Aryan Bertemu Mantan

1595 Kata
"Aryan my baby huey ku, aku tak suka mendengar ucapan sinismu itu," tutur wanita itu. Nadia menahan tawanya kala mendengar panggilan sayang wanita itu barusan. Aryan langsung menatap gadis itu dengan tatapan menusuk bak pisau tajam yang baru diasah. "Nona Aneke?" Hendrawan yang baru muncul menyapa wanita itu. "Hai, Hendrawan! Apa kabar?" Wanita itu kini memeluk Hendrawan. "Ayo, kita pergi!" ajak Aryan yang tak mau menatap wajah wanita itu. "Baik, Tuan." "Baby, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Mario sambil memeluk Aneke. "Aku merindukanmu," jawab Aneke sampai Nadia, Aryan dan Hendrawan mendengarnya. Meskipun ingin melirik tetapi Aryan harus bersikap biasa saja dan dingin meskipun awalnya ia sempat merasa marah. Wanita itu meninggalkannya demi karir tepat satu hari sebelum pernikahan. "Siapa sih wanita tadi?" bisik Nadia yang mencoba melangkah sejajar dengan Hendrawan. "Dia mantan Tuan Aryan, sebaiknya jangan kau bicarakan wanita itu di depan Tuan Aryan atau dia akan memarahimu habis - habisan dan memecatmu," ucap pria itu memberi peringatan. "Oh… oke." Kemudian, mereka menuju perjalanan untuk pulang. Kesunyian tercipta di dalam mobil itu sampai membuat Nadia merasa ngantuk. Tak kuat dengan rasa kantuk yang menyerang, gadis itu akhirnya terlelap sampai tak sadar kepalanya jatuh di paha kekar milik Aryan. Awalnya, pria itu merasa risih dan hendak membentak Nadia, tetapi saat melihat wajah yang teramat lelah dari gadis itu, ia tak tega juga. Pria itu membiarkan sang gadis terlelap di sana. Hendrawan melirik dari kaca spion wajah tuannya yang datar itu. Ia merasa heran kenapa pria itu tak marah pada Nadia. Namun, karena hari itu Aryan bertemu dengan Aneke, gejolak hatinya pasti buruk. Akhirnya, Hendrawan tak jadi bertanya dan mambangunkan Nadia. Ia membiarkan hadis itu terlelap di pangkuan sang majikan. * Sesampainya di rumah besar milik Aryan, pria itu menepuk pipi Nadia dan membangunkan gadis itu. Bekas noda air liur terlihat di sudut bibir gadis itu. Bahkan sampai menetes ke celana kulot milik Tuannya. "Gadis macam apa yang tidur seperti ini, menyebalkan sekali!" ketus pria itu berkata sambil melangkah masuk ke dalam rumahnya. "Pak, kenapa aku bisa tidur pulas di kaki dia, kenapa tak bangunkan aku, kan aku jadi malu," ucap Nadia. "Hahaha… mungkin kau benar-benar menggemaskan saat ia menatap wajah polosmu itu, mana aduh itu bekas air liurmu kemana-mana." Hendrawan tak henti-hentinya menertawakan Nadia sampai membuat gadis itu bercermin lalu mendengus kesal. "Sebaiknya kamu mandi," ucap Hendrawan. "Iya, aku tau. Ini rasakan bekas air liurku hahaha….!" seru Nadia seraya berlari menuju ke dalam rumah setelah menyeka bekas air liur di sudut bibirnya dan membalurkannya pada pipi Pak Hendrawan. "Hah, gadis itu benar-benar ya…!" Hendrawan menghela napas berat. Saat Nadia masuk ke dalam kamarnya ia bertemu Nyonya Sharee di perjalanan koridor ke ruang pembantu itu. "Eh, Nadia. Kemari kau!" serunya sambil berbisik. "Iya, Nyonya. Ada yang bisa aku bantu?" tanya gadis itu. "Apa yang terjadi dengan Aryan, kenapa dia sangat terlihat kesal dan marah - marah saat masuk ke kamarnya?" tanya wanita itu penuh ingin tau. "Hmmm… kenapa ya apa karena ilerku jatuh mengotori celananya, ya?" gumam Nadia. "Apa? Hahaha… kau lucu sekali, aku rasa bukan itu deh, ada sesuatu mengerikan yang lain yang terjadi. "Apa ya? Pekerjaan kami baik-baik saja. Bahkan Tuan Aryan membelikan Nyonya lukisan seharga seratus juta lho." Nadia masih berpikir keras. "Itu sih sudah biasa, aku masih punya lukisan seharga satu milyar." Nyonya Sharee tersenyum bangga. "Apa? Wow… aku jadi ingin melihatnya yang mana lukisan satu milyar itu." "Duh, Aryan kenapa ya, masa aku benar tak tau apa yang terjadi kepada cucuku?" Wanita paruh baya itu menelisik gadis di hadapannya mengharapkan jawaban yang fantastis terkait dengan cucunya itu. "Apa ya? Hmm… aha aku tau, Tuan Aryan tadi bertemu seorang wanita bernama… aku lupa namanya tapi Pak Hendrawan bilang dia mantan Tuan Aryan," ucap Nadia. "Maksudmu si Aneke?" tanya Nyonya Sharee. "Aha, Anda benar selamat Anda mendapatkan lukisan seratus juta," ucap Nadia seraya menjabat tangan wanita itu. "Ah, kau ini bercanda terus. Baiklah kalau begitu aku paham apa yang membuatnya kesal. Sebaiknya hindari pertemuan dengan cucuku hari ini dan beri peringatan pada karyawan lainnya," ucap Nyonya Sharee lalu hendak melangkah pergi tetapi ia kembali berbalik. Wanita paruh baya itu menghampiri Nadia dan menepuk pipi gadis itu pelan. "Kau terlihat cantik sekali," ucap Nyonya Sharee sampai membuat Nadia tersipu malu. Kemudian ia pergi meninggalkan gadis yang menggigit ujung pakaiannya itu dengan gemas setelah dikatakan cantik. * Seminggu setelah Nadia tinggal di rumah besar milik Aryan itu, ia mulai terbiasa dengan tingkah cuek dan dingin Tuannya. Gadis itu selalu masuk ke kamar Aryan di pagi hari untuk menyiapkan pakaian kerja. Dia membuat pintu itu dengan hati-hati. Lagi-lagi, Nadia harus melihat tubuh atletis Aryan hanya menggunakan handuk. “Keringkan rambutku!” tegas Aryan seraya duduk di hadapan cermin. “Hmmm … selalu saja begini. Duh, memangnya tidak bisa apa mengeringkan rambut sendiri," gumam Nandia. “Hei! Kau dengar aku, kan? Aku tak akan mengulang—" “Baiklah, aku akan mengeringkan rambut Tuan. Jangan teriak-teriak ya masih pagi tau!" ucap Nadia lirih tapi Aryan masih bisa mendengarnya. Nadia meraih handuk kecil yang berada di dalam kamar mandi. Kemudian, ia meraih hair dryer untuk mengeringkan rambut pria itu. Sesekali ia memijat kepala pria itu dengan gemas. "Ingat, jangan membuat rambutku rontok, ya!" cegah Aryan. “Iya, Ummm ... ap sudah kering?” tanya Nadia setelah lelah berdiri. “Menurutmu?” Aryan menatap tajam wajah Nadia dari cermin. Lagi-lagi tatapan itu berhasil membuatnya tunduk. “Baiklah ... Aku keringkan lagi,” ucap Nadia. "Hentikan!" Pria itu bangkit dan membuat Nadia menjerit. Dia takut handuk yang melilit pinggang itu akan jatuh. “Astaga! Hampir saja," gumam Nadia. “Sedang apa kau masih di situ, apa kau sengaja ya mau melihat seluruh tubuhku?” tanya Aryan dengan ketusnya. “Huh! Menyebalkan!" Nadia langsung bergegas menuju ke luar. Sementara itu, Aryan sebenarnya terlihat tampak malu. Ia merasa gelisah setelah memperlihatkan tubuhnya. Namun, rasanya menyenangkan jika berhasil menggoda Nadia. “Menyebalkan sekali gadis itu,” keluh Aryan. Pria itu lantas mengusap wajahnya sendiri dengan geram. Dia berusaha menenangkan diri. Setelah ia siap dengan pakaian kerjanya, Aryan membuka pintu kamar. Gadis itu masih saja terlihat masih menggerutu. Pria itu tepat berdiri di belakang tubuh gadis itu. “Dasar monster aneh yang menyebalkan! Kau selalu saja membuatku sial!" gerutu Nadia. “Kau juga membuatku sial! Dasar gadis gila!" seru Aryan membentak dan mengejutkannya. “Hah, sejak kapan kau ada di belakangku? Eh, maaf aku lupa kau Tuan Muda di sini,” ucap Nadia yang tadinya membentak lalu kembali melunakkan nada suaranya. “Siapa yang kau bilang monster?” tanya Aryan lagi. "Itu loh film Ultraman di tv ada monster kejam dan menyeramkan," jawab Nadia dengan gerakan yang sebenarnya meledek Aryan. "Kau ini ya benar-benar membuatku kesal, sana pergi dari hadapanku!" "Aku juga ingin pergi sedari tadi!" jawab Nadia seraya melangkah ke ruang makan. * Setibanya gadis itu di ruang makan, Nadia melihat Nyonya Sharee yang sudah dengan lahap menyantap roti goreng dan secangkir teh manis. Gadis itu bergegas meraih piring dan mengambilkan nasi goreng pada Aryan. Teringat saat pria itu menyentuh tangan miliknya dan mencengkeramnya dengan kuat. “Apa kau masih saja lupa?” tanya Aryan. Nadia menoleh pada Ibu Melani yang langsung terlihat cemas. “Apa aku melakukan kesalahan lagi, ya?” batin Nadia. “Saya sudah memberikan dia catatan, Tuan,” jawab Ibu Melani. “Saya bertanya pada gadis ini bukan pada Anda,” sahut Aryan dengan tatapan tajam menusuk. “Hah, baiklah ... begini ya Tuan Muda, kalau memang aku salah, tolong jangan marah pada Ibu Mel,” pinta Nadia. “Kalau Ibu Melani sudah memberikan buku catatan tentang kegiatan dan kebiasaanku, harusnya kau tahu ini hari apa dan aku mau makan apa,” bentak Aryan. “Ini hari Rabu, memangnya … astaga aku masih belum menghapal semuanya,” gumam Nadia. Aryan mendorong tangan yang ia cengkeram itu saat melepaskannya dengan kesal. Ibu Melani menghampiri Nadia. “Hari ini Tuan Aryan sarapan roti, telur dan selada serta kopi s**u,” bisik Ibu Melani. “Iya, Bu, maafkan aku,” sahut Nadia seraya berbisik juga. “Kau—“ Aryan menunjuk Nadia. Nadia kembali tersadar dari lamunannya. Nyonya Sharee tersenyum melihat ke arah Nadia yang sudah mulai cekatan mengurus keperluan Aryan juga hapal jadwal sarapan cucu tercintanya itu. “Pagi, Pak Hendrawan, mari kita sarapan!” Nyonya Sharee mempersilahkan pria di samping Aryan untuk duduk. “Terima kasih, Nyonya, saya sudah sarapan," ucap Hendrawan. "Eh, tak baik menolak tawaran wanita yang usianya sudah lebih dari setengah abad seperti aku ini. Ayo, kita sarapan bersama!" ajak Nyonya Sharee. Akhirnya Hendrawan menurut dan meraih roti goreng dengan selada. Nadia langsung menawarkan minuman pada pria itu. "Kopi, teh atau s**u?" tanya Nadia. Belum juga Hendrawan menjawab, Aryan sudah menghardik gadis itu. "Kau bekerja di sini untuk mengurusi aku, bukan dia," ucap Aryan. Nadia memasang tampang ketus dan kesal. "Biar Bibi aja, Nad," ucap Bi Minah. Kepala pembantu itu langsung mengambil alih dan menuangkan kopi yang Hendrawan inginkan. "Tuan Aryan, mau sarapan pisang molen?" tanya Nadia seraya meledek pria itu. Kopi s**u yang baru Aryan teguk itu langsung menyembur ke luar karena tersentak dengan perkataan Nadia. Pria itu langsung terbatuk-batuk sembari menatap tajam ke arah gadis itu. "Wleek…!" Nadia menjulurkan lidahnya sedikit meledek Aryan yang langsung terdiam. Ia tak mau gadis itu membicarakan perihal memalukan tadi. "Permisi, Nyonya Share, ada tamu untuk Anda," salah satu penjaga keamanan di rumah besar itu masuk dan menghampiri Nyonya Sharee. "Siapa tamunya?" tanya Nyonya besar itu. "Ibu Fatma," jawabnya. "Oke, suruh dia masuk dan tunggu di ruang tamu," pinta nyonya besar itu. "Baik, Nyonya." Penjaga rumah itu lantas melangkah menuju keluar dari ruang makan itu. * To be continue…
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN