Nean terus saja berlari masih berusaha untuk mengejar waktu agar bisa sampai tepat pada waktunya. Nean melirik pada jam yang dipakainya. ‘Ya ampun, hampir terlambat,’ ucap lelaki itu di dalam hati. Di dalam batin Nean selalu saja merapalkan d’oa agar dirinya tidak sampai terlambat datang ke pengadilan persidangan perceraiannya karena jika itu terjadi maka Nean akan semakin memperulit perisahan ini. Nean begitu jelas mendengar bagaimana Ivan meneriaki namannya berkali-kali, namun tidak pernah dihiraukannya. Sesekali badannya terpental ke sana kemari akibat terbentur mobil-mobil yang sedang berbaris rapih di tengah jalan. Badannya terasa sakit, tapi lagi-lagi lelaki itu tidak mempedulikan kondisi tubuhnya yang mungkin sudah babak belur di balik baju yang dikenakannya itu. Keringatnya