Ketika mobil yang mereka tumpangi berhenti di rambu-rambu jalan. Chanyoel melihat seorang pria tua yang sedang membongkar-bongkar bak sampah yang letaknya tak jauh dari mereka. Melihat rentang waktu yang tersisa di monitor rambu-rambu masih cukup lama. Chanyoel bergegas mengambil uang di dompetnya, lalu berlari keluar menghampiri pria tua tadi. Terlihat pria tua itu berkali-kali membungkukkan badannya seperti mengucapkan terima kasih.
“Kalau saja kau mengatakannya tadi, aku akan menitipkan uangku juga untuk diberikan padanya,” ujar Chen pada saat Chanyoel kembali masuk ke mobil.
“Maaf, yang tadi itu spontan saja.”
“Dahulu ... apa kau pernah melakukannya juga pada jam-jam seperti ini.”
“Tidak. Malam hari aku harus beristirahat. Aku bekerja hanya pada siang hari saja,” ujar Chanyoel seraya menatap Xiumin yang tertidur dengan mulut terbuka di sampingnya.
Di masa lalu, ia kerap membuat Xiumin berolahraga dengan terus mengejarnya yang selalu membuat ulah itu. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Dahulu tubuh Xiumin benar-benar gemuk. Ukuran tubuhnya perlahan berkurang setelah terlalu sering mengejar Chanyoel. Kini ukuran tubuhnya telah mencapai ukuran standar. Chanyoellah yang pagi-pagi buta membawa Xiumin olah raga lari menuju pantai tempat di mana mereka pernah saling kejar dahulu. Terowongan kecil yang dulu menyelamatkannya dari kejaran Xiumin menjadi patokan. Bila Xiumin berhasil melewati terowongan itu, berarti ukuran tubuhnya sudah mencapai ukuran standar.
Tanpa disadari, sejak awal takdir sudah mempertemukan ia dan Xiumin dengan cara konyol itu. Lalu antara ia, Suho, dan Baek Hyun yang dipertemukan secara kebetulan pula oleh Xiumin sendiri. Kemudian terakhir di asrama itu dengan member lainnya. Mereka disatukan di tempat yang sama. Berbagi rahasia, makanan, minuman, tempat tidur, liur sampai bau kentut. Chanyoel bangga memiliki mereka semua. Tanpa sadar, ia tersenyum sendiri.
“Kenapa kau tersenyum sendiri?” Tanya Chen mengusik khayalan Chanyoel.
Chanyoel makin melebarkan senyumnya. “Kau tidak tidur juga? Kau tidak lelah?” Ia balik bertanya.
“Aku terusik melihat kau tersenyum sendiri.”
“Aku memang akan semakin tampan saat tersenyum,” jawab Chanyoel.
“Haaa haaa haaa ...” Chen tertawa lepas. Namun dengan segera ia menutup mulutnya sendiri mengingat teman-temannya tengah tertidur saat itu.
***
Hana berusaha berjalan sesantai mungkin memasuki apartemen itu agar tidak terlihat mencurigakan. Ini kali pertama ia ke tempat yang memang baru dibeli Baek Hyun beberapa hari ini. Sesampai di unit yang ia tuju, perempuan itu menekan kode password pintu.
“Tit…tit… tit… ceklek,” pintu itu terbuka.
Hana menarik nafas lega. Ia menghafal cara membuka pintu itu dari pesan singkat yang dikirimkan Baek Hyun padanya. Gadis itu masuk. Setelah menutup pintu itu dengan hati-hati, barulah ia bisa dengan bebas melepas topi dan maskernya. Namun tiba-tiba ...
“Hei … siapa kau!” Tegur seseorang.
Hana terperanjat. Di ruangan tengah itu ternyata sudah ada beberapa orang yang memandangnya terkejut.
“Bagaimana kau tahu kode password apartemen ini?! Jangan-jangan kau penguntit!” Tanya pria tadi yang tak lain Sehun, rekan se-grup Baek Hyun.
“Bu ... bu ... bukan ... Sepertinya aku salah kamar.”
Hana berjalan mundur, berbalik arah, dan dengan cepat berlari ke arah pintu. Sehun berlari mengejarnya. Namun, ketika tiba di depan pintu masuk, pintu itu terbuka. Suho dan Baek Hyun muncul di sana dengan beberapa belanjaan di tangan mereka.
“Baek, hentikan penguntit itu!” Teriak Sehun.
Tanpa peduli kehadiran Baek Hyun dan Suho di sana. Hana menerobos celah kosong di samping Baek Hyun yang masih berdiri tepat di pintu masuk. Tiba-tiba Baek Hyun menangkap lengan Hana yang membuat langkah gadis itu tertahan lalu terpental di punggungnya.
“Sekarang kau mau kabur ke mana!? Apa yang kau lakukan di sini!? Bagaimana kau tahu password kamar ini, hah!” Cerocos Sehun emosi.
Hana ketakutan. Perempuan itu meringkuk di belakang Baek Hyun dan berusaha melepaskan jari-jari tangan Baek Hyun yang justru makin kuat mencengkeram lengannya.
“Dia pacarku,” jawab Baek Hyun tiba-tiba.
Gerakan Hana seketika terhenti. Semua orang yang berada di ruangan itu, kecuali Suho seketika terkejut mendengarnya.
“Apa!? Apa aku tidak salah dengar!? Dia pacarmu? Sejak kapan?” Sehun bertanya sembari menebarkan pandangannya ke member lain yang berkumpul di sana.
“Aku minta maaf. Sebenarnya selain mengundang kalian makan bersama, aku juga ingin mengenalkannya pada kalian. Aku akan merasa bersalah jika terus menyembunyikan ini,” ujarnya seraya menarik Hana masuk ke ruangan itu.
Hana yang tidak menduga akan kejadian ini hanya bisa menunduk tanpa berani memandang ke sekelilingnya. Baek Hyun menarik Hana hingga ke sofa, dan mendudukkannya di sana. Member lainnya pun membuntutinya ke ruang tengah itu.
“Kalian duduklah dulu,” pinta Baek Hyun pada sahabat-sahabatnya.
“Namanya Hana.” Baek Hyun memulai ceritanya.
“Dulu kami tinggal di panti asuhan yang sama. Dia tinggal di kota ini setelah diadopsi saat kami lulus SMP. Kami memang tak pernah berpisah semenjak TK. Jadi, aku diam-diam melarikan diri dari panti dan menyusulnya ke sini.”
“Maksudmu kalian pacaran sejak TK?” Tanya Sehun dengan wajah terkejut.
“Tidak, kami pacaran semenjak kelas VII SMP, jadi sudah 8 tahun ini.”
“Lalu, apa maksudmu mengumumkannya seperti ini?” Tanya Chanyoel.
“Seperti yang kalian bilang. Kita adalah saudara. Aku merasa tersentuh saat kalian mengatakan hal itu dalam wawancara kemarin. Bukankah tidak ada rahasia di antara sesama saudara? Aku ingin ini menjadi rahasia kita bersama. Tolong jaga hal ini untukku. Aku dan Hana juga sepekat merahasiakan hal ini sejak dulu.”
Untuk beberapa saat ke 7 orang yang menjadi saksi pengakuan Baek Hyun itu hanya terdiam. Mereka tak mampu memberikan komentar apa pun. Tidak boleh berpacaran memang bukanlah aturan yang diwajibkan. Melainkan hanya hal yang dicoba untuk tidak dilakukan demi menjaga reputasi para member di mata penggemar. Jika member ketahuan berpacaran, akibatnya akan sangat berpengaruh pada popularitas member itu sendiri bahkan grupnya. Apalagi saat ini grup mereka sudah semakin populer bahkan hingga ke luar negeri.
“Apa ada orang lain yang tahu hal ini?” Suara D.O memecah keheningan.
“Suho adalah orang yang pertama kali tahu, karena aku tinggal bersamanya beberapa hari setelah aku tiba di kota ini.”
“Baiklah Hana.” Chen datang menghampiri.
“Selamat datang dan salam kenal. Aku Chen.” Chen mengulurkan tangannya sembari memberikan senyum termanisnya pada Hana.
Tangan Chen cukup lama melayang di udara. Hana memberanikan diri menatap mata yang memandangnya dengan tulus, penuh persahabatan itu. Perempuan itu akhirnya mengangkat tangannya dan menyambut tangan Chen.
“Sehun ...” Sehun yang duduk persis di depan Hana maju dan mengulurkan tangannya.
Hana menyambut uluran tangan Sehun. Tanpa mampu ditahan, Hana menampilkan senyumnya yang teramat manis. Seketika pria itu menyadari, mungkin inilah yang membuat Baek Hyun bertahan selama ini. Gadis ini menyembunyikan keajaiban di balik senyumnya.
“Aku minta maaf soal tadi. Pacarmu tidak memberitahu kami tentang kehadiranmu di sini. Dia hanya mengundang kami untuk makan-makan sebagai perayaan rumah barunya,”
Hana hanya mengangguk tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun.
Catatan :
Di antara Ke 8 orang yang tergabung dalam satu grup itu, hanya 2 orang (Sehun dan Kai) yang memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda. Hanya mereka yang berasal dari keluarga yang terbilang mampu sementara:
Baek Hyun : Anak korban bencana alam yang semenjak kecil tinggal di panti asuhan bersama Hana
Suho : Ibunya meninggal sewaktu ia masih kecil. Ayahnya menikah lagi, dan mereka tinggal bersama ibu tirinya. Namun, setelah ayahnya meninggal, Suho diperlakukan dengan tidak baik oleh ibunya hingga ia memilih pergi dari rumah.
Chanyoel : Juga anak yatim-piatu yang tinggal bersama neneknya. Namun neneknya itu meninggal ketika ia masih SMP. Ia pekerja serabutan: Tukang angkut barang, pemulung, pengamen, sampai tukang membagi selebaran.
Xiumin : Nasibnya sedikit lebih baik. Ia petugas kebersihan di kota itu bersama ayahnya. Ia sering mengejar Chanyoel yang dianggap biang keladi bertebarannya sampah di kota. Dari pekerjaannya sebagai pembagi selebaran, sampai ulahnya yang suka membongkar sampah dari tempat sampah tanpa membersihkannya lagi.
D.O dan Chen punya ayah dan ibu lengkap, tapi berasal dari keluarga yang hidupnya cukup (bukan orang kaya)
Sementara Kai dan Sehun : Orang tuanya tergolong mampu, punya pekerjaan tetap, dengan gaji dari pemerintah.
***
Suasana di kafe tempat Hana bekerja tiba-tiba riuh. Sosok pria yang penampilannya mencolok mengalihkan perhatian semua pengunjung kafe. Wajar saja terlihat mencolok. Meski tidak menggunakan pakaian dan aksesoris berlebihan, wajah tampannya itulah yang menjadi pusat perhatian. Selain itu, ia juga berprofesi sebagai aktor yang sedang naik daun berkat drama yang dibintanginya saat ini.
Dari 3 orang pelayan kafe yang berdiri di belakang meja. Hanalah yang beruntung karena dihampiri aktor pria bernama Ranu itu. Dia tersenyum manis pada Hana sambil melepas kacamata hitamnya.
“Rekomendasikan untukku menu paling enak di sini,” ujarnya sembari menatap lembut Hana.
“Semua … semua menu di sini enak,” jawab Hana gugup.
Ranu adalah satu-satunya artis favorit Hana selain EXO. Ranu tersenyum. Kegugupan Hana begitu jelas di matanya. Ia merasa senang melihat reaksi Hana yang seperti itu. Membuatnya semakin suka menggodanya.
“Kalau begitu, hidangkan untukku satu minuman dan makanan favoritmu.”
“Yaaa?!” Hana tergagap.
“Aku menunggu,” jawab Ranu seraya meninggalkan meja pelayan itu tanpa lupa menampilkan senyum manisnya pada Hana.
Hana terdiam di tempatnya dengan wajah yang kelihatan bingung. Seperti terhipnotis, Hana tiba-tiba tak mengingat apa pun.
“Makanan dan minuman favoritnya?” Gadis itu menggaruk-garuk kepalanya sendiri sembari menatap Ranu yang mulai sibuk dengan pengunjung kafe lain. Mereka mendatanginya untuk meminta tanda tangan juga berfoto bersama. Untunglah pengunjungnya tidak begitu banyak, hingga tak begitu menyulitkan Ranu melayani para penggemarnya itu.
“Hana ...” tegur Hanta rekan kerjanya.
Bahu Hana tampak melonjak karena terkejut.
“Dia meminta hidangan favoritmu. Apa perlu kubantu?”
“Ah … iya,” jawabnya pendek.
“Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku meminta tanda tangan dan foto bersama? Tapi aku gugup sekali. Bagaimana kalau sikapku memalukan. Tapi ini kesempatanku satu-satunya. Bisa saja hal ini tidak akan pernah terulang lagi bukan?” pikir Hana kalut.
“Hana, hidangannya sudah siap. Antarlah ke sana,” Suruh Hanta.
“Aku?” Hana menunjuk dirinya sendiri.
“Iya siapa lagi? Andai saja dia datang padaku, aku pasti dengan senang hati ke sana. Tapi dia menghampirimu tadi. Ia akan kecewa bila pelayannya tiba-tiba berganti.”
“Iya ... aku akan mengantarnya.”
Untunglah Hanta mengingat makanan dan minuman favorit Hana. Hingga dengan segera menu itu bisa disajikan tanpa terhambat dengan Hana yang kehilangan ingatannya tiba-tiba.
Hana berjalan dengan kepala tertunduk menghampiri meja Ranu. Ia sedikit gemetar kala menyajikan hidangan tadi. Celakanya hal itu tak lepas dari pengamatan Ranu. Pria itu tersenyum melihat sikap Hana. Dia memiringkan kepalanya untuk melihat wajah Hana yang merah dan tampak kikuk di hadapannya.
“Si … si ... silakan. Semoga Anda menyukainya.” Hana berusaha tersenyum meski bibirnya bergetar karena gugup.
Setelah menghidangkan menu tadi Hana buru-buru meninggalkan meja Ranu. Di belakang Hana, Ranu terkekeh. Ia menikmati hidangan tadi sembari mengangguk-anggukan kepalanya sendiri. Ia tampak puas dengan hidangan pilihan Hana. Setelah selesai, Ranu kembali menghampiri Hana untuk membayar pesanannya. Kali ini Hana sudah mampu menguasai diri. Ia terlihat cukup tenang meski hatinya masih berdebar-debar. Selesai melayani tamu idolanya, Hana keluar dari balik meja dan menghampiri Ranu sembari menyerahkan sebuah buku terbuka dengan pulpen di atasnya. Tangannya yang masih gemetar tampak terlihat saat menyerahkan buku dan pulpen itu.
“Bolehkan aku mendapatkan tanda tanganmu?” pintanya.
Tanpa membiarkan Hana menunggu, Ranu meraih buku dan memberi tanda tangannya di sana. Melihat hal itu, Hanta dan Ameri, melakukan hal yang sama. Tak hanya meminta tanda tangan, mereka juga foto bersama. Ranu dengan senang hati melayani ke 3 penggemarnya itu.
“Datanglah kembali,” kata Hana, Ameri dan Hanta yang turut melepas kepergian Ranu.
Pria itu tersenyum sembari mengangguk. Dengan langkah bak model profesional, pria itu pergi meninggalkan kafe itu sembari memasang kacamata hitamnya.