Bab 1

1464 Kata
Viola iseng mengubah bio diakun aplikasi pencari jodohhnya menjadi. Sarah Lulusan Harvad University Umur 28 tahun Lalu ia memasang foto terbaiknya, yang ia ambil secara selfie. Lalu ia memejamkan mata dan membiarkan ponselnya di nakas dengan posisi mengisi charger. **** Seperti biasa setiap hari senin merupakan hari paling sibuk sejagat raya. Viola memandang penampilannya di cermin, hari ini dia mengenakan rok span berwarna coklat dan blouse berwarna putih dengan potongan leher tinggi. Ia mengenakan sepatu flat Tory Burch berwarna hitam. Viola turun dari kostnya, lalu masuk ke dalam lift, ia melihat pantulan bayangannya di cermin sambil menenteng hand bag coach. Viola melihat ke arah layar ponsel menunjukan pukul 08.10 menit. Di dalam lift ia tidak sendiri melainkan bersama beberapa orang di sana. Ia mengambil lanyard coach di dalam tasnya dan ia menggantungkan di leher. Beberapa detik kemudian pintu lift terbuka. Viola melihat taxi online nya sudah tiba di lobby gedung kostnya. Ia menatap security membuka pintu lobby untuknya. Viola mengucapkan terima kasih lalu masuk ke dalam mobil Blue Brid. Rutinitasnya hari Senin yang monoton yang sudah ia lakukan selama dua tahun ini. Pulang dan pergi menghadapi kemacetan. Berkutat dari satu meeting ke meeting lain. Berjam-jam di depan leptop mengerjakan laporan. Hingga tidak ada waktu namanya pacaran. Waktu istirahat diisi dengan mencari makan dan berbincang dengan rekan kerja, atau paling enggak bawa bekal dan titip makan dengan OB, lebih baik makan di kubikel. Lalu jam lima sore pulang, seperti itulah aktivitasnya setiap hari, sungguh sangat monoton. Viola menyandarkan punggungnya di kursi, ia menatap ke arah layar ponsel, ia sudah lebih dari 1000 pria yang ia swipe kanan oleh Viola. Tujuannya sederhana, ia hanya ingin mencari pacar, syukur-syukur cocok bisa langgeng sampai pelaminan di umurnya yang tidak bisa dikatakan muda lagi. Dari ribuan match, sayangnya ia belum pernah berpacaran dengan satu orang pun di aplikasi pencari jodoh ini. Meski belum menemukan pasangan, ia tetap bertahan dengan aplikasi itu. Alasannya hanya satu ia tidak ingin berpasangan dengan pria dari lingkaran pertemanan itu-itu saja apalagi dengan rekan kerja. Itu sangat merepotkan menurutnya. Selain itu, ia merasa sibuk sebagai karyawan yang tidak memiliki waktu untuk mencari jodoh di dunia nyata. Aplikasi dating apps ini lah solusinya, juga senang karena banyak plihan tersedia. Di sana juga tersedia keterangan pendidikan dan pekerjaan. Kalau ia merasa pria itu berkualitas dan cocok dengannya, maka ia akan swipe kanan. Kalau tidak sesuai dengan kriterianya, ia akan swipe kiri. Viola memandang ke arah layar ponsel, dengan nama Jeff umur 34 tahun, pekerjaan Founder Daring. Pria itu lumayan tampan, dia mengenakan kemeja putih di dalam mobil. Kaca mata hitam itu bertengger di hidung mancungnya. Ia sebenarnya ngeri jika ada pria yang mengaku sebagai CEO ataupun founder di aplikasi pencari jodoh ini. Mengingatkan dirinya pada film Tinder Swindler, si tukang tipu wanita. Ia tahu bahwa aplikasi kencan online ini menjadi pilihan banyak orang untuk ingin mendapatkan pasangan, tapi tidak banyak waktu untuk bertemu dengan orang dikehidupan nyata. Namun ada ancaman nyata di balik trend mencari aplikasi kencan online ini. Pria itu tampan, hidungnya mancung, ada sedikit bulu-bulu hitam yang memenuhi rahang tegasnya, mengingatkan dirinya pada Simon Leviev, seorang penipu professional. Yang terpikat dengan pesona palsu yang mengaku sebagai putra pengusaha berlian Israel. Lalu si wanita diperdaya hingga menyerahkan uang tunai dan kartu kredit. Ia yakin banyak sekali korban si pria bernama Jeff itu. Namun ia tetap swipe kanan dan lalu bertulisan Match berwarna biru. Ia tidak menyangka bahwa pria itu memilihnya. Beberapa detik kemudian pria itu memberinya pesan singkat. Viola tahu ini dunia Maya, ia tidak akan sepenuhnya percaya begitu saja. Namun rasa penasarannya cukup kuat lalu memandang pesan singkat itu. Jeff : “Hai, how are you, Sarah” Jeff : “Nice, salam kenal.” Viola menyungging senyum, ia tahu bahwa ia tidak akan memberikan informasi yang valid di plikasi ini semenjak ia menonton film The Tinder Swindler, semuanya fake kecuali fotonya. Ia tidak boleh percaya pada orang yang baru di kenal begitu saja. Ingat ini dunia maya, nanti jika sudah dekat dan cocok, mungkin ia akan memberikan informasi aslinya. Viola lalu mengetik pesan singkat itu, ia melihat ke arah profil dan di dalam situ ada menunjukan lokasi, hanya berjarak 3 km saja. Berarti pria itu tidak berada jauh dari kantornya. Sarah : “Salam kenal juga Jeff.” Sarah : “Lokasi kita dekat, yah.” Viola menatap ke arah jendela, ia bersandar di kursi sambil menunggu mobil tiba di tower office. Ia melihat notif masuk lagi ke ponselnya, itu dari Jeff lagi. Jeff : “Lokasi kamu di mana?” Sarah : “Aku sekarang lagi di SCBD. Kamu?” Jeff : “Aku di Mega Kuningan. Ini baru sampai office.” Viola kembali berpikir ia mengurungkan niatnya untuk tidak membalas pesan singkat itu. Beberapa menit kemudian mobil pun tiba di depan lobby. Ia keluar dari mobi ia lalu masuk ke lobby, ia melihat beberapa karyawan lain sudah mulai masuk ke dalam lift. Ia bekerja di salah satu prusahaan tambang di Indonesia dengan posisi marketing supervisor. Beberapa bulan lalu ia bekerja sebagai admin umum, namun setelah habis kontrak dan ia dipindahin jabatan menjadi marketing supervisor. HR Manager menaikan jabatannya, dan ia pun menyanggupinya dengan suka cita. Jujur ia sebenarnya ia lebih suka jabatan barunya dari pada admin umum kemarin. Ia di sini bertanggung jawab terhadap proses marketing secara menyeluruh untuk pencapaian target penjualan dengan kinerja team yang baik sesuai dengan peraturan perusahaan yang berlaku. Ia juga bertugas menyajikan strategi pemasaran dan merencanakan aksi untuk mencapai tujuan pemasaran yang spesiik. Ia juga bertugas mengawasi acara dan hubungan masyarakat, promosi dan periklanan. Pintu lift terbuka, Viola melangkahkan kakinnya menuju kubikel, ia menatap teman-temannya sudah mulai berdatangan. Viola duduk di kursinya, ia menatap Emily yang baru datang, wanita itu memegang kopi cup yang di samping cup bertulisan Fore Coffe. “Morning, Vio,” ucap Emi, tersenyum kepada Vio, lalu duduk di kursi dan menghidupkan leptopnya. “Morning to, Emi,” ucap Viola, ia juga duduk di samping Emi. Viola teringat ia hampir lupa membalas pesan dari Jeff, ia memandang ke arah layar persegi itu. Sarah : “Maaf, aku juga baru sampai kantor. Kamu kerja apa?” Oke, ia tahu bahwa ia lancang sudah menanyakan tentang pekerjaan lebih cepat. Seharusnya ia basa basi terlebih dulu. Jeff : “Saya founder Tokopedio.” Alis Viola terangkat, sebenarnya ia kurang percaya dengan pria yang ngaku-ngaku sebagai founder Tokopedio. Seorang founder Tokopedio masih bisa main Tinder? Ah, yang benar saja? Ia tahu bahwa di Tinder banyak sekali pesona yang di tampilkan, setiap orang menonjolkan sisi dari kepribadian, kadang menutupi kepribadian asli orang tersebut. Jika resiko terjebak ghosting itu hal biasa jika di dunia maya seperti ini, karena diajak ketemu bukan satu orang saja, melainkan banyak. Dan ia juga tidak terlalu banyak berharap banyak, karena dengan kenal-kenalan di aplikasi kencan, sehingga tidak terlalu ambil pusing dan serius. Ia memandang pesan singkat itu lagi masuk beberapa detik setelah ia membaca. Jeff : “Kamu kerja apa?” Viola memandang Emi, “Em …” Emi yang menyesap kopinya lalu menoleh menatap Viola. “Iya, kenapa Vi?” Tanya Emi. “Lo percaya nggak, founder Tokopedio main Tinder?” Tanya Viola. Emi tertawa geli, “Ih, ngaco aja deh!” “Enggak percaya lah. Emang ada CEO main Tinder, kayak nggak punya kerjaan aja deh!” Viola setuju dengan ucapan Emi, “Setuju sama lo!” “Palingan itu kang tipu,” dengus Emi lagi. “Yupz, bener banget. Itu pasti kang tipu kayak film The Tinder Swindler. Pasti modelan kayak gitu lah. Ngapain juga Founder Tokopedio main gituan.” “Iya sih bener banget, kayak nggak mungkin banget kan.” “Kerjain balik aja deh!” Sahut Emi. “Iya bener, cowok model ginian sih, jangan di percaya, banyak boongnya.” “Iya, bener banget!” “Siapa sih? Kenalan lo di Tinder lagi?” Tanya Emi, ia bersandar di kursinya, ia tahu bahwa sahabatnya itu sedang gencar-gencarnya mencari pria idaman di dunia maya itu. Namun hingga kini dia tidak menemukannya. Padahal Vio itu gadis yang cantik, banyak pria yang bekerja di sini dari berbagai divisi menaruh hati kepada Vio. Mulai dari yang single, suami orang, hingga duda, menyukai Vio. Vio tetap tidak ingin memiliki kekasih dalam lingkaran tempatnya bekerja. “Iya, dia ngakunya gitu.” “Yaudah, lo ngakunya punya restoran aja, bila perlu yang punya Union Group atau Ismaya, biar tau rasa!” “Wih, setuju sama lo,” Vio tertawa. Viola tersenyum penuh arti, ia melihat nama Jeff masih mengirimnya pesan singkat lagi, ia bersandar di kursi, sambil menatap jam melingkar di tangannya. Jam sepuluh nanti ia akan ada meeting. Ia menghidupkan leptopnya, dan menyelesaikan laporannya. Ia membiarkan Jeff sebentar, ia perlu namanya tarik ulur untuk mengerjakan seseorang. “Jadi meeting kan hari ini?” Tanya Emi. “Jadi, ini gue nyiapin bahan dulu,” ucap vio. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN