Florence menjalankan kakinya dengan ragu memasuki kamar Leonardo, wanita itu menggigit bibir bawahnya gugup tangannya tak berhenti meremas, ia sangat gugup jika berhadapan dengan Leonardo.
Setelah sampai tepat di depan pintu kamar berwarna hitam pekat milik Leonardo, tangannya hendak mengetuk pintu kamar itu namun ia urungkan hingga kepalan tangannya mengudara.
"Aku istrinya kenapa pintunya harus ku ketuk?!" Gumamnya seraya memukul pelan kepalanya sendiri.
Ia pun akhirnya menghembuskan nafasnya kasar lalu tangannya dengan bergetar memegang knop pintu lalu memutarnya hingga terdengar suara klik, ia pun mendorong pintu itu perlahan.
Saat pintu terbuka manik birunya langsung terkunci pada sosok seorang pria yang tengah duduk dengan menggunakan kain bathrobe dan satu tangannya yang memegang segelas vodka.
"Masuklah, dan tutup pintunya" Titah pria itu dengan suara yang dingin.
Florence tak menjawab tapi ia mengangkat sedikit gaunnya lalu berjalan memasuki kamar dengan perpaduan black and gold di dalam kamar itu, tampak sangat menakutkan. Sebenarnya kenapa pria itu terlihat sangat menyukai kegelapan? Tanya Florence dalam hati.
Florence mematung menelisik sekeliling kamar yang hanya diisi oleh ranjang king size dan beberapa pigura yang berisikan foto Leonardo, lalu sebuah rak buku di dinding sebelah kanan dan sebuah sofa disamping jendela.
"Kenapa masih berdiri?" Suara dingin itu kembali keluar dari bibir Leonardo.
"Kau tak bisa menggerakkan kakimu?" Tanya pria itu sekali lagi namun kali ini ia menekankan setiap kata dikalimatnya.
Florence masih enggan untuk bicara ia pun memasuki kamar dan berhenti tepat disamping ranjang berhadapan dengan Leonardo.
"Bersihkan dirimu"
Florence perlahan mengangkat kepalanya menatap Leonardo yang terlihat masih meneguk vodkanya.
"Aku tak membawa baju ganti" Cicit Florence namun masih bisa terdengar ditelinga Leonardo.
"Ada, jangan khawatirkan itu" Ucap Leonardo lagi.
Florence menganggukkan kepalanya lalu perlahan memasuki kamar mandi dengan sedikit mengangkat gaunnya.
Florence berusaha menurunkan resleting dipunggungnya namun sial ia tak bisa meraih resleting itu. Florence berdecak namun ia tetap berusaha hingga suara pintu berdecit membuat Florence tersentak dan ia pun langsung membalikkan tubuhnya menghadap pintu yang menampilkan Leonardo dengan tatapan sadisnya.
"Kau kesusahan?"
"Tidak" Jawab Florence cepat seraya menggelengkan kepalanya.
"Kau berbohong" Ujar Leonardo dengan menatap Florence.
"Aku tak berbohong" Akunya dengan menelan salivanya beberapa kali.
"Kau menelan ludahmu, artinya kau gugup"
"A-apa hubunganya?" Tanya Florence dengan terbata.
"Ciri orang bohong adalah gugup dan kau baru saja terbata tadi. Artinya kau bohong" Ujar Leonardo dengan percaya diri.
"Tidak!" Tolak Florence tapi kali ini ia semakin dibuat gugup saat kaki jenjang milik Leonardo mendekatinya lalu membalik tubuhnya dengan sedikit kasar.
Florence terkesiap saat tangan besar Leonardo mulai menurunkan resleting gaunnya hingga telapak tangan milik pria itu menyentuh kulitnya. Darah Florence berdesir ia menahan nafasnya untuk beberapa saat, Leonardo menyentuh kulit Florence yang halus, ia mengecup bahu Florence yang terbuka.
Florence memejamkan matanya saat merasakan bibir Leonardo yang mendarat di bahunya yang terbuka, bayangan itu kembali terngiang dipikirannya, malam yang begitu sangat menyakitkan bagi dirinya. Florence tersadar ia pun membalikkan tubuhnya kasar menghadap Leonardo lalu menatap takut manik tajam bak elang milik pria yang menjadi suaminya itu.
"Bisakah kau tinggalkan aku sendiri?" Ucap Florence dengan sangat pelan namun hal itu membuat seorang Leonardo terhina.
Damn! Wanita ini menolaknya. Leonardo berdecak keras lalu keluar dari kamar mandi menutup pintunya hingga menimbulkan bunyi bedebum yang keras hingga membuat Florence tersentak.
Florence menghela napasnya lembut untuk menormalkan degup jantungnya. Ia mulai melucuti gaun yang melekat ditubuhnya dan setelah itu ia pun memulai ritual mandinya.
Setelah selesai Florence keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang segar, wanita itu menjalankan kakinya kedalam walk in closet meraih sebuah dress selutut yang simpel berwarna putih gading.
Florence mendudukkan tubuhnya di sofa lalu meraih ponselnya dan menghubungi Cathrine.
"Ya? Ada apa Mrs. De Lavega?"
"Cath, jangan memanggilku seperti itu" Peringat Florence.
"Baiklah, maafkan aku. Katakan ada apa?"
"Apa aku salah dengan menolak Leonardo"
"Memangnya kau berkata kau menolaknya?"
"Tidak, tapi aku tau dia marah padaku"
"Kenapa kau menolaknya?"
"Aku hanya takut, saat Leonardo mendekatiku bayangan malam itu kembali berputar di otakku. Dan aku takut Cath"
"Kau trauma?"
"Aku tak tau"
"Baiklah, katakan saja kau minta maaf padanya dengan perlahan. Katakan padanya tentang alasanmu menolaknya"
"Bagaimana jika dia bertambah marah?"
"Kenapa kau berkata seperti itu?"
"Aku hanya melihat sifatnya yang angkuh dan arogan"
"Cobalah berkata lembut, lagi pula kau wanita yang ramah Flo, tunjukkan sisi lembutmu padanya"
Florence menghela nafasnya lembut, apa yang dikatakan Cathrine benar, sifatnya lembut namun setelah bertemu dengan Leonardo sifat lembutnya hilang, entahlah mungkin ini akibat hormon kehamilannya atau bukan.
"Baiklah, aku akan coba bicara baik-baik padanya" Final Florence dengan mantap.
Sedetik setelah itu pintu terbuka menampilkan Leonardo yang berdiri masih mengenakan bathrobe miliknya dengan senyum miring yang terlihat menakutkan di bibirnya.
Leonardo memasuki kamar lalu mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang.
"Leo aku ingin bicara" Ucap Florence yang tak tahan dengan keheningan diantara mereka.
Leonardo tak menjawab tapi pria itu terlihat siap mendengarkan penjelasan yang akan dikatakan oleh Florence.
"Aku minta maaf atas sikapku padamu tadi, aku hanya merasa aku belum siap. Aku hanya takut" Terangnya dengan menggigit bibir bawahnya.
"Baiklah, kau tak ingin melayaniku malam ini bukan?"
"Aku hanya belum siap Leo" Ucap Florence menundukkan kepalanya.
"Baiklah itu keputusanmu, jadi biarkan aku bersenang-senang malam ini"
"Maksudmu?"
Tok... Tok... Tok...
Terdengar pintu yang diketuk tiga kali, Florence mengalihkan tatapannya kearah pintu sedangkan Leonardo beringsut ketengah ranjang dan menyenderkan kepalanya.
"Masuklah" Ucap Leonardo dan setelah itu terlihat dua orang wanita dengan dandanan yang terlihat berlebihan dan baju yang super ketat, bahkan satu diantara mereka memakai baju yang belahan dadanya sangat rendah jika saja ia merunduk sudah pasti dadanya akan terlihat dengan jelas.
"Hallo Leo" Sapa mereka berdua yang langsung membuat Florence menatap mereka dan Leonardo silih berganti.
"Apa-apaan ini Leo?" Tanya Florence masih tak mengerti keadaan.
"Kau tak mau melayaniku baiklah itu pilihanmu, dan pilihanku adalah mereka" Ucap Leonardo tanpa dosa tanpa sadar ucapan pria itu telah menggoreskan luka di hati Florence.
Shit! Florence tak boleh meneteskan air matanya. Dan kenapa pria itu sangat kejam dengan melakukan ini semua didepan matanya dan sialnya lagi ini malam pertama mereka! Hell! Florence memgalihkan tatapannya ia menghela nafas kuat lalu turun dari dudukkannya berdiri dan menatap Leonardo yang tubuhnya sudah digerayangi oleh dua jalang itu.
"Baiklah, nikmatilah malam mu" Ucap Florence sekuat tenaga menahan buliran air mata yang siap jatuh kapan saja.
Florence memasuki kamar mandi lalu menumpahkan tangisannya disana, setelah lima menit didalam kamar mandi ia pun memcuci wajahnya dan kembali menghela nafas mengurangi sesak yang menikam dadanya.
"Aku harus keluar dari kamar ini" Ucapnya tegas.
Sekuat tenaga ia kerahkan agar kuat berjalan keluar dari kamar mandi dan ia harus segera keluar dari kamar pria sialan itu!
Florence membuka pintu menyaksikan suaminya tengah b******u dengan dua jalang peliharaanya tapi sialnya pria itu malah mengeluarkan smirk pada Florence, sungguh sangat menjijikan melihat itu semua.
Florence memegang perutnya membisikan kelimat agar anaknya tak sebrengsek ayahnya. Setelah itu terdengar ketukan pintu yang keras dari luar.
"Leo! Florence! Buka pintunya!"
Leonardo melebarkan matanya saat mendengar suara Tabitha diluar kamarnya. Leonardo langsung menatap Florence.
"Buka pintunya" Suruh pria itu.
Florence sama sekali tak menjawab ucapan Leonardo ia berjalan kearah pintu dan membukanya. Ia melihat wajah ibu mertuanya yang merah padam.
"Flo?"
"Iya, Mom?"
"Dimana suami mu?" Tanya Tabitha dingin.
"Ah, Leo sedang mandi Mom"
"Serius?"
"Ya, dia sedang mandi"
"Tapi mengapa aku merasa dikamar kalian ada orang lain?"
"Tidak ada orang selain aku dan Leo Mom" Dusta Florence, bagaimana pun Leonardo itu tetap suaminya dan Florence harus tetap menjaga nama baik suaminya setidaknya ibu mertuannya tak boleh tau semenyedihkan apa malam pertamanya.
"Boleh aku masuk?" Ucap Tabitha menatap Florence yang tengah berdiri dengan wajah yang pucat pasih.
"Mom, kurasa_"
"Kau bisa berusaha menutupi kebejatan suamimu yang notabenya adalah anakku sendiri, tapi kau harus ingat suamiku bukan orang bodoh, Nak" Ucap Tabitha lagi seraya menggenggam tangan kanan Florence.
"Maksudnya?"
"Dengar, putraku itu memang tak kalah pintarnya dari Arthur. Asal kau tau Leo sudah mematikan cctv didepan kamar dan juga didepan mansion. Tapi suamiku lebih licik dari putranya"
"Mom aku belum mengerti arah pembicaraanmu" Ucap Florence lagi ia masih tetap berusaha memperbaiki keadaan.
"Kau wanita yang baik, tapi suamimu itu b******k. Aku tau dan oleh sebab itu aku menyuruh Arthur untuk memasang cctv lain dilorong menuju kamar kalian"
"Apa?"
"Ya, dan cctv lorong itu tak bisa berbohong. Ada dua jalang yang berada dikamar kalian."
"Mom, aku_"
"Biarkan aku masuk dan memberi palajaran pada anak itu"
"Mom, kami akan menyelesaikan ini sendiri"
"Ya aku tau, tapi untuk kali ini biarkan aku yang memberinya pelajaran" Ucap Tabitha tak terbantahkan, bahkan wanita itu sudah memasuki kamar, Florence hendak mengejar namun suara bariton milik Arthur menghentikannya.
"Biarkan singa betina menunjukan kemampuannya"
"Aku tak mengerti Dad"
"Dengar, walaupun istriku terlihat baik. Tapi jika dia sudah marah dia akan sangat menakutkan" Ucap Arthur seraya memasukkan satu tangannya kedalam saku celana bahannya.
" Tapi Leo_"
"Putraku itu salah, dan biarkan Tabitha yang memberi Leo pelajaran"
"ARGH! MOM I'M SO SORRY" Teriak Leonardo dari dalam.
"Lihatlah" Ujar Arthur dan kini pria itu melipat tangannya di depan d**a.
Arthur memasuki kamar Leonardo dengan Florence yang mengekorinya. Setelah di dalam kamar terlihat kedua jalang Leonardo terlihat ketakutan menatap Tabitha yang tengah berdiri didepan Leonardo.
Arthur menatap putranya yang meringkuk kesakitan dengan memegang bagian sensitifnya. Ia tersenyum penuh arti melihat kegilaan sang istri.
"Apa yang kau lakukan honey?" Tanya Arthur membelai perlahan punggung Tabitha.
"Memberi pelajaran! Dan ini adalah awal jika kau masih menyakiti menantuku, bukan hanya milikmu yang kutendang Leo!" Ucap Tabitha yang langsung membuat Leonardo mengigil ketakutan.
"DAN KALIAN! KELUAR DARI KAMAR PUTRAKU!!" Teriak Tabitha menggelegar dan sontak saja kedua jalang yang tadi meringkuk di ranjang king size milik Leonardo langsung berlalu pergi ketakutan keluar dari kamar Leonardo.
Florence masih tak menyangka dengan yang dilakukan oleh ibu mertuanya, ini gila! Tapi entah mengapa ia kasihan melihat Leonardo yang terlihat tersiksa seperti ini.
"Mom, terimakasih atas pembelaanya. Tapi aku akan menyelesaikan ini dengannya" Ucap Florence menggenggam tangan Tabitha.
"Kau yakin?"
"Ya, terimakasih sekali lagi"
"Kau sangat baik, seharusnya kau yang lakukan hal itu pada Leo. Bukan aku"
"Aku tak berpikir kesitu Mom"
"Kau sangat baik, dan aku tak menyesal menjadikanmu menantuku"
"Terimakasih"
"Okey, sudah selesai pertunjukannya. Sekarang mari kita kembali ke kamar kita honey" Ajak Arthur pelan.
"Tidak, hanya aku" Balas Tabitha menatap Arthur.
"Apa maksudmu?"
"Kau akan tidur disini dengan putramu itu"
"Apa?!" Arthur langsung menatap Tabitha dengan wajah yang tidak percaya.
"Aku akan tidur dengan Florence"
"Mom?" Panggil Florence menatap Tabitha.
"Aku hanya tak ingin kau disakiti lagi olehnya, jadi kau akan tidur denganku malam ini"
"Tak bisa begitu Mom" Tolak Leonardo ia berusaha duduk walaupun ia masih merasa kesakitan dibawah sana.
"Apanya yang tidak bisa?!" Sentak Tabitha.
"Dia istriku"
"Tapi dia menantuku!" Ucap Tabitha tak ingin mengalah.
"Sudah hentikan!" Ucap Arthur memisahkan Tabitha dan Leonardo yang sebentar lagi akan berdebat.
"Aku tak ingin ada penolakan, kau dan Leo akan tidur disini. Sedangkan aku dengan Florence" Ucap Tabitha tak bisa diganggu gugat.
"Mom?" Leonardo masih merengek pada Mommy-nya seakan seperti seorang anak yang kehilangan mainannya, Leonardo tak berhenti merengek pada Mommy-nya.
"Aku tak perduli padamu hari ini Leo!" Putus Tabitha dan menarik tangan Florence perlahan keluar dari kamar Leonardo menyisahkan pria itu dengan Arthur.
"Well, ini salahmu" Ucap Arthur lalu berjalan memutari ranjang dan merebahkan tubuhnya disana.
"Aku tau" Leonardo ikut merebahkan tubuhnya dengan sangat pelan, bagaimanapun rasa sakitnya belum hilang, ternyata Mommy-nya sangat luar biasa.
"Ya, dan aku bersyukur setidaknya Mommy mu hanya melukai bagian bawahmu"
"Apa maksudmu Dad?"
"Aku hanya berpikir bagaimana jika dia ingin tinggal terus selamanya disini"
"Tak akan terjadi"
"Kenapa?"
"Dad, aku sudah dewasa jadi aku akan tinggal sendiri"
"Aku juga memikirkan hal yang sama. Tapi kau tau sifat Mommy mu, dan jujur sebenarnya aku punya sedikit harapan, agar kau dan Florence bisa menjadi sepasang suami dan istri yang normal"
"Aku akan berusaha"
"Bagus, aku akan pulang besok"
"Semoga Mommy mau"
"Ya, kita berdoa bersama"
"Ya"
Leonardo menutup matanya namun Arthur membelai perlahan surai Leonardo sayang.
"Kau tak ingin dibacakan cerita oleh Daddy?" Tanya Arthur jahil.
"Dad!" Peringat Leonardo tajam yang langsung disambut gelak tawa dari Arthur.
"Okey, lupakan. Sekarang tidurlah"
Leonardo mengangguk ia pun meletakkan lengannya dikepalanya dan mulai tertidur, hal yang sama pun dilakukan Arthur.
***