"Bang, ayo." Aku semakin tak sabar saja. Jantungku nyaris copot saat ia menunduk lalu membaca kertas di tangannya. Deg deg deg. Detak jantungku yang berpacu cepat juga rasa tegang karena takut ketahuan yang semakin menjadi-jadi segera sirna saat Bang Rivan meraih pena di tanganku lalu tangannya bergerak ke arah kertas, membubuhkan tanda tangannya di atas matrei. Aku tak dapat menahan jingkrak senang yang muncul di benakku, aku pun tersenyum lebar. Ah, akhirnya. Lagi-lagi aku tersenyum senang sekali. Melihatku tersenyum, Bang Rivan juga tersenyum. Entah dia tersenyum karena sebab apa aku tak tahu, yang aku tahu sekarang aku sangat senang. Aku tersenyum, Bang Rivan juga kembali tersenyum. Diulurkannya selembar kertas yang dipegangnya dan aku segera menerimanya. "Jadi, kamu ke luar kota