Luna mengurut pelipisnya yang terasa begitu tegang. Ia bangkit dari posisinya dan menyadari jika ini bukanlah kamar apartemen yang selama ini ia tempati sebagai akomodasi yang disediakan oleh Dominik selama dirinya tinggal di Rusia. Luna memang tidak tahu dirinya ada di mana saat ini, tetapi Luna yakin jika ini adalah ruangan milik Dominik. Selain dari kemewahan yang tampak jelas di setiap sudut ruangan yang didominasi warna gelap ini, Luna juga bisa mencium aroma khas Dominik yang menyebar di ruangan ini.
Luna menunduk dan menyadari jika dirinya sudah menggunakan gaun tidur asing. Ia sama sekali tidak panik dan berpikir jika Dominik yang menggantikan pakaiannya. Meskipun Dominik kurang ajar, tetapi ia yakin jika CEO panas satu itu sama sekali bukan pria yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Luna menghela napas dan mengulang apa yang sudah terjadi sebelumnya. Luna merasa jika hidupnya sudah berubah bak kisah n****+.
Semenjak bertemu dengan Dominik di dalam lift, Luna merasa jika semua hal yang tidak mungkin ia alami selama hidupnya, kini menjadi sebuah kenyataan. Dimulai dari dirinya yang terlibat dengan seorang pria yang berasal dari level yang tidak pernah terbayang olehnya, lalu mendapatkan sebuah pekerjaan yang juga sama sekali tidak pernah Luna bayangkan. Hingga menyaksikan hujan peluru yang membuat kepalanya pening sampai saat ini. Luna benar-benar tidak menyangka jika negeri ini sangat bebas seperti ini.
Ayolah, siapa pun pasti tidak terpikir jika ada sebuah insiden saling tembak yang sama sekali tidak mengundang polisi untuk mendekat dan menyelesaikan kerusuhan tersebut. Ah, sebenarnya, Luna sendiri tidak mengetahui akhir dari kerusuhan tersebut. Karena saat dirinya sudah berada dalam pelukan Dominik, Luna kehilangan kesadarannya begitu saja saat merasakan lehernya tersengat sesuatu. Luna menggigit bibirnya saat menyadari jika Dominik dan Harry sangat tenang menghadapi masalah tadi.
Rasanya sama sekali tidak salah jika Luna menyimpulkan bahwa Dominik sudah sangat terbiasa menghadapi masalah seperti ini, hingga tidak merasa panic walaupun dirinya terancam mati. Namun, Luna sama sekali tidak merasa terbiasa. Ini kali pertama Luna mendapatkan sebuah pengalaman mengerikan di mana nyawanya terancam. Bisa saja saat itu Luna tertembak dan mati di tempat, padahal dirinya belum mencapai semua harapan dan cita-citanya.
“Kau sudah bangun?”
Luna mengangkat pandangannya dan bertemu tatap dengan Dominik yang melangkah dengan nampan di tangannya. Luna tidak mengubah posisinya dan menatap Dominik dengan tatapan datar. Sebenarnya, saat ini Luna sendiri merasa bingung. Harus seperti apa dirinya bereaksi dan berhadapan dengan Dominik setelah kejadian yang mengancam nyawa itu.
Dominik bisa membaca kebingungan di wajah Luna. Namun, Dominik tersenyum tipis. Sungguh, ia merasa agak terkejut dengan reaksi Luna ini. Ia berpikir jika mungkin Luna akan menangis-nangis dan meminta untuk segera dipulangkan ke Indonesia setelah melihat hujan peluru yang terjadi. “Bagaimana perasaanmu?” tanya Dominik saat dirinya meletakkan nampan berisi sarapan di atas ranjang, sementara Dominik duduk di tepi ranjang.
“Tidak terlalu baik,” jawab Luna membuat Dominik menyeringai tipis.
“Sangat unik. Aku kira kau akan menangis dan memintaku untuk memulangkanmu saat ini juga ke Indonesia,” ucap Dominik membuta Luna terdiam.
