada Sharon, Pak Teguh, dan korban yang lain dengan cara menghentikan tindakan para vampire brutal itu. Dery juga harus melakukan ini untuk melindungi orang lain yang bisa saja di kemudian hari menjadi target korbannya. Siapa saja bisa jadi korban, termasuk teman-temannya atau bahkan Engkong. Mengingat Engkong membuat Dery tergerak untuk menelepon kakeknya itu. Tapi, dua kali Dery coba telepon...dua-duanya berujung di-reject. Jelas sekali, Engkong marah besar sampai tidak mau bicara lagi dengannya. Akhirnya, Dery hanya bisa menghembuskan napas kasar dan mengirimi pesan permintaan maaf pada Engkong. Maaf gue udah kagak nurut, Kong. Maaf udah bikin Engkong marah. Maaf karena udah kabur. Gue sayang banget sama Engkong. Makasih buat semua yang udah Engkong kasih ke hidup gue selama ini. Kurang lebih seperti itu lah pesan yang dikirimkan oleh Dery pada Engkong. Dan ketika membaca ulang pesan tersebut, perasaan Dery jadi tidak enak karena semua pesan itu seperti sebuah pesan perpisahan. Apa mungkin alam bawah sadarnya tahu kalau akan ada bahaya yang menimpanya sebentar lagi dan bisa membuatnya kehilangan nyawa? Karena itu, secara tidak sadar Dery mengucapkan perpisahan pada Engkong. Dery buru-buru menggelengkan kepala dan menepuk-nepuk pipinya sendiri, berusaha mengenyahkan pikiran itu. Ia tidak mau berpikiran buruk karena tidak mau hal itu terjadi. "Kamu kenapa?" Zora jadi bertanya khawatir karena melihat Dery menepuk cukup keras wajahnya sendiri seperti itu. "Gak." Dery menggelengkan kepala. "Gak apa-apa." "Tapi, kamu terlihat tidak baik-baik saja." Dery tertawa. "Siapa juga sih yang bisa baik-baik aja di situasi kayak sekarang?" tanyanya retoris. "Udah kagak waras kali gue kalau masih bisa haha hehe hihi hoho doang." Zora jadi melengos mendengar Dery bicara begitu, sebab ia jadi merasa tidak enak sendiri. Kalau Zora sudah seperti itu, yang jadi merasa bersalah justru Dery karena ia merasa sudah terlalu kasar pada Zora. Untuk mengalihkan pembicaraan, Dery memilih bertanya, "Gimana sekarang? Lo nggak ngerasain kehadiran pasukannya Javon lagi, kan?" Gelengan kepala Zora membuat Dery sedikit merasa lega. Cuma sedikit, sebab ia tahu bahwa hal itu tidak bisa menjamin mereka bisa bebas dari bahaya nantinya. "Mungkin yang saya rasakan di rest area tadi bukan pasukan Javon, melainkan vampire lain." "Ya, syukur deh kalau gitu." "Kamu istirahat saja kalau mau istirahat. Saya akan pastikan kamu aman." "Mana bisa gue istirahat dengan tenang kalau udah begini. Tadi juga gue udah minum kopi, jadinya mata gue masih seger sampai sekarang." "Yasudah kalau begitu, terserah kamu." "Gue mau tanya sesuatu dong." Zora yang baru sebentar menghadap ke depan, jadi menoleh ke Dery lagi karena Dery bilang begitu. Ia memandang Dery penuh tanya, siap untuk mendengarkan pertanyaan yang mau diutarakan laki-laki itu. Pertanyaan Dery hanya satu. "Apa kelemahan vampire?" Zora tidak langsung menjawab dan hanya mengerjapkan mata. "Lo kan bilang kalau kelemahan para werewolf itu semua benda yang terbuat dari perak. Nah, gue mau tau apa kelemahan bangsa vampire? Biasanya, di cerita fiksi atau film, diceritakan kalau kelemahan bangsa kalian itu sinar matahari dan bawang putih. Tapi, lo biasa aja kalau kenar sinar matahari, dan tadi lo bilang kalau kalian juga nggak apa-apa sama bawang putih, dan cuma sekedar nggak suka aja. Jadi, kelemahan kalian tuh apa?" Sebagai jawaban, Zora meletakkan tangan di d**a kirinya. Gestur Zora itu membuat Dery mengernyit. "Jantung maksud lo?" Zora mengangguk. "Berbeda dengan bangsa werewolf, tidak ada benda yang bisa melukai kami. Di cerita yang kamu bilang tentang kami yang takut bawang putih atau sinar matahari, itu semua tidak benar. Satu-satunya cara untuk membuat kami terluka dan mati adalah jantung kami." "Jadi, kalau mau membunuh Javon...yang harus diserang adalah jantungnya?" "Iya." Dery tertawa lagi. Bukan karena lucu, tapi lebih karena ia merasa miris. Dengan semua kekuatan yang Zora ceritakan dimiliki oleh Javon, bagaimana caranya mereka bisa menghujam jantung vampire brutal itu? *** Bus yang mereka tumpangi baru sampai di Terminal Tidar sekitar pukul sebelas malam. Ketika turun dari bus, baik Dery maupun Zora langsung bersikap siaga. Mereka awas dengan keadaan sekitar. Selain karena takut ada serangan vampire tiba-tiba, mereka juga takut ada sekumpulan werewolf yang tidak terima mereka ada di sana, seperti yang terjadi di terminal sebelumnya. Karena ini sudah cukup larut, kondisi terminal pun terlihat sepi. Dery tidak melihat orang-orang dengan warna aura yang aneh di sekitar mereka. Tidak ada vampire, tidak ada werewolf. Setelah memastikan itu, Dery baru merasa sangat lega. Zora pun sama. Ia baru bisa merasa sedikit santai setelah memastikan tidak ada ancaman di sekitar mereka, setidaknya untuk sekarang. "Kayaknya kita cari penginapan di sekitar terminal ini aja dah. Terus sebelum subuh besok, baru kita berangkat ke Kaliangkrik," ujar Dery pada Zora dalam perjalanan mereka keluar dari terminal. "Gue capek soalnya. Kalau pun lo bisa ngajak gue teleportasi ke sana malam ini juga percuma, soalnya kita baru bisa mulai mendaki besok." Zora mengangguk saja. "Terserah kamu, Dery. Soalnya yang bisa merasa capek cuma kamu." Dery mendengus. "Sombong amat," sungutnya. Agak tidak terima walau kenyataannya memang Dery yang manusia biasa ini gampang lelah, berbeda dengan Zora si vampire yang selalu kelebihan tenaga. Begitu sudah sampai di luar terminal, mereka berhenti dan melihat ke sekitar. Dery membuka ponselnya yang sebentar lagi sudah kehabisan daya baterai, tapi syukurnya masih ada sehingga ia bisa mengecek peta untuk melihat penginapan yang paling dekat dengan terminal. Begitu sudah menemukan penginapan tersebut dan mendapatkan gambar salah satu kamarnya lewat Google, Dery memperlihatkan gambar tersebut pada Zora sambil nyengir lebar. "Bisa nggak lo ajak gue teleportasi ke sini? Kayak kemarin, kita nginep gratis lagi gitu. Biar hemat hehe." Zora mengangguk. "Bisa," katanya tanpa ragu. Perempuan itu sama sekali tidak keberatan dengan sikap hemat Dery yang terlihat seperti tidak mau keluar modal ini. "Yok lah kalau gitu." Dery meraih tangan Zora, menyelipkan jemarinya di antara jemari perempuan itu, lalu terlebih dahulu membawanya ke tempat paling sepi yang tidak akan dilihat oleh siapa pun ketika mereka berteleportasi nantinya. Yah, kalaupun ada yang melihat juga paling mereka hanya akan menganggap Dery dan Zora sebagai hantu. Mereka berhenti di bawah sebuah pohon yang gelap karena tidak mendapat akses cahaya dari manapun. Dery mengabaikan kehadiran para dedemit yang ada di sekitar pohon itu. Mereka sama sekali tidak membuat Dery takut. Dia jauh lebih takut dengan Javon walau belum pernah melihat rupanya, dibanding dengan para hantu yang kadang-kadang wajahnya seram dipenuhi borok dan belatung. "Sekarang, Zor," ujar Dery setelah memastikan kondisi mereka aman. POP! Tanpa aba-aba, Zora membawa Dery pergi dari sana, ke tempat mereka bisa menginap secara gratis. *** POP! Ini adalah kali kedua Dery berteleportasi dan rasanya tetap sama, dia masih mengalami efek samping mual dan pusing. Ia bahkan sampai sempoyongan setelah berhasil dibawa oleh Zora ke kamar penginapan yang tadi ditunjukkannya pada perempuan itu. Secara akurat, mereka benar-benar sampai di kamar yang persis seperti di foto. Dery takjub dengan kemampuan Zora itu, tapi ia tidak sempat untuk memuji karena buru-buru ke kamar mandi untuk muntah di westafel yang ada di sana. Mungkin karena Dery sedang sangat capek, efek sampingnya jadi lebih terasa. Untung saja, tidak semua isi perut Dery keluar, dan ia cuma muntah-muntah macam ibu hamil doang. Setelah muntahnya beres, Dery langsung membasuh wajahnya, sekaligus menyikat gigi. Ia cukup tahu diri untuk tidak menggunakan sikat gigi yang tersedia di kamar penginapan itu, dan menggunakan sikat gigi yang dia bawa sendiri. Dery sebenarnya ingin mandi karena merasa badannya sudah lengket akibat keringat. Tapi, dia terlalu malas untuk langsung melakukannya, dan memutuskan untuk tidur terlebih dahulu. Sebelum berangkat besok, baru deh mandi. Sekalian hemat air kan hehehe. "Zor, kapan-kapan lo ajak gue teleportasi ke hotel bintang lima ye. Terus kamarnya pilih yang president suite." Dery berujar sambil cengengesan pada Zora ketika dirinya sudah keluar dari kamar mandi dengan kondisi yang jauh lebih segar. Kini Zora sudah melepas tudung hoodie dan masker di wajahnya yang seharian ini dipakai. Akhirnya, wajah si cantik terlihat bebas lagi. Zora hanya geleng-geleng kepala dan tertawa kecil menanggapi permintaan Dery itu. "Ya, kalau ini semua sudah selesai. Saya bawa kamu ke sana." Dery nyengir. Ia jadi semangat untuk menyelesaikan masalah ini kalau hadiahnya bisa menginap di president suite hotel bintang lima secara gratis. Lalu, ia menghempaskan tubuhnya di kasur yang empuk. Karena ia sengaja memilih kamar dengan twin beds, jadi dirinya dan Zora akan punya kasur yang berbeda. Kalau di kasur yang sama, Dery yakin dia tidak akan bisa tidur dengan tenang, soalnya salting sekasur sama cewek cantik. "Gue tidur dulu ya, Zor. Lo kan nggak tidur, jadi bangunin gue jam empat pagi." Zora hanya menganggukkan kepala saja. Karena tubuh Dery sudah terlalu lelah, jadi dengan mudahnya kantuk datang dan membuat matanya jadi sayu. POP! Dery hampir saja terbang ke alam mimpi ketika suara teleportasi terdengar dan membuatnya terlonjak. Lalu, apa yang terjadi selanjutnya sangat cepat. Dery bahkan belum sepenuhnya sadar ketika Zora loncat ke arahnya, meraih Dery dan juga tas gunungnya (yang untung saja tidak terlupakan), lalu membawa Dery berteleportasi dari sana. Yang terakhir Dery ingat sebelum mereka meninggalkan kamar nyaman itu adalah tiga pasang mata merah vampire yang memandang mereka seperti mangsa. Hanya satu hal yang bisa Dery pikirkan setelahnya; bahaya baru saja datang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN