BAB 12 - Dipaksa melayani part 2

2099 Kata
Olivia menangis sepanjang hari. Tugasnya selesai hari ini di tempat madam. Dia menuju pulang, ke rumahnya. Untuk istirahat. Tapi tak berhenti menangis. Mendekat ke rumahnya. Olivia menguatkan diri dan mencoba mengusap air matanya dan juga berhenti menangis. "Ini pak." Olivia memberikan ongkos taxi kepada supir taxinya lalu masuk kedalam rumahnya. Barbara yang membukakan pintu. Barbara libur di hari minggu. Ini sekitar jam delapan pagi. "Kak, kakak ok?" Tanya Barbara yang melihat kakaknya seperti sangat kelelahan. matanya bengkak. "Gak papa. Capek banget aja ra. Kakak istirahat ya, tolong jangan diganggu. Nanti kalau kakak laper, kakak bakalan turun buat makan sendiri." "Iya kak." Barbara tak mencurigai kakaknya sedikit pun. Dia hanya kasihan melihat kakaknya yang sepertinya sangat lelah. Olivia masuk begitu saja ke kamar. Mengunci pintu kamarnya dan menangis didalam kamar. Dipikirannya hanya satu, dimana david, tidak bisa ditelfon. Atau setelah dia puas dengan pelayanan Olivia dia membuangnya begitu saja? "Ayah, oliv capek kayak gini." olivia melihat bingkai foto keluarganya. Dengan foto sang ayah. Olivia mengambil foto itu dan memeluknya erat sambil menangis. * David masih di luar negeri. Sekarang dia sedang ada di hotelnya. David merebahkan tubuhnya yang terasa kaku diatas ranjang hotel yang sangat empuk. Melihat ranjang, dia ingat olivia. David mengambil ponsel di saku celananya. Sudah beberapa hari ini dia tak mengecek ponsel karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Dia ingin menelfon Olivia, sangat merindukannya. Andai dia ikut keluar. Dia bisa menghiburnya ketika capek. Kali ini david sangat lelah sekali. David menyalakan ponselnya. Dia melihat daftar panggilan yang dilakukan nomer tak dikenal beberapa kali. Sampai banyak pesan yang ternyata itu nomer dari olivia. David membaca satu persatu pesan dari olivia. [Tuan, saya olivia. Saya mau minta tolong tuan. Tuan tolong saya. Saya hanya butuh uang sekali, untuk bayar rumah kontrakan. Saya tidak tau ternyata tante menyuruh saya melayani orang lain lagi setelah tuan.] [Tuan, anda bisa membantu saya kan tuan david?] [Saya mohon. Saya akan melakukan apapun agar mereka tak bisa dengan bebas meniduri saya dan memasuki milik saya] [Tuan. Apa anda membuang saya? Apa anda sibuk?] "Angela!" david marah membaca pesan olivia. Dia kan sudah meminta angela untuk mengatakannya pada madam. Tapi olivia kenapa menuliskan pesan seperti ini. David keluar kamar hotelnya sambil menelfon olivia. Tapi ponsel olivia tak juga diangkat. Dia keluar dan ke kamar sebelahnya. Dia mengetuk pintu kamar hotel angela. Angela baru saja selesai mandi. Dengan baju seksi kesukaannya. Dia mengintip siapa yang memencet bel kamarnya. Angela kesenangan mengetahui kalau itu david. Angela tau kalau david lelah itu dia butuh berhubungan ranjang. Angela pikir mungkin david ingin melakukan dengannya. Angela membukakan pintu. "Kenapa tuan? Anda butuh sesuatu?" angela bertanya dengan manis dan lembutnya. "Kamu gak telfon madam dan gak bilang soal olivia? Agar dia tidak disuruh melayani laki-laki lain?" david marah-marah. "Tuan. Saya sudah telfon. Mungkin madamnya, namanya juga pekerja begitu. Dia gak mau rugi tuan." angela bisa mengelak. David diam. Itu juga mungkin benar. David mencoba menelfon madam sendiri. Tapi tak diangkat. "Maaf, nomer telfon yang anda tuju diluar jangkauan." Angela lega mendengar telfon david tak diangkat juga. "Pesankan tiket saya pulang sekarang juga. Meeting besok kita tunda." kata david pada angela. "Tapi tuan." angela bisa ketahuan kalau dia tidak telfon madam nanti. "Angela cepat. Atau mau kamu saya pecat. Kalau pun kamu tidak menelfon madam. Cepat carikan penerbangan sekarang juga. Kalau perlu saya naik penerbangan pribadi." "Baik tuan." Takut dipecat, angela pun mengatur kepulangan david malam ini juga. Tak banyak yang dibawa david. Dia hanya membawa dompetnya dan juga ponselnya. David sudah ada di bandara. Dia akan menemui madam nanti segera setelah urusannya selesai dia akan kembali ke singapur untuk melanjutkan kerjaannya. "Kamu atur semuanya selama saya pergi." kata. David pada angela. "Baik tuan." David masuk kedalam pesawat. Pesawat langsung lepas landas. Naik ke langit singapur malam itu menuju kembali ke amerika. Butuh waktu lima belas jam paling cepat. Kalau pun tidak ada masalah cuaca. David stres didalam pesawat. "Sialan. Lima belas jam lagi sampai di amerika, olivia bagaimana?" david marah-marah didalam pesawat. Dia juga tidak bisa menggunakan ponselnya untuk menelfon olivia. David berangkat dari singapur jam tujuh malam waktu setempat. Perbedaan waktu singapur dan amerika sekitar dua belas jam artinya di amerika ini sekitar pukul, tujuh pagi. Setau david olivia kerja sore menjelang malam. Melayani tamunya. Mungkin david punya waktu untuk mencegah olivia melakukannya. David sedikit optimis. Pesawat david sampai di amerika sekitar dua belas siang. David langsung turun dari pesawat. Menelfon orangnya di amerika untuk menjemputnya ke bandara. David sudah mengaktifkan ponselnya dan mencoba menelfon madam. Tapi masih tak diangkat. Dia menelfon olivia juga tak diangkat. "Ini kenapa sih telfon pada gak diangkat." david kesal sendiri. Mobilnya tak lama datang. David langsung membuka pintunya dan masuk ke dalam mobil. Meminta supirnya untuk ke tempat barnya madam dan tutup mulut setelahnya. Apapun yang supirnya lihat. Supir david tak mau dipecat. Walau david suka main wanita. Tapi sebenarnya dia baik. Mereka menuju ke tempat madam. Ke bar. * Olivia bangun pagi seperti biasa. Sekitar jam enam. Dia mandi dan baru turun kebawah setelah kemarin siang sampai malam mengurung diri di kamarnya. Ponselnya dia matikan karena tak bisa menelfon david. Sudah putus asa dan baterainya yang low. Dia charge semalam. Paginya olivia yang kelaparan langsung turun kebawah. "Ma, udah ada yang matang? Yang bisa dimakan?" tanya olivia memeluk mamanya dari belakangan. Lili yang sedang memasak. "Belum ada sayang. Are you ok kemarin?" lili tak ke kamar olivia karena pesan barbara. Dia sangat khawatir pada olivia. Dia berhenti masak dan berbalik, menatap anak sulungnya itu. "Emm, ok ma. Tapi gak ok sekarang, laper banget." kata olivia mengusap perutnya yang sudah keroncongan. "Wait." Lili mempercepat memasaknya. Olivia mengambil beberapa cemilan yang ada di kulkas dan memakannya sambil menunggu masakan sang mama matang. Daniel turun dari lantai atas. Dia ke dapur. Pamit pada mamanya dan sang kakak. "Ma, aku ada kerjaan pagi sama tugas kuliah pagi. Gak sempet makan, nanti aku makan diluar ya ma. Aku berangkat dulu ma, kak." pamit daniel pada mama dan kakaknya. "Hati-hati dan." olivia mengantar daniel keluar. Olivia ingin memberikan ongkos. "Dan, ada uang buat beli bensin gak?" tanya olivia pada daniel yang sudah naik ke motornya. "Ada kakak aku yang paling aku sayang. Kalau kakak butuh sesuatu, cerita ke daniel ya. Biar daniel bisa jagain kakak dan bantu kakak. Kalau kakak capek ambil libur aja kak. Agak panjang." Daniel mendengar cerita mama dan adiknya. Kalau olivia terlihat sangat kelelahan. Olivia mengangguk. "Ok, kalau kakak ada apa-apa. Kakak pasti cerita ke kamu. Kamu hati-hati ya." "Iya kak." Daniel berangkat dengan motornya. Olivia kembali masuk kedalam rumah. Dia membantu ibunya untuk menyiapkan sarapannya. Menatanya diatas meja. Barbara turun dan bergabung ke meja makan. "Pagi ma, kak. Lebih baik?" tanya barbara mencium pipi mama dan kakaknya. Kakaknya terlihat jauh lebih fresh. "Ya, jauh lebih baik." jawab olivia. Mereka sarapan bersama. Kemarin madam bilang kalau olivia bisa datang menjelang petang nanti atau sorean. Jadi olivia punya cukup banyak waktu di rumah. Olivia ingin mengantar adiknya ke sekolah. "Ma, kak, ara berangkat dulu ya." barbara selesai sarapan. Dia pamit pada mama dan kakaknya. "Naik apa ra?" tanya olivia pada barbara. "Bus kak." jawab barbara. Biasanya dia diantar daniel. Tapi daniel sudah bilang dari semalam dia ada perlu pagi. Jadi gak bisa mengantarnya. "Naik taxi sekalian sama kakak mau gak. Kakak mau keluar sebentar. Mau beli jajan di supermarket." "Boleh kak kalau kakak mau sekalian keluar." "Bentar ya. Kakak ambil uang. Kamu pesenin taxi ya, kakak lagi males pegang ponsel." kata olivia sebelum naik keatas. "Iya kak." Barbara memesankan taxi online. Dia menunggu didepan sementara kakaknya naik ke atas, ke kamarnya dan mengambil tas juga uangnya. Olivia bergegas turun lagi. Pamit pada mamanya. "Ma, ara udah diluar?" tanya olivia pada sang mama. "Iya udah." "Oliv pergi ya ma." Olivia pamit pada sang mama dan lari keluar. Olivia menggandeng adiknya masuk kedalam taxi. Olivia meminta supirnya jalan ke sekolah barbara dulu. Baru ke supermarket. "Makasih kak udah dianter." Mereka sudah sampai di sekolah barbara. Barbara turun dari taxi. Olivia memberikan uang lebih. "Ra, kakak dapet honor lebih. Buat kamu, kamu mau simpen boleh, mau dijajanin boleh." kata olivia pada barbara. "Makasih ya kak. Semoga kakak ketemu sama laki-laki yang baik banget dan sayang banget sama kakak. Gak pernah menyakiti kakak." "Amin. Gih masuk." Barbara melambaikan tangan dan masuk ke sekolahnya. Olivia meminta supir untuk mengantarnya ke supermarket terdekat. Tapi olivia terpikir untuk pergi ke apotik. Membeli obat untuk dicampur dengan seperti untuk membuat orang tak sadar. Dia bisa menggunakan itu untuk clientnya nanti malam. Ya. Olivia akan melakukannya. "Pak, ke apotik ya." kata olivia pada supir taxinya. Supir taxi itu hanya mengangguk. Olivia membeli obatnya dan juga ke supermarket membeli beberapa bahan makanan dan cemilan agar mamanya tidak curiga. Olivia menuju ke jalan pulang. Di tengah jalan dia melihat ada orang-orangnya madam, bahkan tante disana. "Tante. Ada apa?" Tante baru turun dari mobil dan akan masuk ke rumah olivia. Client olivia meminta lebih cepat. Tapi ponsel olivia tak bisa dihubungi. "Kamu kemana saja? Ponsel gak bisa ditelfon. Untung madam mau mengutus saya, bukan madam sendiri yang turun tangan jemput kamu." "Memangnya kenapa tante?" "Client kamu minta dipercepat pelayanannya." Olivia sudah siap. Dia akan pulang dan mengambil ponselnya. Sekalian pamit pada mamanya kalau dia akan berangkat bekerja ke restoran. Olivia meminta tante untuk menunggu sedikit jauh dari rumahnya. Tante pun setuju. Dia menyuruh anak buahnya untuk pergi dari tempatnya sekarang. Olivia meminta supir taxinya menunggu. Dia masuk sebentar kedalam rumah. Memberikan barang belanjaannya dan pamit langsung. Dia mengambil ponselnya di kamar atas. Lili mengantar olivia sampai keluar. "Daa sayang. Baik-baik ya." lili melambaikan tangan. Olivia melambaikan tangan masuk kedalam taxi yang sudah menunggunya. Taxi olivia jalan. Mobil sekertaris madam mengikuti taxi olivia dibelakang. Mereka mengawal olivia sampai ke barnya madam. Olivia turun dari taxi, tante yang membayar taxinya. Olivia bergegas masuk. Plakk ... Satu tamparan menyambutnya di pintu bar lantai satu. Dia salah satu wanita pekerja disana. Wanita si client olivia. Dia dulu kesayangannya client olivia. Tapi karena melihat olivia kemarin, dia jadi mencampakkannya. "Lo berani-beraninya lo rebut om gue!" dia marah-marah kepada olivia. Olivia lihat tak ada madam disana. Bahkan pengawas. Mereka ada di lorong yang sepi menuju ke bar. "Ikut saya." olivia menarik tangan wanita itu. Dia cantik dan tak kalah seksi. Olivia mengajaknya ke toilet dan menceritakan rencananya. Dia setuju melakukan rencana olivia. Mereka sepakat. Olivia masuk ke kamarnya untuk bersiap-siap melayani tamu. Olivia juga membuatkan minuman yang sudah di campur. Gadis itu ada di toilet kamar olivia. Tak lama client yang memesan olivia itu datang. "Hai sayang, cantik. Namanya olivia ya?" Olivia membukakan pintu dan menyambutnya. Olivia hanya mengangguk. Dia terpaksa mau dirangkul oleh clientnya. Olivia menutup pintu kamarnya dan memberikan minumannya kepada sang client. Mereka bersulang bersama dan minum. Client olivia itu mulai mendorong tubuh olivia jatuh diatas ranjang. Dia membuka seluruh pakaian olivia. Dari mukai kemeja yang Olivia kenakan. Tapi kesadarannya hilang. Laki-laki itu sakit kepala, memegangi kepalanya, dan pingsan disamping olivia. Olivia bergegas berdiri dan memanggil temannya di toilet. Mereka tak akan ketahuan melakukan ini. "Giliran kamu." Olivia menyuruh dia keluar dari kamar mandinya dan memuaskan laki-laki itu diatas ranjang. Olivia bersembunyi di kamar mandi. Mendengar desahan keduanya olivia malah menangis. "Kapan aku bisa keluar dari dunia yang seperti ini?" olivia frustasi dan meringkuk didalam kamar mandi. Tepat dibelakang pintu kamar mandinya. Sampai akhirnya dia selesai. Wanita itu mengetuk pintu kamar mandi dan meminta olivia untuk kembali bertukar tempat dengannya. Dia bersembunyi dan olivia pura-pura tidur disamping laki-laki itu. Walau pun dia harus rela tak mengenakan sehelai kain pun agar laki-laki itu percaya. "Saya akan kasih bayaran saya ke kamu nanti. Kamu tenang saja, saya hanya mengambil lima juta untuk saya." Dia mengangguk. Olivia ingin melakukannya. Pura-pura tidur tanpa busana. Tapi dia tak rela. Dia memutar otak. Dia bisa memakai pakaian biasa dan bilang kalau tadi dia langsung mandi karena udah ngerasa gak enak. "Ya, lebih baik seperti itu." Olivia melakukannya. Sampai laki-laki itu terbangun. Dia melihat olivia yang sedang menatap ke jendela kamar itu. Menatap keluar. Laki-laki itu mendekati olivia dan tiba-tiba saja memeluk olivia. Mencium bahu olivia. "Lagi dong sayang. Saya kasih lebih khusus buat kamu." bisiknya ditelinga olivia. Olivia kaget mendengarnya. "Saya gak bisa tuan. Saya tidak mau mengambil pekerjaan diluar kesepakatan madam." sebenarnya olivia hanya mencari alasan saja. Olivia yang tak mau malah dipaksa. Mulutnya dibekap. Dia diangkat ke ranjang. Olivia mencoba berteriak meminta tolong. Tapi tenaganya kalah jaug dengan clientnya itu. Teman olivia yang ingin menolong dan keluar juga tak bisa. Kalau doa keluar. Akan ketahuan semuanya. Laki-laki itu bersiap menindih olivia dan menujukan miliknya. Olivia memalingkan muka. Dia tertawa puas. Dia ingin memasukan miliknya ke milik olivia. Tinggal beberapa centimeter masuk tanpa pengaman. Olivia menangis histeris.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN