"Wizz ... Sorry dia punya gue!"
David datang. Dia menahan tangan laki-laki di toko pakaian itu, yang mencolek bagian bawah belakang Olivia. Olivia berdiri dibelakang david. Laki-laki itu langsung pergi dipandang david penuh dengan amarah. Olivia kembali menangis, takut tapi juga, dia tau, betapa gampang dan murahannya dia dimata orang-orang. Terutama laki-laki.
"It's ok. Dia gak nyakitin kamu kan?" tanya david, masih meremehkan sakit hati yang olivia rasakan, yang tak terlihat, kadang itu lebih menyakitkan dari sakit fisik. Diluar dan terlihat.
David meminta Olivia untuk kembali memilih-milih baju. David tadi juga sudah memilihkan beberapa baju. Dia meminta pelayan toko untuk membawanya dan memberikannya kepada olivia.
"Coba satu-satu." kata david pada olivia. Mungkin ada sepuluh style baju yang david pilihkan. Olivia tercengang. Dia harus bolak-balik ganti baju sepuluh kali lebih dalam satu hari ini. Rekor untuknya.
"Semua?" tanya olivia tak percaya.
"Iya lah. Sambil nunggu paspor jadi. Nanti saya bakalan bilang kalau kamu jadi sekertaris pribadi saya. Itu saya pilihkan style sekertaris wanita menurut saya yang saya suka sih stylenya. Tapi kalau gak suka, ya terserah."
Olivia hanya mengangguk. Rencana david sangat bagus. Sekertaris pribadinya dan akan ikut david keluar negeri. Itu bagus sekali. Olivia masuk dengan membawa satu baju dulu. Dia mencobanya dan keluar. Lalu mencoba baju yang lain lagi. Sampai baju kesepuluh. Olivia sudah capek. Jadi dia memilih menggunakan dress biasa. Terakhir pilihannya. Yang secata look, david melihat olivia itu persis dengan mamanya. Dres diatas lutut, bunga-bunga kecil. Warna soft. Tinggal dipakaikan topi. Itu persis dengan foto mamanya yang dia pajang di kamarnya.
"Tuan."
David sampai melamun menatap olivia. Olivia terpaksa menepuk tangannya didepan muka david. David baru lah sadar. David memberikan kredit card-nya kepada sang pelayan untuk membayar baju-baju yang dia belikan untuk olivia.
"Ahh, sama sepatu. Tas juga, mau gak?" tanya david pada olivia. David melirik olivia kebawah. Olivia tak mungkin memakai sepatu heels dengan warna mencolok seperti yang dia kenakan sekarang.
"Jangan banyak-banyak tuan. Satu pasang saja. Jangan hak ya tuan, bolehkan? Saya capek pakai sepatu hak tinggi. Tasnya gak usah. Saya ada banyak di rumah." kata olivia pada david. Bukan banyak sih. Tapi ada beberapa.
"Terserah kamu." david hanya mengangguk.
Dia capek keliling toko yang besar. Tak hanya menjual pakaian juga aksesoris yang lain. David memilih duduk di sofa tunggu di toko itu. Membiarkan Olivia keliling dan mencari sepatunya sendiri. David duduk santai. Baginya, ternyata shopping itu jauh lebih melelahkan dari pada kerja. Kerja dapat uang, shopping menghabiskan uang. Tapi kadang david juga bingung bagaimana cara menghabiskan uang untuk keperluannya sendiri. Dia merasa sudah cukup. Ditambah david memang sangat gila kerja. Tapi baru kali ini demi olivia sampai meninggalkan pekerjaannya diluar.
"Tuan sudah." olivia sudah kembali. Dengan banyaknya barang belanjaan dan juga sepatu yang sudah dia pakai. David melirik kebawah. Dia mengangguk puas, akhirnya selesai belanja juga.
David dan olivia pun kembali keluar dan masuk kedalam mobilnya. Pelayan sampai membantu membawakan barang belanjaannya. Kecuali satu yang dia pegang sendiri. Boneka cookie warna merah muda. Olivia lupa bilang ini kepada david. Davis melirik olivia yang membeli boneka warna pink. Seperti anak kecil saja.
"Tuan." merasa ditatap david. Mungkin karena dia membeli satu barang yang tak david suruh. Olivia merasa harus menjelaskannya. "Ini boneka cookie. Saya minta maaf ya tuan. Sebelumnya saya tidak bilang mau beli boneka ini. Ini buat adek saya. Kalau tuan keberatan nanti saya ganti. Khusus buat bonekanya." kata olivia panjang lebar.
"Loh, kok gantinya cuma sama bonekanya sih? Kan kamu belanja banyak pakai uang aku semuanya. Baju kamu yang kamu pakaian. Sepatu high heelsnya." david menunjuk sepatu yang olivia kenakan.
Kampus olivia. Bagaimana dia bisa mengganti semua uang yamg sudah digunakan untuk membayar barang-barang yang dia beli. Olivia ketakutan dan hampir menangis.
"Tapi kan tuan." olivia bahkan mengatakan ini sambil menunduk ketakutan. Seperti menahan tangis. "Tuan kan yang pilih-pilih bajunya. Tuan yang kasih ke saya."
"Orang saya kasih ke pelayannya tadi. Kamu pakai dicoba aja." kata david lagi. David hampir tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi olivia yang seperti anak kecil ketakutan. Sangat lucu dan menggemaskan.
"Tuan. Saya dapat uang dari mana. Tadi aja tuan yang mengajak. Kenapa ke tempat mahal. Sudah begitu itu hampir seratus juta belanjaannya." olivia akhirnya menangis.
"Enggak enggak. Saya bercanda. Kamu itu lucu banget sih kayak mainan yang gampang nangis. Tidak perlu diganti. Gantinya ikuti kemauan saya saja."
Olivia yang menangis sampai sesegukan pun perlahan berhenti. David tak bisa menahan ketawanya. Di tengah jalan mobil mereka malah dihentikan. Mereka dihadap beberapa orang amerika. Salah satunya, olivia melihat laki-laki yang di toko.
"Tuan jangan turun." olivia menjaga david yang akan membuka pintu.
"Mereka menghalangi jalan mobil saya. Saya juga harus buru-buru."
Tapi david tak mau mendengarkan. Kebetulan supir david juga berbadan cukup kekar. Walau masih kekaran david sepertinya. Olivia bertanya kepada supir david apa bisa bela diri.
"Bisa non. " jawabnya percaya diri. "Setau saya, tuan david selalu mempekerjakan pekerjaannya yang jago bela diri. Kalau enggak, yang saya tau nanti diajarkan sampai bisa."
"Pak tolongin ya. Hati-hati jangan sampai terluka." kata olivia pada supirnya.
Supir itu keluar. Dua lawan empat. Olivia yang khawatir menelfon polisi. Benar saja David dan supirnya beberapa kali kena pukul mereka. Mereka mendengar suara mobil polisi langsung kabur. Olivia keluar untuk menjelaskan semuanya kepada polisi.
"Terimakasih ya pak." kata olivia pada polisi itu.
"Sama-sama nona." mereka langsung pamit.
David dan supirnya juga olivia kembali kedalam mobil. Olivia tak henti menatap david dan supirnya yang terlihat mendapatkan lebam dibeberapa sisi. Olivia merasa tak enak. Semua karena dia.
"Tuan, maafkan saya. Semuanya karena saya." olivia menunduk lagi merasa bersalah.
"It's ok vi. Mereka yang mata keranjang sama kamu." kata david menenangkan olivia. Menggenggam tangannya.
Tak lama mereka sampai di rumahnya olivia. Olivia turun dengan membawa barang belanjaannya. Karena terlalu banyak supir diminta david untuk membawakannya. Supir membawakannya sampai ke rumah olivia. Lalu david berjalan dibelakang supirnya.
Ting tong ...
Olivia memencet bel rumah kontrakannya itu. Sekitar pukul petang, hampir malam. Rencana mereka akan menginap di hotel lalu ke bandara besok. Lili membukakan pintu.
"Liv. Siapa?" tanya lili melihat david dan supirnya.
"Iya ma. Kenalin, ini tuan david. Atasannya oliv yang baru ma." olivia mengenalkan david. David menjabat tangan lili dan mengenalkan diri.
"Saya david. Ini supir saya. Saya hanya mau bilang, kalau saya dan Olivia ada kerjaan diluar negeri. Mungkin satu bulan atau dua bulan. Besok kami akan mulai berangkat. Tidak apa-apa kan?" tanya david pada olivia.
"Iya kan pekerjaan tuan." jawab lili.
"Oliv, mau beres-beres terus harus ke hotel ma, sekalian mau ada kerjaan sama tuan david. Gak apa-apa ma?" tanya olivia dengan hati-hati. Olivia dan david masih ada diluar rumah.
"Gak nginep disini aja liv. Kan ada banyak kamar. Sekalian sebelum kamu pergi, dua bulan lagi." pinta lili pada olivia. Olivia melirik david. Dia seakan meminta david untuk mengizinkan malam ini tinggal dan tidur di rumahnya.
"Ya sudah besok saya jemput ke bandara." david tak keberatan. Dia akan pamit dan pergi. Tapi olivia menahannya.
"Tuan obati lukanya dulu. Saya kompres sebentar. Pak supir juga ya. Masuk ke rumah, di kompres bentar."
"Sekalian makan malam disini aja liv. Mama masak banyak." kata lili. "Kalau mau tapi. Ya mungkin makanannya gak seperti hotel-hotel mewah. Tapi lumayan enak ya masakan mama."
Justru masakan yang paling david rindu adalah masakan seorang ibu. David tergoda. Tapi sedikit gengsi.
"Tuan." olivia menahan tangan david dan memohon.
David pun ikut masuk. Dia menyuruh supirnya juga ikut masuk ke rumah olivia. Barbara dan daniel sudah pulang ke rumah. Mereka ada di rumah. Mereka bingung melihat kakaknya menggandeng laki-laki. Tampan dan berjas. Keduanya saling melirik senang.
"Kak sini aku bantu bawa barangnya."
"Mau ditaruh dimana?"
Tanya daniel dan barbara membawakan barang belanjaan olivia yang banyak. Walau mata mereka menatap david. Siapa laki-laki yang kakaknya bawa. David punya banyak uang tapi david tak punya keluarga utuh yang bisa membuatnya bahagia. David senang melihat olivia dan keluarganya. Walau mungkin kekurangan uang tapi ketika bersama mereka terlihat bahagia.
"Ke kamar ya dek." kata olivia pada kedua adiknya. "Yang bonek, buat kamu ya ra." imbuh olivia pada barbara.
"Makasih kak. I love you." barbara mengambil bonekanya dan mencium pipi olivia. David yang melihatnya jadi ingin. Kalau dia di hotel olivia sudah habis sama david. Tapi ini di rumahnya. Gak mungkin. Lagi pula juga mereka taunya david itu bosnya.
"Iya ra. Sama-sama."
Olivia menarik david ke dapur dan pak supir. Dia mengambilkan handuk kecil dan es batu. Pak supir mengobati dirinya sendiri sementara olivia mengobati david. David sama sekali tidak meringis kesakitan. Tapi dia malah asik menatap paras cantik olivia. Andai michele yang seperti itu. Dia akan sangat bahagia. Tapi kekasihnya malah entah bagaimana?
"Kak, disuruh mama makan kalau sudah selesai." selesai membawa barang-barang kakaknya ke kamar. Barbara membantu lili menyiapkan makanan. Lalu memanggil olivia yang sedang di dapur mengobati david. Barbara menatap keduanya yang terlihat memiliki pandangan yang berbeda. Bukan hanya sekedar bos dan sekertaris yang lili ceritakan.
"Iya ra. Kalian makan dulu. Nanti kakak nyusul ya."
"Iya kak."
"Yuk tuan. Bisa kan makan masakan rumahan? Atau tuan mau ke hotel? Atau bagaimana?" kata olivia pada david. David pura-pura melihat jam tangannya.
"Sudah terlalu malam. Badan saya juga sudah capek. Ditambah berantem karena kamu. Jadi saya mau langsung makan dan istirahat." david berdiri. Olivia kaget maksud david dia tetap mau stay di rumahnya dan makan malam masakan mamanya.
David jalan lebih dulu. Olivia dibelakangnya. Olivia mengajak supir david yang diam saja. "Pak ikutan makan malam, yuk. Gak apa-apa." kata olivia pada supir david. Karena tak mau bergerak. Biasanya dia makan dibelakang kalau di rumah david. Olivia menarik supirnya david.
"Gak usah non. Saya nanti makan dibelakang saja sendiri." kata supir david pada olivia.
"Makan sama kita pak. Gak apa-apa kalau disini." olivia menarik tangan supir david. David yang meliriknya cemburu. Dia meraih tangan olivia untuk melepaskan genggamannya dengan supirnya.
"Pak, ikut makan kita di ruang makan atau saya pecat." kata david yang tak rela olivia pegang tangan cowok lain. David menggenggam erat tangan olivia ke dapur.
Olivia duduk di tempatnya. David duduk disampingnya lalu supir david. Lili mempersilakan david dan supirnya makan. Daniel dan barbara menatap kakaknya dan david. Mereka seperti suami istri. Olivia mengambilkan makanan untuk david, bertanya apa yang david suka dan tidak suka. Lalu mengambilkannya.
Selesai makan barbara membantu membersihkan meja makan. David suka sekali masakan mamanya olivia. Dia menghabiskan yang ada di piringnya. Daniel pergi ke kamar untuk mengerjakan tugas kuliah. Olivia menunjukan kamar david
David akan tidur di kamarnya. Sementara dia akan tidur dengan barbara dan juga mamanya malam ini. Supir akan tidur di kamar bawah ada satu. Hanya perlu dibersihkan sedikit. Lili sudah membersihkannya sedikit.
Malamnya david istirahat di kamar olivia. Dia suka sekali kamar dan bau ruangan olivia. Sementara olivia masih bersama mama dan adiknya. Menonton tv dibawah. Olivia ditengah-tengah dan dipeluk kedua. Barbara bersandar dibahunya olivia dan memeluk boneka cookienya. Lili juga memeluk erat olivia.
"Lama banget dia bulan kerjaannya?" tanya lili kepada olivia.
"Enak banget kak sambil jalan-jalan keluar negeri." kata barbara.
David tidak bisa tidur. Dia ingin memeluk olivia dan tidur dengannya. Dia keluar dan dari atas, langsung bisa melihat dua wanita yang Olivia sayang itu, memeluk wanitanya yang sudah seperti candu bagi david. Dia juga ingin memeluk olivia erat. Semua yang ada ditubuh olivia. David sangat menyukainya. Bau tubuhnya, membuat dia kecanduan dan bersamanya jadi candu untuk dirinya sendiri. David geregetan ingin memeluk olivia dan tidur bersamanya.
Dia menunggu olivia sampai melirik keatas atau naik keatas.