HAPPY READING
***
Viola menelan ludah mendengar bahwa Jeff mengajaknya pindah ke hotel. Oh Tuhan, ia tidak percaya bahwa Jeff benar-benar ingin mengajaknya kepenginapan. Mereka dua orang dewasa, pasti memiliki hasrat ingin melakukan lebih jika memiliki ketertarikan cukup kuat di antara keduanya.
Ini bukanlah tentang kebohongan yang ia pasangan sebuah profil online, atas nama, pekerjaan dan pendidikan. Namun ini sudah menyangkut tentang soal personal. Jujur ia ingin tahu bagaimana otot bisep itu merengkuhnya, karena ia tahu bahwa lengan mencerminkan kekuatan seorang pria.
Pandangan Viola beralih ke jemari Jeff yang mengunci tangannya. Jemari itu panjang, kukunya bersih, dan menggengamnya kuat. Bentuk bahunya yang lebar dan kokoh, ia tahu bagaimana maskulinnya Jeff.
“Why?” Tanya Viola.
Jujur sebenarnya ia sudah lama tidak melakukan hubungan intim, sudah dua tahun lamanya ia tidak melakukannya. Terakhir ia lakukan dengan mantannya terdahulu. Biasa saat menjelang mensturasi libidonya sedang tinggi-tingginya, ia sempat pusing karena hasrat tidak tersalurkan, maka hal positif ia lakukan adalah mastubrasi dengan jemarinya.
“Maaf, lupakan saya,” ucap Jeff, karena ia lepas control mengajak Viola ke hotel, di hari pertama kali mereka bertemu.
Viola menggigit bibir bawahnya, ia merasakan jemari Jeff merenggang ingin melepaskan tangannya. Namun ia menahannya agar tetap saling menggenggam. Viola menarik nafas, ia tahu apa yang ada di dalam pikiran Jeff saat ini, dan mereka sama. Mereka sama-sama butuh pelampiasan.
Viola tidak peduli tidak peduli jika suatu saat Jeff mengghosting dirinya. Ia tidak butuh pengenalan lebih dalam, karena ia tahu bahwa ia tidak akan pernah sepadan dengan Jeff. Yang ia butuhkan saat ini pelampiasan yang sudah lama tidak ia rasakan.
“Jeff …”
“Iya.”
“Saya mau,” ucap Viola pelan.
Jeff tidak menyangka bahwa wanita juga menginginkannya. Ia menatap iris mata itu, tidak ada keraguan terlihat pada tatapan itu. Ia tidak ingin Sarah mengubah pikirannya. Ia tahu bahwa mereka adalah dua orang yang saling tertarik satu sama lain dan saling menginginkan.
Jeff hitung beberapa detik, untuk Sarah berpikir atas keinginannya. Ia menunggu hingga lima detik terakhir, dan memastikan bahwa mereka saling tertarik dengan keadaan fisik.
“Saya tidak ingin kamu berubah pikiran.”
Jeff melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 20.30 menit. Ia menatap ke bekalang, ia melihat bangunan gedung Swissotel Jakarta PIK Avenue. Jeff lalu menarik tangan Sarah, menuju parkiran mobil yang berada di ujung sana.
“Kita mau ke mana?” Tanya Viola.
“Ke Swissotel.”
Beberapa menit kemudian, Jeff merogok konci mobilnya di saku sebelah kiri tanpa melepaskan genggaman tangannya. Ia membuka kunci mobil dengan central lock, lalu membuka pintu itu, dan Viola masuk ke dalam, ia mendaratkan pantatnya di kursi.
Viola memasang sabuk pengaman, ia menatap Jeff yang menghidupkan mesin mobil. Semenit kemudian mobil meninggalkan area pantai. Selama di dalam mobil mereka saling terdiam, karena sibuk dengan pikiran masing-masing.
Semua pria pasti sangat paham apa yang membuatnya b*******h kepada wanita. Dan ia setuju sejak tadi ia mejaga hasratnya kepada wanita itu, dia mengenakan dress mini berwarna putih, yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Tidak hanya penampilan yang membuat rasa penasarannya cukup tinggi, namun juga dipicu dengan oborlan mereka selaras dan asiknya berdiskusi.
Menurutnya wanita bernama Sarah ini asyik diajak diskusi, hingga membuatnya b*******h saat ngobrol apa saja. Pembicaraan mereka seolah saling memahami satu sama lain. Ia pernah kenalan dengan seorang wanita, berbicara dan berdiskusi seperti halnya dilakukan Sarah. Ngobrol berjam-jam, dengan argument masing-masing. Namun lambat laun argument tidak mau mengalah, dan ingin wanita itu ingin ia memahami pendapatnya. Akhirnya kehabisan argumen dan dirinya pun lalu menyudahinya, karena rasa tertarik itu hilang begitu saja.
Namun berbeda dengan Sarah dia wanita yang supel, pembicaraan mereka apa saja asyik, pertemuan pertama saja sangat mengesankan apalagi nanti selanjutnya. Ia tidak akan melepaskan wanita yang sudah meluluhkan hatinya.
***
Kini mobil Jeff sudah berhenti di depan lobby Swissotel. Jeff melirik Sarah yang menatapnya, ia tahu bahwa pikiran mereka sudah ke mana-mana, saat ini, ia membuka kunci mobil. Ia menunggu Sarah beberapa detik untuk berpikir.
“Sarah.”
“Apa kamu benar-benar ingin melakukannya?” Tanya Jeff, memastikan lagi apa yang akan terjadi jika mereka sudah masuk ke dalam.
“Apa kamu ingin saya menolaknya?” Viola balik bertanya.
Bibir Jeff terangkat, ia mengerti maksud Sarah, ia lalu keluar dari mobil, ia membuka pintu mobil begitu juga dengan Jeff. Jeff meraih jemari Sarah, ia tautkan jemari lentik itu di sela-sela jemarinya. Jeff menitipkan kuncinya kepada bellboy yang berjaga di depan pintu lobby.
Jeff masuk ke dalam lobby, ia menuju counter receptonis. Viola melihat Jeff melakukan transaksi kepada receptionis. Ia tidak menyangka bahwa ia akan stay di sini dengan Jeff. Sesuai dengan prediksi Emily sahabatnya bahwa mereka akan tidur bersama.
Mereka sudah dewasa, ke hotel seperti ini tidak mungkin hanya duduk diam sambil menatap gedung pencakar langit dari ketinggian. Itu sangat tidak mungkin menurutnya. Oh God, anggap saja ia khilaf malam ini, karena menyetujui ajakan Jeff. Ia sudah cukup dewasa, ia bisa mempertanggung jawabkan apa yang telah ia lakukan.
Beberapa menit kemudian, Jeff sudah menyelesaikan transaksi chek in, mereka lalu masuk ke dalam lift. Jeff dan Viola, menatap angka di dalam lift menuju lantai sebelas. Pintu lift terbuka, Jeff mencari nomor kamar, setelah melewati ring kamar.
Beberapa saat kemudian langkah mereka terhenti, di salah satu pintu kamar dengan nomor kamar 1110. Jeff menempelkan kartu akses di depan pintu. Mereka mendengar pintu kamar terbuka secara otomatis. Jeff membuka hendel pintu, dan ia lalu meletakan kartu akses di dekat daun pintu, seketika lampu menyala.
Jeff memperlebar daun pintu, dan Viola masuk ke dalam. Yang mereka rasakan ketika masuk ke dalam kamar adalah konsep kamar dengan gaya ornamen kayu yang kental, perpaduan gaya homey dan modern. Perpaduan warna coklat, abu-abu dan hitam. Tempat tidur berukuran king size di sana dan sofa abu-abu di dekat jendela kaca terbentang luas dengan view laut.
Viola melihat Jeff menutup pintu kamar. Ia meletakan tasnya di nakas, ia melangkahkan kakinya menuju jendela, ia menatap view laut dari ketinggian. Ia melihat Jeff kini berdiri di sampingnya.
“Bagaimana kamarnya?” Tanya Jeff.
“Good, homey. Saya suka.”
“Saya juga mikirnya gitu,” ucap Jeff.
Viola melirik Jeff, pria itu masih tampak tenang begitu juga dengan dirinya. Jeff melihat kulkas kecil di sana, ia mengambil dua beer bintang di sana. Ia ingin mereka sama-sama rilexs sebelum memulainya.
Jeff membuka kaleng beer itu dan menyerahkan kepada Viola. Viola mengambil dari tangannya. Ia lalu menyesapnya secara perlahan.
“Apa kamu sering ke hotel?” Tanya Viola.
“Kadang-kadang, kalau ada kerjaan di luar negri dan luar kota, yang mengharuskan saya menginap di hotel.”
“Kalau kamu?”
“Lumayan sering, kalau sedang suntuk, weekend,” ucap Viola.
“Dengan siapa?” Tanya Jeff penasaran.
“Sendiri.”
“Really?”
Viola menyungging senyum, “Saya biasa staycation sendiri kalau weekend. Saya biasa pesan kamar paling atas, request wifi paling kenceng, saya bawa leptop, bawa cemilan kesukaan saya, sambil child and Netflix. Such a great staycation. Saya menghabiskan dua hari saya dengan diri saya sendiri.”
“Me time, saya selalu appreciate my achievement in everything.”
“Bagi saya, mencintai diri sendiri adalah part paling menyenangkan dalam hidup saya. Karena saya tahu bahwa saya di sini berjuang sendiri.”
“You, make sure! before you love someone, love yourself first!” Ucap Jeff.
“Yes, you right, Jeff.”
Jeff dan Viola kini saling berpandangan satu sama lain. Jeff meraih jemari Viola dan menaruh kaleng beer itu di meja, ia menarik pinggang Viola merapat ke tubuhnya. Ini lah pertama kalinya mereka saling memeluk satu sama lain. Viola menyentuh d**a bidang Jeff secara perlahan.
“I will do the best for you,” bisik Jeff.
“Do …” ucap Viola pelan.
***