Tuan Aryan melangkah menuju tiap bilik dan membuka pintu masing-masing bilik untuk memastikan tak ada siapapun di dalam sana. Sampai akhirnya ia tiba di bilik tempat Nadia bersembunyi. Pintunya macet tak bisa dibuka.
“Apa ada orang di dalam?” tanya Aryan.
Nadia diam tak menjawab.
“Halo, apa ada orang di dalam atau aku dobrak jika tak ada jawaban,” ancamnya.
Klik.
Nadia perlahan membuka pintu tersebut lalu menunjukkan wajah polos yang tersenyum menunjukkan deretan gigi putihnya.
“Maaf, Pak. Tadi aku salah masuk toilet,” ucap Nadia.
“Oh, dasar gadis Bodoh!” Aryan menutup bilik itu dengan kencang.
Brak!
Tiba-tiba pria itu menyadari sesuatu yang salah dan aneh dalam toilet pria tersebut. Seseorang yang ia lihat tadi merupakan seorang perempuan.
“Apa?! Kau seorang gadis, sedang apa di toilet pria, mau mengintip aku, ya?”
Aryan langsung meraih kemeja barunya dan bergegas memakainya.
“Sumpah, Pak… saya gak sengaja masuk sini, saya mau ke luar nih,” ucap Nadia tanpa menoleh lagi pada Aryan dan langsung berlari.
Ia tak mau nanti malam harus bermimpi buruk dan tidur memimpikan tubuh atletis itu nantinya.
Kini, Nadia berdiri di depan teller untuk mengambil uang tabungan dari almarhum ibunya. Sialnya sang Ayah sudah bergerak cepat. Tabungan Nadia dari sang Bunda sudah di blokir.
Dengan raut wajah kesal dan bersungut-sungut, ia ke luar dari bank tersebut lalu menghubungi Bagas dari ponselnya. Dua puluh menit kemudian setelah Nadia menunggu Bagas di depan minimarket, kekasihnya itu datang juga menjemputnya.
“Aku kabur, Gas.”
“Hah? Kamu kabur? Terus kamu mau kemana, nih?” tanya Bagas.
“Ke mana, ya… Coba cari kos deh aku pinjem uang kamu, ya?” pinta Nadia.
“Mana aku punya uang, aku aja masih minta sama Mama, ke rumah siapa gitu numpang tinggal di sana,” ucap Bagas memberi saran.
“Masalahnya temenku cowok semua, masa iya aku tinggal di rumah cowok, ya mending sekalian numpang di rumah kamu aja, Gas.”
“Eh, jangan dong! Bisa di kasih konser omelan sehari semalam nanti sama Mama,” sahut Bagas.
“Terus, gimana?”
“Nanti ajalah kita pikirin, sekarang ikut aku yuk, ke kafe tempat Kakaknya Yuda, kita mau party di sana,” ucap Bagas.
“Party? Dalam rangka apa?”
“Kelulusan kita lah, tadi kan masih tertunda,” ucap Bagas yang langsung menarik lengan Nadia agar tak kelamaaan berpikir untuk naik di atas jok belakang sepeda motornya itu.
“Oke, deh.”
Sepeda motor satria F itu melaju menembus arus lalu lintas yang mulai padat.
*
Malam itu selesai berpesta, Nadia masih juga tak tau harus tinggal di mana. Bagas menepikan sepeda motornya di sebuah pos kamling, kebetulan jalanan itu tampak sepi. Ia membawa gadisnya itu duduk di pos kamling itu.
“Kita ngapain di sini?” tanya Nadia.
“Kita nginep di sini aja, aku temenin kamu sekalian kita pacaran, romantis, kan?”
“Yang ada nanti kita digerebek hansip terus dikawinin lagi,” sahut Nadia.
“Ya udah, kita kawin aja sekalian di sini, test drive dulu, nikah belakangan.”
“Koplak! Jangan macem-macem deh!” ancam Nadia.
“Ya ampun, Nad. Cium doang juga enggak boleh, gitu?” Bagas mulai menggoda Nadia.
Gadis itu menyentuh bibirnya sendiri dengan jari jemarinya. Bibir itu masih polos, belum ada seorang pria pun yang pernah menyentuhnya. Nadia menoleh ke arah Bagas mengamatinya dengan saksama.
“Pantaskah pria ini kuberikan ciuman pertama dariku?” batin Nadia.
“Nad… Boleh ya, dikit aja,” Bagas masih mencoba menggoda Nadia
“Umm… ia deh.” Nadia akhirnya menyerah dan membiarkan wajah Bagas mendekat ke arahnya.
Namun, sebelum bibir mereka saling bertemu, Nadia melihat sebuah mobil sedan hitam yang dihadang dua pengendara sepeda motor di ujung jalan.
Bibir Bagas yang sudah terlanjur maju itu malah menabrak dinding pos kamling.
Kedua orang yang dilihat Nadia itu menggunakan senjata api untuk mengancam si penumpang dalam mobil tersebut.
“Ada yang di rampok, Gas!” tunjuk Nadia yang tak jadi memberikan ciuman pertamanya pada Bagas.
“Astaga... padahal dikit lagi, Nad.”
“Telepon anak-anak cepetan! Bawa senjata lengkap gitu!” ucap Nadia memberi perintah yang langsung dilaksanakan Bagas.
Seorang penumpang wanita paruh baya itu keluar dari dalam mobil bersama sang sopir. Keduanya diminta berlutut olek kawanan perampok tersebut. Untungnya para kawan Nadia dan Bagas masih berada di kafe yang letaknya dekat dengan jalan tersebut.
Rombongan anak STM yang berjumlah tiga puluh orang itu membawa senjata tajam ala mereka seperti gesper besi, ikat pinggang dengan gerigi sepeda motor bahkan pedang samurai. Mereka bersiap mengeroyok si perampok bertopeng.
“Berhenti! Saya tembak kalian kalau sampai maju!” ancam salah satu perampok yang menodongkan senjatanya ke arah kawanan anak STM itu.
Nadia menimpuk perampok itu dengan batu tepat mengenai kepala bagian belakangnya. Perampok itu menoleh pada Nadia. Lalu saat kedua perampok itu lengah, Yuda langsung melempari perampok itu dengan gerigi sepeda motor dan tepat sasaran.
“Serbuuuuu…!” teriak Bagas dan Nadia bersamaan.
Kedua perampok bersenjata itu akhirnya tumbang setelah kalah jumlah dan habis-habisan babak belur dihajar para kawanan anak STM yang solid itu. Sang sopir langsung bergegas menghubungi pihak kepolisian setempat untuk meringkus si perampok.
Wanita paruh baya itu menghampiri Nadia.
“Kamu perempuan sendirian di antara anak-anak ini?” tanyanya.
“Iya, Nek, eh Nyoya, eh Ibu, aduh saya bingung panggil apa,” sahut Nadia.
“Nama saya Nyonya Sharee, panggil saja Nenek, nama kamu siapa?”
“Nama saya Nadia, Nek.”
“Terima kasih sebelumnya, kalau enggak ada kalian mungkin kita sudah mati ya, Pak Sopir?”
“Iya, bener tuh, Nyonya, hiiiyy saya takut banget tadi sampai gemeteran,” sahut sang sopir.
“Oh iya, sebentar saya punya hadiah buat kalian semua,” ucap Nyonya Sharee lalu meraih sejumlah uang kertas seratus ribuan dari dalam tas miliknya.
“Wah, Nek. Gak usah repot-repot kita ikhlas, kok,” sahut Nadia.
“Tapi, Nad… lumayanlah buat makan,” sahut Yuda.
“Saya juga ikhlas kasihnya, ayo semuanya antre!” Nyonya Sharee memberi perintah.
“Horeeee... Hidup Nyonya Share…!”
Malam itu jalanan tersebut terdengar riuh dengan sorak gembira dari Nadia dan kawan-kawan.
“Nad, jadi gimana, kamu mau tidur di pos kamling ini?” tanya Bagas.
Kebetulan ucapan Bagas terdengar sampai ke telinga wanita paruh baya itu.
“Kamu, enggak punya tempat tinggal?” tanya Nyonya Sharee pada Nadia.
Gadis itu menggelengkan kepalanya.
“Kamu pasti juga belum bekerja, iya kan?”
“Iya, Nek. Saya baru lulus.”
“Kamu mau bekerja di rumah saya, tapi jadi asisten rumah tangga. Nah, kamu bakal dapat tempat tinggal, gaji, makan tiga kali sehari, cemilan juga lho, ya sampai kamu dapat pekerjaan yang kamu sukai, bagaimana, kamu mau ikut saya?” tanya Nyonya Sharee.
Nadia menoleh ke arah Bagas, “Gimana, Gas?” bisik Nadia.
“Ya, terserah kamu,” sahut Bagas.
“Umm… Oke deh, Nek. Nadia mau.”
Setelah pamit dengan Bagas dan kawan Nadia lainnya, gadis itu masuk ke dalam mobil SUV hitam milik Nyonya Sharee yang melaju menuju rumah besar di kawasan elite ibukota.
*
To be continue...