Bab 1: Bukan Yang Pertama

1048 Kata
Saat remaja Raisa termasuk gadis yang nakal, hingga, dia kehilangan kegadisannya bersama pacar pertamanya di usia 17 tahun, dia kira itu tidak akan menyisakan aib yang akan menjadi luka di masa depan, hingga Raisa di jodohkan dengan seorang pria, lalu menikah. Dia kira itu adalah awal kebahagiaan untuknya, tapi ternyata itu justru awal luka untuknya. di malam pertama dimana harusnya mereka mereguk madu pernikahan, sang suami justru murka sebab ternyata tak menemukan Raisa masih perawan. "Cih, tak di sangka aku malah mendapat w************n!" hardiknya. "Sakit Mas, hentikan!" Raisa menjerit kesakitan, saat lagi- lagi suaminya menghujamnya tanpa perasaan, entah sudah berapa kali pria itu melakukannya, Raisa bahkan sudah pingsan satu kali karena kelelahan, tapi kini pria itu dengan kejamnya kembali menghajarnya bahkan tanpa melakukan penetrasi, hingga Raisa merasakan dirinya seperti terbelah karena kesakitan. "Munafik, bukankah kau menikmatinya?! Sudah berapa pria yang melakukannya denganmu?" Raisa tak menjawab, hati dan tubuhnya sangat sakit, apakah dia begitu hina untuk Kemal, hingga suaminya itu memperlakukannya bagai dia tak bernyawa. Jika begitu untuk apa Kemal terus menyentuhnya. Kemal membalik tubuh Raisa dengan kasar dan kembali menghujamnya. Lagi ... Dan, Lagi ... Hingga mata Raisa terasa memberat lalu gelap. Raisa mengerang saat matahari memasuki kamar hotelnya, kamar yang harusnya menjadi saksi mereguk madu pernikahan, kamar yang sudah di hias sedemikian rupa untuk pasangan pengantin, namun justru menjadi saksi dia dihina dan kesakitan sepanjang malam. Raisa membuka matanya dengan sempurna dan menemukan Kemal suaminya, lalu dengan susah payah dia bangkit dan mendudukkan dirinya, Raisa menunduk dan melihat dirinya yang tak tertutup apapun, pantas dingin. Suaminya itu bahkan tak mau repot menyelimutinya "Dengar Raisa, Hari ini juga aku ceraikan kamu!" Kemal menyesap rokoknya dengan santai, lalu menghembuskan asapnya di udara. Degh ... Pikiran Raisa bahkan belum terkumpul sepenuhnya, tapi pria itu sudah mengeluarkan kata- kata kejam. "Apa kamu bilang?" Mata Raisa tiba- tiba memerah. Kemal berdecak "Harusnya kamu bilang saat belum menikah kalau kamu bukan perawan, tahu begitu aku tidak akan mau." Raisa menggigit bibirnya menahan marah, semalaman penuh pria itu menghinanya dengan kata- kata kasar, belum lagi perlakuannya yang seperti bukan manusia menghajarnya membabi buta, apa dia pria gila? "Lalu kenapa kau terus memasukiku, semalaman penuh, lalu sekarang kau menceraikan aku," ucap Raisa dengan tatapan tajamnya. Kemal terkekeh "Apa bedanya, lagi pula kamu sudah tidak perawan, jadi anggap saja ini ganti rugi untuk waktu ku yang terbuang dengan sia- sia, karena menikahi wanita bekas, Kau tahu aku memiliki mimpi untuk menikahi wanita murni, lalu, apa yang aku dapatkan darimu, cih!" pria itu bahkan meludah ke samping seolah menunjukkan jika dirinya benar- benat jijik. Raisa mengeraskan rahangnya, giginya bahkan gemelutuk, menatap benci pada pria di depannya "Berengsek!" umpatnya. "Kamu memperkosaku semalaman! Sial!" Kemal tertawa, lalu membuang rokok di tangannya ke lantai "Lalu kau mau apa?" "Aku akan melaporkanmu, akan aku pastikan kamu masuk penjara!" Tawa Kemal semakin keras "Sungguh?" Kemal berjalan mendekat lalu menarik kasar dagu Raisa "Jika kau melakukan itu, akan aku pastikan, aibmu tersebar, lalu alasanku menceraikanmu akan membuat kamu malu, bukan hanya itu keluargamu juga, akan menanggung malu, siapa sangka wanita yang terlihat lugu, ternyata hanya wanita murahan." setelah itu Kemal menghempaskan dagu Raisa hingga wajahnya tertoleh ke samping. "Aku yakin orang tuamu bahkan tak tahu." "b******k, aku yang menyesal menikah denganmu, kau bukan manusia!" jerit Raisa. Kemal tak peduli pria itu pergi dengan acuh meninggalkan Raisa yang menangis tergugu. Raisa tak berdaya, kenyataan bahwa dia di ceraikan di hari pertama membuat banyak pertanyaan di benak semua orang, termasuk orang tuanya, tapi Raisa juga tak bisa menjelaskan alasan kenapa Kemal menceraikannya, sebab dia tak mau orang tuanya malu, karena kesalahannya di masa lalu. Jadi, saat ini Raisa hanya bisa diam melihat orang tuanya bersedih. "Sudahlah Ma, Raisa pasti lebih sedih, kita harus menghiburnya." Papa Raisa mengusap punggung Mamanya. Raisa melangkahkan kakinya memasuki kamarnya lalu mengunci pintu. Di dalamnya Raisa merenung memeluk dirinya. Ya, ini salahnya, karena kenakalannya dia kehilangan keperawanannya, hak yang harusnya dia jaga untuk suaminya, malah dia berikan pada pria yang tak seharusnya secara cuma- cuma. Dan kini Raisa menyesal. Raisa tak bisa menyalahkan Kemal sepenuhnya, karena titik masalahnya ada pada dirinya, tapi, sungguh pantaskah dia di perlakukan seperti ini. Bagian intinya bahkan masih terasa sakit saat ini, saat Kemal dengan kejam mengantarkannya kembali ke rumah orang tuannya. Awalnya Papa Raisa murka dengan keputusan Kemal, kerena pria itu seolah mempermainkan keluarga mereka, juga ikatan pernikahan. namun Raisa memohon agar sang Papa tidak memperpanjang masalahnya. Dan yang membuat Raisa marah adalah, wajah Kemal yang menyeringai sinis saat meninggalkan rumahnya. Raisa mengepalkan tangannya erat, saking eratnya muncul darah di telapak tangannya akibat kukunya yang menancap keras disana. Raisa tak ingin menikah lagi, jika pernikahan sesakit ini, dia lebih baik tidak menikah seumur hidupnya. **** Hari- hari berjalan seperti biasanya, meski nyatanya terasa berbeda, banyak nyinyiran dari tetangga karena Raisa yang di ceraikan setelah malam pertama, berbagai opini muncul, namun Raisa mencoba acuh, hingga tanpa terasa satu tahun berlalu. Dan perubahan yang terjadi membuat orang tua Raisa khawatir, sebab Raisa kini menjadi pribadi yang tertutup, dan sedikit bicara. Raisa bahkan membatasi pergaulannya dan lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar. Suatu hari Raisa di panggil sang Papa, Darma, untuk bicara "Sini, Nak. Papa mau bicara," katanya sambil melambaikan tangannya. Raisa duduk dengan patuh di depan sang Papa lalu mengangguk "Apa, Pa?" tanyanya dengan raut dingin. Papa Raisa hanya bisa menghela nafasnya, saat tak melihat senyum di bibir putrinya itu. Darma sudah lama menunggu senyum kembali muncul di bibir putrinya, namun hingga kini mereka tak melihatnya, bahkan sejak satu tahun lalu, apa yang sebenarnya terjadi dengan pernikahan putrinya yang hanya berlangsung sehari itu, hingga merenggut senyum manis putrinya, hingga kini Raisa bahkan terus bungkam dan tak mau mengatakan duduk permasalahannya, dan apa alasan Kemal menceraikannya. "Pak Yanto, memiliki seorang putra yang baru pulang dari pertambangan, dan kami berencana untuk menjodohkan kalian, apakah kamu sudah siap untuk kembali menikah?" Raisa mendongak, "Maaf, Pa. Isa gak mau." Papa Raisa menghela nafasnya, putrinya itu bahkan tak perlu repot untuk berbasa- basi lebih dulu. "Isa, ini sudah satu tahun sejak kamu menikah, dan tidak semua pernikahan berakhir gagal." Raisa menunduk "Isa belum siap Pa." dan tidak akan pernah siap, lanjutnya dalam hati. Darma menghela nafasnya lelah, dia tak bisa memaksa, mungkin putrinya itu masih trauma dengan pernikahannya bersama Kemal. Tapi, sampai kapan dia harus melihat putrinya itu murung. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN