Naya POV.
Mau ngapain coba, pagi pagi sudah datang ke rumahku, dan dengan santainya ikutan sarapan seakan aku tidak ada.
“Gimana om boleh gak ajak Naya keluar?. Tenang om bukan kencan. Mau ajak main keluar aja, kasihanan suntuk mikirin proyek tender sama skripsi trus” masa ngajak aku pergi keluar juga.
Papa tertawa menanggapi.
“Boleh aja, kalo kamu antar pulang lagi. Kalo om ya, gak tau Naya, mau apa gak pergi sama kamu” jawab papa.
Mama seperti biasa hanya akan menyimak setelah menyuruhku duduk kembali menyelesaikan sarapanku.
“Aku gak mau, aku mau tidur lagi” jawabku sebelum menggigit roti berselai kacang favoritku.
Adikku aja masih pada tidur, untuk apa aku keluar rumah, mending kembali tidur lagi.
“Serius elo gak mau pergi sama gue?” tanya Ello dari sebelahku.
“Seriuslah” jawabku.
Papa tertawa lagi, dan mama senyam senyum melihatku dan Ello. Cuma pakai kaos dan jeans doang aja kenapa sekeceh ini sih?. Mana wangi banget lagi. Gak mikir apa, kalo aku mendadak insecure duduk di sebelahnya masih dengan piama tidur, mata sembab habis bangun tidur, dan rambut acak acakan sampai aku ikat asal pakai karet rambut.
“Ya udah kalo elo gak mau pergi, biar gue di sini deh ngobrol sama bokap nyokap elo. Tanggung gue udah ke sini. Elo mau tidur lagi tidur lagi aja, gak usah pikirin gue Nay. Santai aja” jawabnya.
“WHAT????” protesku sebelum aku menggeram.
Malah terbahak seperti papaku. Ngapain di rumahku??.
“Bolehkan om, aku di sini dulu?. Masa aku SMP banget, abis di kasih sarapan terus pulang. Aku kan bujang yang ngerti sopan santun” katanya lagi mengabaikan tatapan protesku padanya.
Papa sudah terbahak lagi tapi aku lihat papa mengangguk juga. Gak bisa aku biarkan dia sok akrab dengan papa mamaku. Nanti di bela terus, kalo aku mengadu soal kelakuannya yang minus, di samping dia punya kelebihan juga. Yang ada nanti, papa mamaku berpikir aku yang tidak tau sopan santun, karena selalu berprasangka buruk terus padanya.
“Nay…” tegur mama karena melihat aku tiba tiba berdiri.
“Aku pamit mandi, kalo memang papa izinkan aku pergi sama bujang yang TAU BANGET SOPAN SANTUN….”
Terjeda tawa kedua orang tuaku dengan Ello juga.
“Tau sopan santun sih, tapi ganggu orang mau istirahat aja” lanjutku sebelum beranjak ke kamarku untuk mandi.
Dan tawa terbahak pecah lagi mengiringi langkahku.
Sebel bangetkan?. Papa mamaku tau loh kelakuan minus Ello di luaran. Sering juga masuk berita infotainment kalo dia kebetulan dekat dengan model ternama atau artis muda terkenal. Tapi kenapa seperti tidak perduli soal itu?. Dan malah kasih izin trus kalo Ello pamit mengajakku pergi?. Atau mendekatiku. Terutama papa. Yakan karena bergerak di bidang pekerjaan yang sama, kami tentu cukup sering bertemu dalam circle antar relasi bisnis kontruksi bangunan.
Dan masalahnya kalo pergi sama dia tuh, aku terpaksa berdandan rapi. Bukan apa, cukup sering juga ketemu dengan cewek cewek dengan standart kecantikan di atas rata rata. Buat aku insecure aja kalo aku tidak dandan rapi. Nanti aku seperti upik abu yang dekat dekat seorang pangeran. Sebel pokoknya aku tuh. Jadi mesti keramas, keringin rambut setelah aku dandan. Belum pusing harus pakai baju apa, sampai aku memutuskan memakai kaos dan jeans juga sepertinya. Dia berpenampilan casual, masa aku pakai kemeja, pantolan dan high heels?, nanti malah macam tante tante.
“Gak sia sia nunggu hampir satu setengah jam dan habis dua gelas kopi, kalo pas selesai, kecehnya anak tante sama om, ngalahin kecehnya bidadari” komennya setelah aku siap lalu menjeda obrolannya dengan kedua orang tuaku.
Jelas aku langsung memutar mataku dan memperagakan orang mau muntah. Dia mah pasti tertawa melihatnya seperti kedua orang tuaku.
“Gak usah rayu, gue gak akan baper” omelku.
Tertawa lagi dia sambil bangkit berdiri.
“Jutek mulu anak om sama tante. Tapi karena itu makin keceh sih” komennya menanggapi omelanku.
Bodo dah, serah elo babang. Aku dului aja dia yang berniat mencium tangan kedua orang tuaku.
“Hati hati ya nak. Jangan judes judes jadi anak gadis, nanti laki takut dekat kamu” kata mama setelah aku cium pipinya.
Tuhkan ujungnya bela nih bujang resek. Mesti buru buru aku bawa kabur nih bujang resek.
“Ayo El buruan” ajakku walaupun dia sedang mencium tangan kedua orang tuaku.
“Sabar sih Nay, tadi aja ogah gue ajak pergi” protesnya tapi mengekorku keluar rumah setelah aku mengucapkan salam pada kedua orang tuaku.
Kalo kedua adikku sudah bangun tidur, pasti akan lebih merepotkan aku. Mereka pasti ledek aku pergi dengan Ello, yang jadi idola mereka. Ya soalnya Ello itu lucu jadi semua orang suka.
“Kita mau kemana dah?” tanyaku setelah masuk mobil mewah yang gonta ganti dia pakai.
Ingat dong kalo Ello anak sultan Syahreza?. Mobil mewahnya bukan satu dua, tapi banyak. Dan kali ini mobil sport Ferrari hitam seri terbaru.
“Ada deh, diam diam aja apa” jawabnya.
Okey aku diam sepanjang jalan dan dia juga diam. Entah focus menyetir atau mendengarkan music dari audio mobil yang dia stell pelan. Jadi aku memilih menatap keluar jendela mobil menikmati pemandangan sepanjang jalan. Bukan pemandangan bagus sih, hanya lalu lalang kendaraan atau orang orang yang menjalankan aktifitas keseharian mereka.
“Elo ajak gue ke Monas??” jedaku bersuara karena dari kejauhan tampak pemandangan istana negara di jalan merdeka.
“Elo mau ke monas?. CFD udahan” jawabnya.
Aku memutar mataku. Itu sih aku tau, kalo Car Free Days tentu sudah selesai kalo sudah menjelang siang begini. Lagian CFD itu hari minggu di mana ruas jalan sekeliling monas sampai bundaran HI di tutup untuk olah raga.
“Kali elo mau jadi princess ala ala yang naik patung kuda depan monas, gue soalnya yakin, kalo elo gak mungkin minat lari pagi” jawabnya mengejek lagi.
Aku putar lagi mataku menatapnya dan dia tertawa lagi.
“Oh elo kali yang mau gantiin tugas patung selamat datang depan HI” balasku karena menjauh dari area Monas.
Malah ngakak.
“Pegel aja gantiin tugas patung Selamat Datang” jawabnya.
Kali ini aku tertawa. Kurang kerjaan amat ya gantiin tugas patung selamat datang.
“WAIT!!!!, WAITTTT!!!!!” jedaku karena dia malah membawa mobilnya masuk area hotel Indonesia.
“Panik amat sih Nay, gue laki gentleman sekalipun orang lihat gue kaya laki b******n. Jadi gak mungkin gue maksa cewek check in. Apalagi elo, yang gak pernah mau sama gue. Kaya gak ada cewek lain aja” jawabnya.
Cemberut dong aku menatapnya.
“Apa?” tanyanya sebelum membawa mobilnya benaran masuk area hotel.
“Ini pengakuan elo bukan sih, kalo elo memang pernah bawa cewek check in di hotel?” cecarnya.
Malah terbahak lagi.
“EL!!!!” jedaku.
Makin terbahak dan malah meninggalkanku keluar mobil karena kami sudah sampai di lobi hotel.
“Kalo elo diam, artinya elo jawab iyakan sama pertanyaan gue??” cecarku lagi setelah dia membukakan pintu mobil untukku.
“Berisik lo!!” jawabnya lalu menarik tanganku supaya dia bisa menutup pintu mobilnya.
Lalu santai gitu aja menyerahkan kunci mobilnya pada petugas valet parking. Aku tunggu dong dengan wajah cemberut sampai dia mendekat lagi.
“Jangan pegang tangan gue” omelku karena dia merebut tanganku untuk dia genggam.
“Jangan dong, kita mau jalan jalan ke depan, tar elo ketabrak mobil, gue repot” jawabnya saat aku berhasil melepaskan cekalan tangannya pada tanganku.
Jelas aku menatapnya kesal, karena dia tertawa lagi.
“Nay…nanti kita masuk infontaiment nih kalo elo drama gini. Lama lama bakalan ada yang ngenalin gue. Mau loh masuk infotaiment dengan tag line, Ello Syahreza, bobo ciang di HI dengan seorang putri CEO General World” katanya.
Benar juga, nanti orang pasti berpikir begitu. Akhirnya aku biarkan juga dia menggenggam tanganku menjauh dari area loby hotel. Astaga…kenapa ganteng maksimal sih nih bujang? setelah dia pakai kaca mata hitamnya. Gak usah pakai kaca mata aja ganteng.
“Masih cemberut aja” protesnya saat menoleh ke arahku.
Melengos dong aku. Daripada aku semakin deg degan. Tanganku gak di genggam macam ini aja, debar jantungku sudah selalu berlompatan. Nanti dia tau lagi kalo aku deg degan, bisa semakin di bully, akunya. Sampai dia berhenti jalan karena aku diam saja.
“Astaga…mana mungkin gue ngajak cewek check in” katanya bersuara.
Lama lama kami seperti dua orang bodoh yang berdebat di pinggir jalan karena urusan tidak penting.
“Mana mungkin. DUSTA LO!!!” jeritku protes.
Dia tertawa lagi.
“Bohong itu dosa Nay” jawabnya serius kali ini.
Habisnya tidak lagi ketawa.
“Gue gak percaya” jawabku.
Dia menghela nafas.
“Masa gue mesti cerita kalo gue takut kalo ajak cewek check in?” jawabnya.
Beneran kaya orang bego kami berdua tuh. Sambil pegangan tangan dan berhadapan, tapi ribut gak jelas gini. Orang juga sesekali menatap kami dengan wajah bertanya. Tapi Ello tidak perduli soal ini.
“Takut bunting ya cewek yang elo ajak check in?” tanyaku lagi.
Dia berdecak.
“Bisa di akalin itu mah. Kondom banyak di Alfa, atau buang di luar” jawabnya.
Mau tertawa sebenarnya aku, tapi aku tahan tertawa.
“Terus elo takut kenapa?” kejarku lagi.
Dia berdecak lagi.
“Punya gue belum semandiri itu, kencing aja masih mesti gue pegangin. Gimana bisa masuk ke punya cewek, ya kali mesti di tuntun tangan gue kaya gue kencing. Jadi masih bego banget gue mah urusan gituan. Malu pasti gue nanti, sama cewek yang gue ajak check in, mereka pasti lebih expert, gak mungkinkan mereka belum pernah check in sebelumnya sama laki lain?. Emang mereka kaya elo yang panik baru di ajak sampai loby hotel doang?” jawabnya.
Sontak aku terbahak dan dia gantian cemberut.
“Elo pasti ketawakan karena gue jujur masih bego urusan gituan?” protesnya.
Aku terbahak lagi.
“NAY!!, elah, tadi elo cemberut, sekarang ngapa ngakak kaya orang gila. Udah apa Nay!!. Astaga!!!” keluhnya protes lagi.
Okey, diam Nay.
“Ya udah, ayo!!. Kita mau kemana?” tanyanya kemudian.
“Diam diam aja lo, tar juga elo ngerti” jawabnya.
Okey aku diam dengan cara mengangguk pada tatapannya.
“Nah gitu dong. Yanga anteng jadi cewek” jawabnya.
Aku gimmick senyum menanggapi sampai dia menggenggam tanganku lagi menyusuri jalan lagi. Masih aku diam mengiringi langkahnya sampai aku di bawa nyebrang ke area bundaran HI, baru dia berhenti lalu menatapku.
“Apa?” tanyaku karena tidak mengerti maksudnya.
“Sekarang elo lihat gedung gedung di sekeliling elo!!” perintahnya.
Aku menuruti perintahnya dan dia juga melepaskan genggaman tangannya membiarkan aku menatap sekeliling kami.
“Lo lihat!!, semua gedung yang ada di sekeliling elo?. Semua di rancang bangun oleh arsitek yang berbeda. Kalo elo kurang menemukan perbedaan penampakan gedung gedung di sini, kita bisa ke daerah Sumdiman atau Kuningan” katanya lagi.
“Untuk?” tanyaku tanpa menoleh karena aku menatap gedung gedung yang ada di sekeliling kami.
Panas sih, tapi aku masih belum mengerti maksudnya.
“Supaya elo bisa lihat keanekaragaman bentuk gedung yang elo lihat sekarang, jadi elo ngerti kalo setiap gedung yang elo lihat sekarang, punya ciri khas masing masing” jawabnya.
Baru aku menoleh menatapnya.
“Arsitektur itu seni bukan?. Kita sepakat soal itu. Seni membangun gedung. Artinya juga sama seperti seni patung, seni suara, seni design interior, seni lukis, seni design pakaian, seni kriya, seni sastra, dan banyak lagi contoh berkesenian, ujungnya bermuara pada satu titik, karakteristik Nay” jawabnya pada tatapanku.
“Gak faham gue” jawabku tergesa karena penasaran dengan apa yang berusaha dia sampaikan.
Dia menghela nafas.
“Seni lukis deh, elo pikir seorang pelukis kenapa bisa jadi terkenal, sampai mendunia macam Van Gogh?” jawabnya.
Aku menggeleng, karena tidak mengerti soal seni lukis.
“Karena dia punya karakter lewat lukisan yang dia buat” jawabnya.
Aku diam karena masih belum ngerti.
“Seni suara deh, kalo elo gak ngerti maksud gue. Menurut elo kenapa seorang penyanyi bisa terkenal dan karyanya mendunia?. Contoh Mariah Carey, Celine Dion, Michell Jackson, dan banyak lagi. Semua karena mereka punya karakter. Mariah Carey karena suara tingginya, Celina Dion juga gitu, punya suara tinggi tapi lembut, atau Michell Jackson dengan dance sambil nyanyi, termasuk suaranya juga. Mereka punya sesuatu yang akan buat orang langsung tau itu suara mereka walaupun dengar suara mereka tanpa melihat penampakan mereka. Iyakan?” jawabnya.
Aku mengangguk.
“Seni merancang pakaian. Seorang designer baju bisa jadi terkenal juga karena punya karakter yang membedakan dengan designer fashion lain, kalo kita gak cuma bicara pakaian. Lihat brand Hermes, Dior, Vercase, kalo dalam negri ada Biyan, Ghe Pangabean, Anne Aventie, dan banyak lagi. Mereka punya ciri khas sendiri bukan?. Itu yang membuat orang akhirnya mengenal mereka satu persatu karena karya design mereka bukan?” katanya lagi.
Aku mengangguk lagi.
“Arsitektur juga gitu Nay. Cukup gali karakter diri elo, terus elo tuangkan dalam bentuk design gambar. Dan karena ini untuk komersial, jadi harus elo sesuaikan juga dengan kemauan klien, tanpa elo lupakan apa yang jadi ciri khas elo. Itu aja yang mesti elo pikirin. Fokus elo di situ jadi elo gak terintimidasi oleh bokap elo, om Nino, atau siapa pun arsitek yang elo kenal. Kalo elo jadiin inpirasi gak apa. Namanya orang belajar tetap harus punya acuan atau guru. Itu kenapa ada istilah, murid pasti bisa lebih pintar dari gurunya. Ya karena ilmu yang di dapat seorang murid dari gurunya, dalam bidang apa pun, pasti akan di kembangan oleh si murid sendiri sesuai karakter diri si murid. Lalu si guru gak usah takut tersaingi, karena pasti sudah punya karakter sendiri, kalo sampai dia mencapai titik kesukseksan. Namanya udah bisa jadi guru, ya pasti sudah di akui dong eksistensinya?. Asal selalu konsisten, inovasi dan belajar trus juga” jelasnya.
Aku diam mencerna.
“Kalo bukan untuk komersil, lebih enak lagi, elo bisa idealis dengan pemikiran elo. Macam om Nino yang degisn sendiri kantor General World, yang pastinya om Nino banget. Macam bokap gue sama gedung gedung yang dia buat dan di bebaskan oleh klien mau dia buat apa pun. Atau macam bokap elo yang rancang bangun rumah tinggal dia sendiri. Itu aja intinya Nay, gak usah elo terbebani dengan kemampuan yang di punya om Nino, bokap elo, atau arsitek yang akan jadi lawan tender elo. Jadi gak usah elo tengak tengok kanan kiri, yang akhirnya buat elo galau atau malah takut untuk mengekspresikan diri elo dalam mendesign bangunan yang akan elo kerjakan” katanya lagi tetap bertahan menatapku.
“Kalo nanti gak berhasil, sekalipun gue udah coba ikutin saran elo?” tanyaku masih ragu.
Dia berdecak.
“Ya udah setidaknya elo udah usaha. Kalo tender itu gak elo dapatin, mungkin skripsi elo yang selesai karena itu. Soal tender mah, anggap aja belum rezeki, toh om Nino juga gak masalah soal itukan?. Hidup gak usah di buat ribet Nay. Kalo yang elo mau belum elo capai saat ini, bukan berarti gak elo dapatin di lain waktu. Usaha aja dulu, saat kesempatan datang. Setiap orang sukses, gak langsung jadi besarkan?. Pasti ngerasain dulu yang namanya berjuang. Atau gak usah orang sukses deh. Kita sebagai manusia dari sudut pandang individu aja, memangnya pas brojol langsung bisa lari?. Yakan mesti tengkurep dulu, duduk, merangakak, berdiri, baru bisa jalan, terus lari deh” jawabnya.
Benar juga. Kenapa pinter banget sih El?.
“Kaya elo sama gue nih…”
“Ngapa kita?” jedaku.
“Yakan gue lagi manfaatin kesempatan yang ada pas elo mau gue ajak pergi. Siapa taukan dari sini, yang awalnya elo jutekin gue trus, kali jadi manisan dikit ke gue, terus mau jadi cewek gue,trus….”
“OGAH!!!” jedaku langsung.
Dia terbahak.
“Yakan gak harus sekarang juga tercapai kemauan gue, bisa aja nanti elo akhirnya mau taaruf sama gue. Usaha aja dulu” jawabnya.
“Kalo gak akan pernah tercapai kemauan elo gimana setelah elo usaha segitu kerasnya?” tanyaku lagi.
“Selow, masih banyak cewek lain, anggap aja belum rezeki gue jadi laki elo. Ngapain gue pusing” jawabnya.
Resek bangetkan?, ujungnya cewek lain juga. Jadi aku dorong tubuh jangkungnya menjauh.
“Astaga Nay…elo ambekan mulu. Gue salah ngomong trus sama elo mah” keluhnya sebelum menyusul langkahku yang menjauh darinya.
Gak salah ngomong trus sih El, akunya aja yang kesal mungkin ya. Tapi bagian saran dan masukannya soal aku yang harus focus pada urusanku mendesign bangunan proyek tender yang di percayakan padaku, tetap aku lakukan juga. Dan ujungnya malah aku jadi selalu butuh bantuannya. Deg degan lagi, tapi gimana dong, yang selalu bersedia bantu aku terus ya dia doang. Diakan selalu bilang kasihan turs sama aku. Itu mungkin yang buat kami akhirnya tidak pernah benar benar menjauh. Aku selalu cari dan dia selalu ada untukku.