“Jika aku memintamu untuk memulangkanku ke Indonesia, aku akan terbelit masalah yang baru. Aku pasti tidak bisa melunasi hutangku atas pembatalan kontrak magang. Lagi pula, aku merasa jika selagi aku tetap berada di sisimu, aku akan tetap aman,” jelas Luna membuat seringai Dominik semakin lebar saja.
Dominik mengulurkan tangannya dan mengusap pipi Luna, hal itu membuat Luna tidak nyaman dan menepis tangan Dominik. “Aku memang mengatakan, jika berada di sisimu akan terasa sangat aman bagiku. Namun, jika kau bertindak seperti ini, aku akan berpikir ulang,” ucap Luna dengan melemparkan tatapan tajam yang membuat Dominik meledakkan tawanya.
“Ah, kau semakin menarik saja. Aku jadi semakin penasaran saja padamu, Manis.”
***
“Apa setiap malam selalu ada pesta seperti ini?” tanya Luna dengan nada sarkas, karena lagi-lagi dirinya harus mendampingi Dominik untuk menghadiri sebuah pesta. Namun tidak seperti sebelumnya, hati Luna tidak merasa tenang. Jujur saja, Luna takut jika dirinya kembali harus menyaksikan kejadian menyeramkan seperti tempo hari.
Luna bukanlah seorang wonder women yang bisa bersikap seperti biasa setelah berhadapan dengan kejadian mengerikan seperti itu. Meskipun Luna terus mensugesti bahwa dirinya akan baik-baik saja selagi terus bersama Daniel yang sudah mengatakan jika diirnya menjamin keselamatan Luna secara pribadi, tetapi tetap saja. Luna merasa jika dirinya mungkin saja akan celaka kapan pun dan di mana pun itu.
Saat ini Luna sendiri berpikir, mungkin saja menjauh dari Dominik adalah keputusan yang paling tepat. Dilihat dari sisi mana pun, kejadian kemarin pasti berhubungan dengan Dominik. Pasti ini ada kaitannya dengan perselisihan antara pemilik perusahaan yang memperbutkan sebuah proyek bernilai ratusan triliun atau semacamnya. Namun, di sisi lain, Luna sama sekali tidak ingin bertindak selayaknya seorang pengecut. Ia sudah melangkah seberani ini, dan Luna tidak akan mundur begitu saja. Luna akan tetap bertahan dalam tiga bulan, dan dirinya akan kembali ke Indonesia tanpa memiliki satu pun penyesalan, termasuk hutang yang menggunung.
“Tentu saja, aku orang penting. Banyak orang penting juga yang mengundangku untuk menghadiri pesta yang mereka selenggarakan,” ucap Dominik lalu ke luar dari mobil. Ia memutari badan mobil dan membuka pintu mobil di sisi Luna.
Tentu saja Luna ke luar dengan gerakan anggun yang sanggup membuat semua pasang mata dan lensa para media masa tertuju pada sosoknya yang hadir dengan Dominik sang pengusaha muda yang selalu menjadi penghias dari sampul majalah bisnis. Nama Dominik memang sangat dikenal sebagai seorang pebisnis sukses yang menjadi calon menantu yang paling diminati oleh para ibu di negeri ini. Hal tersebut terjadi karena Dominik memenuhi semua syarat yang harus dimiliki oleh seorang calon menantu idaman.
Dimulai dari harta yang berlimpah ruah, sikap yang baik, jauh dari skandal, dan yang terpenting adalah memiliki tubuh serta wajah yang sangat menawan. Siapa pun yang berhasil mendapatkan Dominik, dijamin akan memiliki seorang keturuan yang sangat berkualitas. Dominik sendiri tahu dengan reputasinya yang sangat baik itu, dan dirinya sama sekali tidak berniat untuk merusaknya. Sebab reputasi inilah yang bisa melindunginya, melindungi identitasnya yang sesungguhnya.
“Tersenyumlah,” bisik Dominik dan membuat Luna dengan spontan menarik sebuah senyum yang tenut saja segera diabadikan oleh semua lensa yang menyorot padanya serta pada Dominik.
Saat ini semua orang tengah berlomba-lomba mengumpulkan berita yang mungkin saja akan mematahkan semua hati para wanita di negeri ini, akibat sang calon suami dan calon menantu idaman sudah memiliki kekasih hati. Dominik tentu saja sudah menebak hal itu, tetapi dirinya sama sekali tidak peduli. Hal yang ia pikirkan adalah, hal lain. Akan ada sebuah masalah besar yang datang, saat dirinya membuat semua media mencetak wajah cantik Luna di majalah atau media lainnya.
Namun Dominik harus melakukan hal ini, setidaknya ini bisa memastikan pada semua musuhnya, jika Luna memang berada di bawah perlindungannya. Jika sampai ada yang berani menyentuhnya, itu berarti akan berhadapan langsung dengan Dominik. “Selamat menikmati pesta ini,” ucap Dominik saat dirinya dan Luna masuk ke dalam aula pesta yang megah.
Luna sendiri terpukau. Ini memang bukan kali pertama bagi Luna menyaksikan sebuah pesta mewah para orang kaya. Namun, ini pesta mewah yang benar-benar mewah dan berbeda dengan pesta yang pernah Luna saksikan. Kini Luna bertanya-tanya, apakah para orang kaya ini memiliki lubang uang? Mungkin saja, pikir Luna.
Luna menurut saja Dominik memperkenalkan dirinya ke sana ke mari pada para koleganya. Setelah selesai, barulah Luna diajak Dominik untuk duduk dan menikmati hidangan yang sudah disediakan. Barulah saat itu, Luna melihat kehadiran Harry. Namun, Harry sama sekali tidak ikut bergabung dengan mereka untuk menikmati hidangan dan hanya berdiri di belakang kursi yang diduduki Dominik. “Apa Harry tidak boleh duduk?” tanya Luna.
Dominik menggeleng tipis. “Bukannya tidak boleh, tetapi dia tidak akan mau. Ini masih jam kerja baginya,” jawab Dominik membuat Luna mengangguk mengerti. Salah satu hal yang perlu dicontoh oleh Luna dari Harry adalah kedisiplinan yang ia miliki. Jika ingin menjadi orang sukses, salah satu hal yang perlu diingat adalah bagaimana kita disiplin dan menghargai waktu. Maka Luna akan mencontoh sikap Harry tersebut agar dirinya bisa menjadi orang sukses nantinya.
“Makanlah,” ucap Dominik lagi sembari mendorong piring steak yang tampak begitu menggunggah selera baginya. Rupanya, Dominik juga sudah memotong-motong steak tersebut agar lebih mudah dinikmati oleh Luna.
Awalnya, Luna ingin menolaknya. Namun, Luna ingat karakter Dominik yang tidak senang ditolak. Jadi pada akhirnya Luna pun menerima tersebut dengan senang hati. Setelah mengucapkan terima kasih, Luna pun mengambil garpu berniat untuk menyantap makanan lezat yang tentu saja mahal tersebut. Makanan yang tidak bisa dimakan oleh Luna setiap Luna ingin menyantapnya. Sayangnya, baru saja berniat untuk menggigit potongan daging yang harum tersebut, Luna harus menjatuhkan garpunya saat terkejut karena mendengar suara ledakan senjata api yang memekakan telinga.
Wajah cantik Luna memucat, apalagi saat dirinya melihat kekacauan di depan matanya. Luna pun mendengar Dominik memaki dengan keras. Dominik pun bangkit dan meraih Luna untuk segera berlari. Harry berlari di belakang keduanya, seakan-akan menjadi tameng hidup bagi keduanya. Namun, tentu saja Harry tidak menggunakan tubuhnya saja, ia mengeluarkan senjata api laras pendek miliknya dan menyerang beberapa orang yang berani mengarahkan moncong senjata mereka pada sang tuan.
Hanya saja, ternyata serangan tidak terjadi dari satu arah, dan Harry tidak bisa menangani semua serangan yang berasal dari berbagai arah. Karena itulah, Daniel sendiri yang harus mengambil tindakan. Daniel mengeluarkan pistol, mengentikan langkahnya dan memeluk Luna sebelum melepaskan tembakan pada orang-orang yang sudah berani memiliki niat untuk melukai Luna dan dirinya. Merasakan jika tubuh Luna bergetar hebat, Daniel pun berbisik, “Tenanglah, aku ada di sini.”