6 Pagi yang menggelikan.

1256 Kata
Pagi yang indah untuk si pejuang di kota orang, jauh dari orang terdekat apalagi orang tua dan keluarga. Maruna bangkit dari ranjang segera turun membuka gorden kamar yang ia tempati. Ya jalanan pemandangan jalanan masuk komplek perumahan elit berada di depannya, pohon-pohon hijau di seberang jalan, bunga-bunga kamboja hingga bugenvil yang sedang mekar-mekar disana ditambah air pancuran kolam di sebelah gapura satpam tampak dipandangan mata. Rumah Stephani terlihat dari kamarnya, rumah besar dengan jarak pagar yang jauh dengan pintu masuk membuat jelas tidak ada apapun yang bisa Maruna lihat dari kamarnya. Ia pun memulai harinya membuat secangkir teh hangat berbekal beberapa buah sachet tea yang disediakan disana, menuang air kedalam ceret listrik dan menunggunya panas seraya membersihkan diri ke kamar mandi. Terasa kosong suasana kamar ini, begitupun kamar mandi ia berniat akan berbelanja beberapa barang untuk di isi di sana termasuk beberapa tanaman penambah aura baik di sana. Tidak lama suara dari teko air panas pun mengudara ia yang sudah selesai pun bergegas keluar segera menuang teh ke dalam gelas, kemudian membawanya ke sisimeja yang menghadap pada jendela kamarnya. Secangkir teh hangat untuk memulai hari, kehidupan baru, langkah yang baik, entah bagaimana di kota ini, ia hanya berharap disini lebih baik. Tentang hidupnya yang kosong mungkin semua perlahan akan membuatnya terbiasa. Kringg... kringg.... Suara ponsel miliknya membuat dia tersadar dan kembali turun dari angan yang melambung jauh, Ya Stephani, “Hallo Stev…?” “Turun! Sini nyebrang ke rumah, Mama ku mengundang sarapan! Belum makan dari semalam 'kan? Setelah itu kita pergi keluar, biar kamu tahu jalan.” “Kamu nggak kerja?” “Ini hari minggu Runa, Hey ayolah, kelamaan nganggur kamu lupa hari.” Maruna pun terkekeh, “Jahat ih! Ya sudah 15 menit lagiaku turun.” "Jangan lupa rumah aku yang dominan warna putih." Stephani pun memutuskan panggilannya, gadis itu terkekeh disana bersama sang Mamanya, menikmati acara televisi pagi seakan punya rencana terselubung. ••• Tidak lama Maruna pun sudah turun dari tempatnya tinggal, lumayan seperti berolah raga menuruni lantai 4 tanpa lift, kini ia menyebrangi jalanan yang sepi untuk masuk ke dalam komplek elite itu. Beberapa mata menatap penuh berjaga padanya yang masuk melewati pintu pejalan kaki, lalu melewati pos jaga, Maruna yang sedikit tegang pun mengangguk hormat, kemudian berjalan kesalah satu rumah disana. Rumah warna putih. Benar ini rumahnya dominan putih, Maruna berjalan ragu mendekati rumah besar dengan warna putih yang mendominasi itu. “Permisi! Pak!” Panggil Marun pada seorang laki-laki yang sedang menyapu halaman. Lelaki itu pun antusias, “Eh mbak, lama banget datangnya sudah di tunggui dari semalam, ayo masuk!” “Eh iya Pak saya semalam istirahat, pejalanan jauh.” “Tumbem libur Mbak, eh sendirian, Mas- nya mana?” Maruna menggaruk dahi, apakah bapak ini kenal dia atau Stephanie memberitahukan tentang dia. Entahlah… Maruna mengcuhkan itu, kini ia berjalan masuk kedalam rumah besar itu menuju pintu utama yang lumayan jauh. Rumah Stephanie sudah berbeda, dulu ada banyak burung dan patung-patung di teras Rumahnya, sekarang terlihat sangat rapi hanya sebuah pohon monstera besar yang ada disana, suasana rumah pun tidak semeriah biasa saat sang ibu suka berteriak-teriakdirumah kini begitu sepi. Langkahnya di bawa sang pekerja rumah masuk kedalam rumah besarpanuh dengan furniture mewah nan classic itu, ia mengedar ini sangat berbeda suasanannyatidak seceria biasa, seingat-nya rumah temannya itu identik merah dan Gold layaknya warna favorit keturunan rasnya. “Ke kamarnya saja langsung, Mbak!” Ujar sang pembantu rumah,“Saya sudah memberitahu dan di perbolehkan masuk.” Tidak menunggu Maruna pun melangkah menuju lorong yang di tunjukseraya mengedarkan pandangannya, apakah selera keluarga Stephie sudah berubah, kenapa terasa gelap dan tidak mencerminkan keceriaan keluarga mereka. Kenapa tidak ada suara-suara berisik, atau semuanya sedang pergi,ah sudahlah… Maruna pun berhenti disebuah pintu besar disana, sebuah akses finger terpampang disana, namun seketika ia lihat orang didalam sudah membukanya, Maruna pun perlahan memutar knop dan perlahan mendorongnya. Gelap! Ya gelap, seingatnya dulu kamar Stephani identik dengan warna merah muda, apakah bapak itu salah memberikan arah, atau dia yang tidaktahu semuanya memang sudah berubah. Dengan mengucapkan doa-doa, Maruna pun perlahan memasukan badannya,seketika lampu menyala, membuat Marun terkesiap, sebuah ruangan kamar besar dengan tatanan rapi nan elegant terpampang dihadapan mata, ini layaknya kamar presidensuit, sungguh benarkah ini kamar Stephanie? Mewah sekali, kamar besar dengan ranjangbesar berwarna cream senada dengan kamar, bersprei coklat muda, lemari-lemari besardengan bufet-bufet berkaca bersusun rapi, Sofa-sofa santai dengan televisi besar yang menyala dan ia lihatsegelas cangkir kopi yang masih mengepulkan asap di atas meja bersama beberapa potongroti. “Stev… kau dimana?” Cklak, pintu pun sudah terkunci dengan sendirinya membuat Marun terkesiap dan shock, bagaimana jika salah kamar bagaimana? Kini telinganya menangkap suara pada ruangan berkedap suara itu dari sebuah tempat yang mungkin adalah kamar mandi seseorang sepertinya sedang mandi disana. “Stev—” Sebuah nada tombol di menyala terdengar di telinga Maruna, sepertinya pintu kamar mandi itu terbuka, dengan berani Maruna pun melangkah kesana. “Steve kau mandi? Aku pangling di sini.” Pintu kamar mandi terbuka lebar netra Maruna masih menatap menunggu seseorang keluar langsung membola “Ya Tuhan! ASTAGA!” Maruna shock melihat lelaki berbalut handuk yang keluar disana. “HEY KAU SIAPA?” pekik bariton itu menatap tajam Marun, “OH SHITT!” Lelaki yang hanya membalut handuknya asal-asalan itu panik saat sang handuk lolos menggeletak ke lantai. “Ya TUHANNNNNN!!!” Seketika Maruna menutup wajahnya melihat tanpa sengaja ketidak pantasan itu disana, Ia pun seketika berlari, “Mama!!! Astaga…” cklak cklakk handle terkunci itu tidak bisa terbuka tanpa kuasa sanga empunya. “Maaf Maaf saya salah kamar maaaf…” Lelaki itu merasa sangat malu, menarik kembali handuknya, menatap kesal, pada sosok cantik yang ketakutan itu, “Kau siapa? Bagaimana bisa kau disini!” Maruna ketakutan, “Maaf Maaf, aku hanya ingin menemui temanku!” Sebuah tombol lelaki itu tekan, “Marchel, siapa wanita ini panggilkan Pak Tio kenapa dia memberikan izin orang lain masuk kekamar ku!” “Kau mau mencuri? Atau kau suruhan seseorang? Apa rencana mu!” pekik lelaki itu. Maruna bergidik ngeri, “Sumpah, sa-saya tidak mencuri, sa-saya salah kamar Pak…” Tidak lama seorang lelaki datang, membuat pintu terbuka, “Ya Bos, iya…. !” “MARCEl, kau yang membuat pintu terbuka, apa masalahmu?” pekik lelaki itu tidak berhenti. Lelaki bernama Marcel itu terkesiap melihat Maruna, “Kau siapa?Astaga Bos sungguh tadi pak Tio bilang tukang pijat mu datang, sebab itu aku membukapintu.” “Saya minta maaf, saya hanya salah kamar, biarkan saya keluar.” “Salah kamar apa maksudnya, lalu apa yang dia cari di rumah saya??” Seketika handuk lelaki itu lolos lagi. “BOSSSS—” Maruna semakin shock menutup wajahnya lagi, begitupun lelaki bernama Marcel itu. “Arrrghh Sialannnn!” Lelaki itupun memunguti handuknya lagi, hargadirinya jatuh melantai bersama handuknya begitu malu membuat dirinya terkspose seperti tidak ada harga diri, “Kau urus dia, bawa keluar jangan beri izin pergi sebelum aku mendapatkan penjelasan, bisa saja dia suruhan seseorang, aku akan berituntutan untuknya sudah lancang mengusik privacy ku!” Maruna masih menutup wajahnya, “Tidak pak, tidak saya tidak disuruhsiapapun, saya minta maaf mungkin saya salah rumah, ya mungkin.” “Ayo cepat keluar! Jelaskan nanti saja!” “Pak saya mohon—” “Sudah ayo keluar, bahaya disini, tempat bisa berubah berbahaya untuk mu!” lelaki bernama Marcel itu seakan percaya bahwa ini hanya kesalah pahaman sana. Mendapati kelembutan Marcel, Maruna pun menurut pergi, masih terus bergumam ketakutan menggigiti jemarinya, tetap dengan bayang menggelikan yang sudah mengotori kesegaran otaknya pagi ini. "Maafin Runa Tuhan, Zina mata ini!" Maruna bergidik ngeri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN