BAB 6

1999 Kata
Rumah sakit ini memiliki arsitektur yang modern dan futuristik, dengan bangunan berlapis kaca yang menghadap ke taman dengan pemandangan indah. Di dalam ruangan, terdapat sentuhan warna biru dan putih yang memberikan kesan tenang dan bersih. Koridor panjang yang dilengkapi dengan lampu sorot dan tanaman hias memberikan kesan ramah dan nyaman bagi para pasien. Ruangan perawatan juga memiliki jendela yang besar sehingga cahaya alami dapat masuk dengan baik. Seluruh penampilan rumah sakit ini memancarkan kesan modern dan inovatif, yang menginspirasi rasa percaya diri bagi para pasien dan pengunjung. Terdapat tujuh lantai, basement sangat luas yang digunakan untuk memarkir kendaraan baik roda empat maupun roda dua. Lantai pertama untuk regestrasi pasien, ruang tunggu dan informasi. Lantai dua sampai empat digunakan untuk pemeriksaan lanjutan, operasi dan laboratorium juga ada. Lantai lima di khususkan untuk ruang inap dengan berbagai tipe kamar dan lantai enam terdapat beberapa ruang praktik untuk dokter spesialis dan lantai tujuh merupakan lantai paling atas terdapat ruang rapat, aula, dikhususkan untuk pegawai yang mengurusi admistrasi Rumah Sakit, keuangan dan beberapa ruangan untuk petinggi yang memegang keputusan seperti CEO, manager dan staf lainnya yang membantu. Suasan pagi ini di Rumah Sakit menjadi tegang ketika El mengumumkan pernikahannya dengan Rena. Semua orang mengucapkan selamat dengan perasaan antara percaya dan tidak percaya, yang sebelumnya diawali oleh rasa kaget untuk beberapa saat. Romi juga berada di sana dan berdiri di sisi El untuk menegaskan kebenaran dari semuanya. Dengan adanya Romi dapat membuat keadaan tenang. Rena hanya bisa menunduk memandangi lantai selama El berbicara tentang pengumuman itu. Ia tak kuasa melihat ekspresi di wajah rekan-rekannya sesame pekerja. Ucapan selamat dari mereka tidak langsung melegakan jiwa dan raganya. Malah, rasanya seperti mimpi buruk yang akan diterimanya setelah ini. Setelah selesai pengumuman semua orang kembali ke meja kerjanya masing-masing. Rena juga tergesa-gesa kembali ke meja kerjanya tanpa melirik rekan kerjanya yang lain, ia bahkan terkesan tak perduli dengan wajah terkejut dan penuh tanda tanya dari rekan kerjanya. Dia lakukan semua itu untuk mengelak dari pertanyaan yang akan dia dapatkan nantinya. "Rena, sungguh aku tidak percaya kamu menikah dengan bos kita? bukankah, dia punya pacar yang selalu datang ke sini. Siapa namanya? Aku lupa," tanya Tania, wanita asal kota Solo yang pendiam dan lembut tapi demi mendengar pengumuman itu dia menjadi cerewet pagi ini. Dia rekan Rena yang duduk di dekat mejanya datang untuk bertanya tentang pernikahan dirinya dan El. "Anggun," jawab Rena singkat dengan senyum yang dipaksakan. "Tolong Tan, jangan tanya lagi. Aku tidak tahu harus menjawab apa. El tidak menjelaskan kenapa kami tiba-tiba menikah." Lanjutnya. "Oh, ya... Anggun. Bukankah seharusnya mereka yang menikah? Tapi kenapa kamu tiba-tiba yang menikah dengan bos?" Tania bertanya dengan sungguh-sungguh tanpa memperdulikan kalimat Rena yang terakhir. "Aku tidak punya jawabannya, tanya sana sama Pak Bos!. Aaa... Tania, aku punya banyak pekerjaan yang harus diselesaiakan. Aku harus menyerahkan semuanya hari ini. Maaf, aku tidak bisa bicara panjang lebar denganmu," Rena berusaha menghindari untuk melanjutkan pembicaraan dengan wanita itu. Ia ragu-ragu, apa yang harus ia katakan. Dia mengerti salah sedikit saja dia berbicara maka akan menimbulkan masalah dan dia tidak mau itu akan menjadi pelik dan membesar. "Baiklah, baiklah... Aku mengerti. Pokoknya, selamat atas pernikahannya dan menjadi pengantin baru. Semoga cepat punya momongan," kata Tania sambil tersenyum nakal. Rena hanya membalas godaanyan dengan senyuman canggung dan sedikit dipaksakan. Kemudian, ia kembali melanjutkan pekerjaannya. Tania pun kembali ke meja kerjanya. Satu demi satu rekan kerjanya datang ke meja Rena dan menanyakan pertanyaan yang sama. Dia sudah menduganya sejak awal, bahwa mereka semua akan mendesaknya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Rena benar-benar merasa terpojok sekarang. Pertanyaan demi pertanyaan dia jawab dengan jawaban yang sama seperti sebelumnya seperti yang diterima Tania. Tapi mereka sepertin pantang menyerah mati satu tumbuh seribu, gagal satu yang lainnya datang lagi berkerumun. Mereka mana berani bertanya langsung ke El. Maka dia lah yang menjadi korban semua rasa penasaran. Tidak sedikit tuduhan yang sampai ke telinganya seperti perebut suami orang, bos sudah kena guna-guna, dan lain sebagainya. Namun, Rena berusaha untuk tidak ambil pusing dengan semua tuduhan itu. Lambat laun mereka juga akan capek sendiri. Bersabarlah, wahai hati. Jadilah kuat. Bersabarlah. Rena membujuk dirinya sendiri. Ia berusaha untuk tidak mempedulikan perkataan orang-orang di sekitarnya. Meskipun hatinya sedikit terluka dengan kata-kata mereka. Waktu makan siang telah tiba, Rena melihat jam di tangannya. Ia harus pulang sedikit lebih lambat dari pegawai lainnya. Aku tidak tahan. Dia ingin pulang lebih awal hari ini. Pusing rasanya menghadapi kelakuan mereka telinganya juga sudah cpaek mendengar tuduhan demi tuduhan yang dilayangkan kepadanya. Otakku bisa pecah kalau terus menanggapi orang-oran ini. Rena terus bangkit dan menuju ke ruan kerja El. Pintu dia ketuk. Terdengar suara seorang yang mengizinkannya untuk masuk. Tuas pintu diputarnya agar terbuka. Kemudian dia melangkah masuk ke dalam ruang kerja El. Ruangan kerjanya memiliki desain modern dan elegan yang dapat memukau siapa saja yang memasukinya. Di dinding, terdapat karya seni yang indah dan furniture yang terlihat mahal, memberikan kesan kemewahan yang sejalan dengan statusnya. Ruangan ini sangat teratur dan terorganisir dengan rapi, meskipun ada beberapa tumpukan buku dan dokumen di meja kerjanya. Cahaya yang masuk dari jendela menghasilkan suasana yang tenang dan santai, menjadikan ruangan ini tempat yang sempurna untuk membuat keputusan-keputusan besar. El masih tekun menghadap layar komputer sambil jari-jarinya mengetik sesuatu dengan cepat. Ketika ia melihat tubuh Rena dengan wajah yang kusut, dahi lelaki itu berkerut. "Ada apa?" tanya El kembali menatap layar komputernya. Kenapa dia memasang wajah masam macam orang susah ditagih utang aja. El bergumam dalam hati. "Saya minta izin pulang lebih awal, kerja setengah hari saja ," jawab Rena. Ya Allah, tolonglah lembutkan hati batu di depanku ini. Kepalaku sudah pening. Dadaku sesak, nafaspun susah. Tak tahan dengan sikap dan omongan staff yang lain. "Wow!!! Baru sehari jadi istri bos. Sekarang kamu sudah berlagak seperti orang yang punya perusahaaan saja. Luar biasa!" El menjawab dengan wajah tertegun. “Kau masuk ke ruang kerjaku hanya untuk izin kerja setengah hari. Apa karena kamu sudah menjadi istriku sehingga kamu berani untuk seenaknya minta kerja setengah hari?”. Ucap El lagi. "Saya minta maaf. Saya tidak tahan. Semua orang sibuk bertanya tentang pernikahan kita. Saya tidak tahu harus menjawab apa. Sampai ada yang bilang... Kita sudah melakukan hal di luar batas sehingga aku terlanjur, ah pokoknya begitulah" jawab Rena dengan wajah yang semakin muram. Kamu sih enak, tidak ada berani nanyak macam-macam dan bergosip tentangmu karena kamu bos di sini. Gumam Rena dalam hati. "Semalam kamu berlagak kuat, tak akan gentar ataupun takut. Jadi, kemana nyalimu seperti yang kamu ucapkan tadi malam. Sudah saya katakan sebelumnya, ini akan menjadi mimpi burukmu," jawab El sambil tersenyum sinis. "Karena wajahmu sudah kucel seperti jemuran belum dicuci, aku izinkan kamu pulang lebih awal. Tapi, kamu harus ingat hanya untuk hari ini saja aku izinkan, besoknya sudah harus kerja seperti biasa. Aku tidak akan peduli dengan masalah yang kamu hadapi dengan rekan kerjamu, jadi kamu lebih baik siapkan mentalmu untuk esok hari," jawab El sambil tertawa mengejek. "Terima kasih, Pak El," jawab Rena sambil menahan amarah. Kurang asam betul. Apa wajahku sekucel itu??? Aarrgghh.. Dasar!! Siapkan mentalmu?? Aku dibuat sakit hati karena kelakuan bawahannya tapi dia malah cuek dan masih sempet-sempetnya ngejek. Dan ini terjadi karena aku menolongnya. Gak bisa apa dia bersimpati sedikit aja. Gerutu Rena dalam hati. ***** Rena berkali-kali melihat jam tanagannya. Ia bersyukur karena El mengizinkannya untuk pulang lebih awal. Setelah, membereskan ruang kerjanya, dia langsung mengambil tas kerjanya dan di selempangkan dipundaknya menuju lift langsung menuju lantai satu dan berjalan kearah pintu keluar yang langsung menuju akses drop off dan pick up. Di sana ada kursi tunggu panjang tempat orang menunggu jemputan. Dia pun mengistirahatkan dirinya sembari menunggu taxi online yang sudah terlebih dahulu dipesannya via aplikasi. Rena dikejutkan oleh suara panggilan, kemudian menengokkan kepala kea rah sumber suara. “Rena, mau pergi kemana?” tanya Romi dari dekat pintu keluar yang agak jauh dari tempat duduk Rena. Ia kebetulan lewat di dekat situ. Kasihan sekali Rena. Terpaksa menghadapi sikap tak bersahabat, cemooh, dan fitnah tentang hubungannya dengan El dari rekan kerja yang lain. Hal ini memang tidak terelakkan karena semua mengetahui keadaan El sebelumnya. Ini menjadi pelik karena hubungan atasan dan bawahan rentang menimbulkan gossip dan spekulasi serta memunculkan rasa iri. Dan semua ini sudah bisa ditebak oleh romi serta dampak yang ditimbulkan kedepan. Romi hanya berharap Rena bisa menghadapi dan melaluinya dengan baik. Dia sangat bersimpati denga napa yang dialami oleh Rena. “Aku mau pulang, aku hari ini izin pulang lebih awal. Ada sedikit urasan,’’ jawab Rena sambil mencoba tersenyum. Dia merasa kurang nyaman dengan kehadiran Romi. ‘’Pulang ke rumah?’’ Tanya Romi ‘’Nggak, pulang ke kontrakkan, mau ambil barang-barang dulu di sana,’’ jawab rena. ‘’ Mau pulang naik apa? Sendirian aja, apa pulang sama El? Tanya Romi. ‘’Sendiri, sudah pesen taxi online tadi. El seperti sibuk jadi gak bisa anterin pulang,’’ Rena sedikit risih ditanya berbicara dengan romi, karena dia itu merupakan teman dekat El. Sekarang rasanya segala sesuatu yang berhubungan dengan suaminya membuatnya kesal. Apalagi tiba-tiba terlintas pembicaraan mereka saat kemarin di acara pernikahan. Sedikit membuatnya mulai timbul rasa marah. Tiba-tiba mobil berwarna biru memasuki area pick up dan drop off. Rena memperhatikan plat nomer depan, sedikit senyum tersungging, hatinya lega akhirnya karena bisa keluar terbebas dari teman suaminyaini. Mobil itu berhenti, kaca depan samping kirinya turun, disaat hamper bersamaan Rena kemudian mengangkat tangan, memberikan tanda bahwa dial ah orang yang akan diantar oleh sopir itu. ‘’Baiklah, sepertinya itu mobilnya sudah datang. Aku pergi dulu. Assalamualaikum,’’Rena berdiri kemudian melangkah pergi tanpa menoleh ke arah Romi, terus masuk lewat pintu belakang sebelah kiri. Tubuhnya disandarkan ke kursi. Perlahan dai melepakan nafas lega. Dia membuka sedikit jendela untuk merasakan angin segar. Dia lempar pandangan ke luar. Sepanjang perjalanan ke kontrakkannya dulu, Rena kembali termenung. Hari ini mungkin dia bisa lepas dari masalah ini. Tapi besok pagi bagaimana? Dia mengeluh lagi. Dia harus menghadapinya lagi seorang diri. Setelah kurang lebih 30 menit, dia akhirnya sampai di rumah kontrakkannya. Mobil berhenti tepat di gernang hijau, rumah itu terlihat minamlis bersih dan ada beberapa tanaman yang tersusun rapi di depannya. Rumah dengan dinding-dindingnya dicat dengan warna putih yang cerah, memberikan suasana terang dan bersih. Lantainya dilapisi dengan karpet yang lembut dan hangat di bawah kaki. Di sudut ruangan, terdapat sofa empuk berwarna krem yang terlihat sangat nyaman untuk bersantai dan menikmati suasana rumah. Di atas meja kayu yang terletak di dekat jendela, terdapat rangkaian bunga segar yang menyebarkan aroma yang menyegarkan seluruh ruangan. Dari jendela, cahaya matahari menyinari ruangan dan menghadirkan pemandangan taman yang indah dengan pepohonan yang berwarna-warni. Teras rumah yang luas dihiasi dengan lampu-lampu kecil yang membuat suasana semakin romantis saat malam tiba. Rena memasuki rumah sambil melihat-lihat setiap sudut rumah kontrakan. Suasana agak sepi karena Wanda masih bekerja. Perlahan-lahan, kakinya dilangkahkan ke kamar. Ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Pasti ia akan merindukan kamar ini dan teman serumahnya, Wanda. Tiba-tiba, hatinya diserang kesedihan. Semua yang terjadi seperti mimpi baginya. Rena tiba-tiba mengenang kembali saat ia bersama mantan suaminya, Farish. Betapa sayangnya Farish kepada dirinya. Ya, Rena merasa bahagia dengan pernikahan sebelumnya. Namun, jodoh dan pertemuan sudah ditentukan oleh Allah dan ia harus ikhlas. "Meskipun kita dijodohkan, aku berjanji akan mencintai Rena lebih dari hidupku sendiri," kata Farish saat mereka berbulan madu di Gili Air suatu kali. Rena merenungi tatapan mata Farish. Dia merasakan ketulusan dalam setiap kata Farish. "Terima kasih karena abang telah mencintai Rena. Rena akan berusaha menjadi istri yang terbaik untuk abang," jawab Rena sambil mencium pipi Farish. Farish tersenyum penuh kasih sayang. Ia membelai pipi istrinya dengan lembut. Bahagia. Hanya kalimat itu yang bisa diucapkan saat itu. Dicintai dan disayangi. Tak ada kata-kata kasar yang pernah diucapkan Farish kepada Rena. Meski baru setahun usia pernikahan mereka yang abadi. Tapi, kasih sayang Farish terasa masih hidup dalam jiwanya. Namun, Allah lebih mencintai Farish. Dada Rena terasa sesak. "Bang, Rena kangen sama Abang ....," tangisnya tersedu-sedu. Benar, ia sangat merindukan mantan suaminya karena hanya dia yang melayaninya dengan baik selain Hafis, kakak kandungnya. Akhirnya, Rena tertidur dengan sendirinya setelah seharian menangis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN