Berhubung Dery tidak punya cukup uang untuk membeli tiket pesawat untuk dirinya dan Zora, jadilah mereka harus puas pergi dengan naik bus. Perjalanan yang akan mereka tempuh tentunya tidak akan secepat jika naik pesawat, tapi setidaknya lebih baik daripada tidak sama sekali.
Kalau nekat membeli tiket pesawat di saat Dery saja sudah lama tidak bekerja, bisa-bisa saat pulang ia akan jadi manusia kere. Belum lagi ia harus menepati janji kepada Engkong untuk tidak mengambil pekerjaan yang berhubungan dengan hal mistis lagi. Itu berarti, pulang dari mengantar Zora pada Mbah Sugeng, ia akan jadi pengangguran. Karena itu, Dery tidak bisa menghabiskan tabungannya hanya untuk membeli tiket pesawat yang harganya mungkin bisa sampai sepuluh kali lipat harga tiket bus.
Zora pun tidak menolak diajak naik bus. Yah, kalau dia sampai menolak juga sih, Dery yang bakal sewot duluan. Si vampire itu tidak punya hak untuk marah di saat dirinya saja tidak punya uang dan bergantung pada Dery belakangan ini.
Setelah dari rumah Sharon, Dery langsung mengajak Zora ke terminal. Sialnya, bus menuju Magelang yang berangkat pagi sudah pergi ketika mereka sampai. Dery greget banget karena mereka terlambat lima belas menit. Yang tersisa hanya lah bus yang berangkat jam tiga sore. Padahal, Dery sangat menghindari berangkat sore hari agar mereka tidak sampai saat malam.
Selain karena mereka tidak akan bisa mendaki saat itu juga jika sampai malam hari dan itu artinya Dery harus keluar uang untuk biaya menginap, Dery juga takut. Para vampire selalu menyerang saat malam hari, karena itu Dery was-was jika akan ada vampire yang menyerangnya dan Zora nanti.
Tapi mau bagaimana lagi juga, kan? Salah mereka sendiri datang terlambat sehingga ketinggalan bus pagi. Mau kembali dan menunggu di rumah juga tidak bisa, karena sudah pasti Engkong akan ngamuk dan menahan Dery pergi. Jadi lah sekarang mereka berdua hanya bisa menunggu di warung makan yang ada di terminal hingga waktu keberangkatan bus mereka nanti.
Dery bosan setengah mati. Rasanya sudah lama sekali ia duduk di sana dan telah menghabiskan semangkuk mie rebus, lima potong gorengan, dan segelas besar es teh manis. Tapi, waktu baru berlalu tak sampai satu jam, dan mereka masih harus menunggu selama lima jam lagi. Mana badan Dery pegal-pegal, dan tidak ada tempat baginya untuk tiduran di warung makan itu karena memang kondisinya ramai dan semua kursi di warung itu pun terisi penuh.
Begitu melirik Zora yang ada di sebelahnya, perempuan itu hanya diam dan melamun saja. Zora masih mengenakan celana dan hoodie milik Dery. Bahkan, Dery menyuruh Zora untuk mengenakan kupluk hoodie tersebut dan memberi Zora masker untuk menutupi wajahnya. Walau Zora bilang penampilannya akan terlihat biasa saja di mata orang awam, tapi lebih baik menutupi wajahnyayang kelewat cantik itu untuk menghindari perhatian yang tidak perlu.
Terlebih lagi, Dery sempat mendapati beberapa dengan warna aura berbeda, walau sejauh ini ia belum melihat aura vampire ada di sekitar mereka. Dery tidak tahu siapa atau apa orang-orang yang memiliki aura berwarna kuning, kelabu, hingga biru yang menyelimuti mereka. Namun, Dery jadi takut sendiri jika mereka bisa berbahaya. Sejak memiliki kemampuan baru ini, Dery memang jadi seseorang yang lebih parnoan daripada sebelumnya.
Ketika tiba-tiba dilihatnya Zora duduk menegang, Dery langsung siaga.
"Kenapa?" Tanyanya panik.
Takut lah Dery kalau tiba-tiba Zora mendeteksi adanya kehadiran vampire lain di sini yang bisa saja membahayakan mereka. Kantuk yang sebelumnya mulai menyerang Dery pun langsung hilang begitu saja.
Zora tidak menjawab pertanyaan Dery, perempuan itu justru melirik seorang pria berbadan kekar yang baru saja melintas di belakang kursi mereka. Jantung Dery mulai berdegup kencang, takut jika dirinya dan Zora diserang oleh pria yang memiliki tubuh serupa biaragawan di balik jaket yang dikenakannya.
Dery merinding ketika pria itu menolehkan kepala kepada mereka dan melirik Zora tajam. Tubuh Dery ikut menegang karena takut dan rasa-rasanya, ia pun menahan napas. Ketika pria itu kembali melengos dan telah berjalan melewati mereka, baru Dery bisa menghembuskan napas lega. Lalu, ia baru menyadari aura kelabu yang samar berpendar menyelubungi pria itu. Artinya, pria itu bukan lah bangsa vampire. Bukan juga pasukannya Javon karena ia tidak melakukan penyerangan dalam bentuk apapun terhadap Dery maupun Zora.
"Itu tadi siapa?"
Dery bertanya pada Zora ketika perempuan itu sudah tidak lagi memandangi pria tadi dan ia pun sudah kembali rileks. Zora menatap Dery, terlihat ragu untuk menjelaskan.
"Dia bukan manusia kan?" Tebak Dery yang disampaikan dalam sebuah bisikan. Karena di meja panjang tempat mereka duduk saat ini, ada banyak orang lain. "Tapi dia juga bukan vampire. Bener nggak gue?"
Akhirnya, Zora menganggukkan kepala, tanpa sadar jika anggukan kepalanya itu membuat bulu kuduk Dery merinding lagi. Namun, rasa penasarannya masih begitu besar.
"Terus...siapa--eh, maksudnya apa? Orang itu tadi apa?"
"Musuhnya para vampire."
Hanya itu jawaban Zora, tapi jawaban tersebut sukses membuat Dery terkesiap kaget. Bahkan, ia sampai menutupi mulutnya sendiri. Tanpa perlu dijawab dengan gamblang juga semua orang tahu siapa musuhnya vampire.
"WEREWOLF MAKSUD LO?!"
Saking kagetnya di Indonesia juga ada manusia serigala, Dery sampai tidak peduli lagi untuk bisik-bisik.
Dunia Dery sudah terlalu aneh sekarang. Mungkin Dery harus ganti nama dari Rasendriya Caraka jadi Nayla Kamila, soalnya kisah hidupnya sekarang sudah serupa sinetron Ganteng Ganteng Serigala, alias ANEH BANGET ANJERRRR NGGAK MASUK AKAL!
***
Dery masih shock sih gara-gara sekarang dia tahu kalau ternyata, tidak hanya ada vampire betulan di dunia ini, tapi musuhnya vampire si werewolf juga ada! Rasanya mindblowing sekali, terutama karena sebelumnya Dery sudah pernah melihat mereka beberapa kali di jalan. Hanya saja, saat itu Dery hanya menyadari warna auranya saja, tanpa tahu apa atau siapa mereka dengan warna aura kelabu seperti itu.
Ternyata...mereka adalah bangsa werewolf. Dan sama seperti bangsa vampire yang tersebar di beberapa tempat di kota ini, bangsa manusia serigala pun juga begitu.
Walaupun masih ngerasa ngeri-ngeri sedap mengingat bagaimana Zora dan pria tadi saling bertukang tatapan tajam sarat akan permusuhan, tapi pertemuan mereka telah berhasil membuat Dery tidak bosan lagi. Ia jadi tertarik dengan informasi baru didapatnya, dan tidak bisa berhenti bertanya kepada Zora soal itu.
Dery bahkan mengajak Zora untuk mencari tempat duduk yang sepi, atau setidaknya tidak terlalu dekat dengan orang lain, agar mereka tidak perlu bicara sambil bisik-bisik.
"Aduh, gue masih kaget banget kalau ternyata di Indonesia juga ada yang namanya werewolf! Gue pikir cuma ada bangsanya si Edward Cullen aja di sini, ternyata bangsa si Jacob Black juga ada! Dan sebelum-sebelumnya juga gue udah pernah liat di jalan, tapi nggak ngeh aja! Gila banget!"
Dery berceloteh panjang lebar, tidak peduli jika Zora sebenarnya tidak mengerti siapa itu Edward Cullen maupun Jacob Black. Jadi, ia hanya mendengarkan celotehan semangat Dery yang kini sudah serupa anak kecil yang baru saja mengetahui sebuah informasi baru dan ingin menggali lebih dalam tentang informasi baru tersebut.
"Jadi, sama kayak di film-film, kalian tuh emang musuhan gitu ya? Macem si Galang sama rombongannya Tristan tuh, kan musuhan banget, kalau ketemu mereka bawaannya gelut aja. Lo pernah nggak berantem sama werewolf? Terus apa tiap ketemu kalian emang saling pelotot-pelototan gitu? Terus mana yang lebih kuat? Vampire atau werewolf? Mereka kan nyebar di antara manusia juga, apa bangsa werewolf jahat juga sama manusia? Mereka nggak makan daging manusia, kan? Kalau iya, serem abis!"
Untung saja Zora baik dan penyabar, jadi ia masih bisa tersenyum walaupun Dery sudah bicara seperti seorang rapper dan tanpa jeda sama sekali. Adalah sebuah keajaiban Dery masih bisa bernapas dengan baik dan tidak megap-megap setelah ngoceh begitu panjang.
"Sudah dari dulu memang bangsa vampire dan werewolf menjadi musuh. Kami tidak selalu bertengkar, tapi memang tidak pernah suka jika berada dekat antara satu sama lain. Mereka itu bau, makanya saya selalu sebal jika berada dekat dengan mereka. Dan selama ini, tidak akan ada pertempuran yang terjadi di antara bangsa kami dan bangsa mereka, asalkan tidak saling mengusik teritori satu sama lain. Saya tidak tau apakah mereka jahat terhadap manusia, sebagaimana yang dilakukan oleh Javon. Tapi, setahu saya mereka tidak makan daging manusia."
Semua pertanyaan Dery tadi dijawab oleh Zora.
Dery pun bernapas lega karena ia tahu, setidaknya bangsa manusia serigala tidak memburu manusia untuk dijadikan makanan.
Eits, tapi penjelasan Zora itu belum selesai. Perempuan itu menambahkan, "Tapi, karena manusia serigala harus hidup dalam sebuah pack agar mereka tetap kuat, pada saat-saat tertentu, mereka berburu manusia untuk dirubah menjadi anggota pack mereka."
Dery tertawa sarkastik. "Emang tai semua lah kalian sama manusia."
Zora hanya mampu tersenyum meringis.
"Terus, siapa yang lebih kuat? Vampire atau werewolf?"
"Jelas vampire." Zora menjawab cepat dan penuh percaya diri.
Dery mencibir. "Halah, masa iya?"
Kepala Zora terangguk untuk meyakinkan Dery.
"Kemampuan bangsa werewolf hanya lah keuatan fisik mereka yang di atas rata-rata dan kemampuan untuk shape shifting. Sedangkan vampire, walau kekuatan fisik bangsa kami berbeda tergantung tingkatan dan sumber energi, tapi beberapa vampire memiliki kemampuan khusus. Contohnya, banyak yang bisa melakukan teleportasi, dan beberapa vampire kuat bahkan bisa melakukan mind reading."
Dery membelalakkan mata. "Lo kan kuat, berarti lo bisa baca pikiran?"
"Mendiang orang tua saya bisa."
"Javon?"
"Bisa, walau tidak selalu."
"Anying, kekuatan dia banyak amat dah," sungut Dery yang kesal sendiri. Semakin hari, semakin ada saja kekuatan lain si raja vampire itu yang diketahui olehnya. Wajar saja jika Javon sulit untuk dikalahkan.
Ah sial, memikirkan itu hanya membuat Dery pesimis. Lebih baik, mereka tidak membahas tentang si raja gila itu sekarang.
"Balik lagi ke werewolf deh," ujar Dery mengalihkan pembicaraan. "Kelemahan mereka apa?"
"Segala sesuatu yang berbahan perak. Mereka tidak bisa menyentuh itu karena akan membuat kulit mereka melepuh."
Dery spontan meraih gantungan kunci yang ada di salah satu resleting tas gunung miliknya. Gantungan kunci tersebut merupakan hadiah dari Engkong waktu dia ulang tahun ke tujuh belas, dan katanya gantungan kunci berbentuk ayam itu terbuat dari perak. Dery jadi lega.
"Setidaknya kalau werewolf tadi mau nyerang, tinggal gue colok mata mereka pake gantungan kunci perak ini."
Zora tersenyum, lalu ia lanjut lagi, "Terus, berbeda dengan vampire, werewolf tidak immortal. Mereka bisa menua, selayaknya manusia, walau hidup mereka bisa sedikit lebih panjang dari manusia pada umumnya."
"Oh iya, gue baru inget kalau vampire tuh immortal. Berarti kalian nggak akan bisa mati kan kalau nggak secara khusus dibunuh?"
Zora mengangguk.
"Ngaku deh, umur lo udah berapa ratus tahun?!"
Dery sih tidak akan terkejut misal Zora bilang usianya dua ratus tahun, cuma dia bakal canggung sih kalau kenyataannya memang begitu. Kayak wow, seharusnya ia tunduk pada Zora yang lebih tua dari nenek moyangnya jika memang Zora berusia dua ratus tahun.
"Saya baru dua puluh tahun," jawab Zora. Dery lega mendengarnya. Cuma sebentar sih, soalnya Zora lanjut bilang, "Tapi, Javon sudah seratus satu tahun."
"BUSET DAH! BERARTI DIA PEDO DONG, ANYING! BEDA DELAPAN PULUH TAHUN! YANG BENER AJA?!"
Zora hanya mengedikkan bahu. "Dalam bangsa vampire, itu tidak terlalu penting. Toh, rupa kami tidak akan menua."
Tetap saja Dery tidak bisa menerima itu. Mau gimana pun juga, si Javon tetap p*****l karena mau menikahi seseorang yang jauh lebih muda darinya. Yah, walaupun usia dua puluh tahun juga sudah jadi usia legal di sini, tapi tetap saja kalau manusia sih, Javon yang seratus tahun akan jadi hujatan satu Indonesia karena mau menikahi secara paksa seseorang yang berusia dua puluh tahun.
Dery sudah mau misuh-misuh lagi tentang Javon yang p*****l. Tapi, apa yang hendak dia sampaikan tertahan di lidah gara-gara Zora yang kini mencengkeram lengannya. Tentu saja Dery kaget karena Zora tiba-tiba begitu.
Saat ini pandangan Zora lurus ke depan. Begitu Dery melihat ke arah yang sama, ia jadi mengerti kenapa. Di sisi lain terminal ini, tepatnya tidak seberapa jauh dari tempat mereka duduk, ada pria werewolf tadi. Dan sekarang, dia tidak sendirian, melainkan bersama beberapa bangsanya yang lain.
Dery ikut menegang bersama Zora.
"Ternyata mereka banyak," gumam Dery.
Zora mengangguk dan balas bergumam, "Ternyata...ini teritori mereka."