Seperti Kenal

1574 Kata
“Akh akhirnya....” Aku menjatuhkan tubuhku di kasur empuk milik Vivi. Ya, aku bersedia pulang dengan syarat tidak kembali ke Apartemen melainkan ke kontrakan kecil milik Vivi. Gila saja dia harus kembali kesana dan melihat mereka bermesraan. Meski cintanya kian luntur pada Vian, namun tetap saja. Melihat suami bermesraan dengan wanita lain itu sangat menyakitkan. Benar bukan? Apalagi dengan dengan sahabat sendiri. Berkali-kali lipat rasa sakit itu tentunya. “Maaf ya kak, kontrakanku sempit.” Ujar Vivi tak enak menatap kakak ipar yang kelelahan tidur di atas kasurnya yang lepek. Dia memang sudah terbiasa dengan kehidupan yang sederhana dan Vivi menikmatinya. Baginya, hidup dalam kesederhanaan jauh lebih menyenangkan dari pada hidup dalam kekayaan tapi penuh penekanan. Gadis itu melangkah menuju dapur, terdengar suara dentingan gelas dan sendok dari sana. “Kata siapa? Menurutku ini luas.” Jawabku benar-benar menikmati kasur Vivi. Meski hanya Kasur lantai tipis yang dilapisi sprai yang tipis juga tapi ini lebih nyaman di bandingkan suasana Apartemen Vian. Vivi masih bisa mendengar jelas ucapan kakak iparnya. Karena jarak posisi Nadia dan dapur hanya di batasi oleh satu pembatas tembok. “Kakak ini ada-ada aja, minumlah dulu.” Timpal Vivi ramah, menghampiriku yang masih menikmati tiduran, sesekali mengusap-ngusap sprainya yang bercorak bunga berwarna hitam merah. Kemudian meletakan dua buah gelas di sampingnya. “Rasanya aku ingin bermimpi sekarang.” Ocehku dengan gerakan mengusap sprainya terus menerus. Aku seperti beruang yang bersiap-siap akan berhibernasi. “Ya sudah, kakak tidur dan beristirahatlah.” Menyeruput teh hangat yang baru saja di buatnya. “Eh, apa kau tidak tidur?” Tanyaku. Vivi menggeleng. “Ada yang harus aku kerjakan.” Kasur yang tadinya empuk berubah menjadi kasar, aku langsung beranjak duduk dan mendekati Vivi yang kini mulai memainkan jarinya di atas benda kotak. “Membuat novelmu kah?” Tanya ku penasaran. Aku suka membaca n****+ romance buatan siapapun, karena menurutku semua penulis memiliki gaya penyampaiannya masing-masing. Dan hal itu membuatku penasaran dengan Vivi. “Hmm.” Jawab Vivi, matanya tetap fokus. Sekilat Vivi tak sengaja men close layarnya hingga menampakan background gambar pria tampan disana. Namun tak lama dengan cepat mengembalikannya pada layar semula. “Tunggu, tunggu.” Aku bergerak cepat dan mengambil alih. “Hm, sudah punya pacar rupanya.” Godaku pada adik iparku yang manis ini. “Ah kakak ipar, kumohon kembalikan.” Vivi mulai panas dingin, dia seperti ketahuan pacaran oleh ibunya. Ibu? Akh. Mendengar nama itu membuatku kembali merindukan ibuku. Wanita hebat yang telah berjasa membesarkanku, tapi harus pergi sebelum menikmati kesuksesanku. Lirih Vivi, dadanya sesak setiap kali ada yang mengucapkan kata ibu. “Tidak! Kau ceritakan dulu siapa ini baru aku kembalikan.” Tegasku semakin berprilaku seperti ibu sungguhan. Aku senang sekali menggodanya. Lihatlah! pipinya sudah merona. Aaaa manis sekali. Vivi terlihat malu-malu ketika aku mulai membuka laptop dan menatap layarnya lekat. “Tampan juga.” Ujarku spontan, masih menelisik wajah pria yang memakai jas hitam itu, rambutnya hitam rapi. Kemeja dan dasinya yang berwarna senada semakin memancarkan kesempurnaan dan kewibawaan darinya. Apalagi mata dan rahangnya yang kokoh, perfect. “Tentu saja!” Jawab Vivi spontan, sontak menarik senyum manis di bibirku. Aku tersenyum senang melihat tingkah Vivi yang menutup mulutnya dengan mata terbuka lebar. Terbuka sudah rahasianya. “Ceritalah!” Ujarku lembut. Vivi menatapku lekat, kemudian berkata. “Aku memang mencintainya kak, tapi….” “Tapi apa?” Potongku penasaran. “Tapi aku tidak berani menemuinya, dia terlalu mengagumkan bagiku yang memalukan.” Suara Vivi melemah. “Hey, kau ini bicara apa? Tidak ada yang memalukan darimu, semua orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing dan menurutku kau begitu spesial baginya.” Jawabku mengemukakan semua pendapatku. Dan bukankah memang itu benar? semua orang memiliki kekurangan dan keistimewaannya masing-masing? "Termasuk adik iparku yang cantik ini." Mencubit dagunya gemas. “Haha kakak ipar bicara apa? Kami tidak pernah bertemu?” Jawab Vivi membuatku membulat tak percaya. Tidak pernah bertemu tapi bisa mencintainya? Bagaimana bisa? “Hah? Serius?” Tanyaku tak percaya. Tubuhku maju agar lebih dekat, namun sialnya malah menyenggol gelas yang tadi disiapkan Vivi untukku dan menumpahkan sedikit air teh yang ada di dalamnya. Prang! "Hehe maaf-maaf, aku terlalu bersemangat." Tuturku tak enak. Vivi menarik bibir memaklumi. “Serius, kalian tidak pernah bertemu?” Masih penasaran. Aku masih belum puas. “Hm.” Jawab Vivi tersenyum manis. “Kalian tidak pernah bertemu dan kau mencintainya?” Aku geleng-geleng kepala. Aku tidak mencintai seseorang yang memang belum pernah ku temui, cinta yang dijalani Vivi ini sedikit aneh bagiku. “Kakak lihatlah! Apa kakak tidak mengenalinya? Semua orang tahu jika dia sangatlah tampan, dermawan dan pintar. Aku selalu mengikuti berita terbarunya di majalah bisnis.” Ujar Vivi sambil kembali menampakan wajah pria itu padaku. Aku kembali menggeleng, aku memang tidak mengenalnya. aku tidak terlalu tertarik dengan dunia bisnis hingga tidak mengenal siapa-siapa yang berperan aktif di dalamnya. “Lalu?” Tanyaku semakin penasaran. Tidak mungkin Vivi mencintai pria itu hanya dengan melihatnya lewat berita update majalah kan? “Ah kakak ipar, sudahlah.” Jawab Vivi malu-malu. Membelakangiku dan kembali fokus mengukir kata. Aku tersenyum lucu, aku dapat melihat begitu besarnya cinta Vivi pada pria itu. Namun aku harus memastikan dengan jelas siapa pria itu, baik atau tidak. Vivi gadis yang begitu baik, aku tidak akan membiarkan Vivi salah dalam mengambil keputusan. Cukup dirinya saja yang merasakan kecewanya karena cinta, karena itu sangat menyakitkan. Luka badan yang terlihat dapat di sembuhkan, namun luka hati siapa yang tahu? Tidak ada. Bahkan siapapun itu tidak dapat merasakan apa yang kita rasakan. Hanya kita sendiri yang dapat merasakannya. Karena seestinya, hidup tanpa cinta lebih baik daripada hidup tak segan karena patahnya cinta. Begitu menurutku. “Hmm Vivi sayang, kau begitu baik. Aku tidak ingin kau salah dalam menetapkan cintamu.” Tuturku tulus sambil memeluk lembut Vivi. “Aku pernah tak sengaja melihatnya berlari pagi di taman, meski dia memakai masker dan jaket yang tertutup tapi aku bisa mengenalnya. Karena aku memang memasang wajahnya di memoriku, hehe.” Vivi nyengir kuda. Terdiam sejenak, kemudian melanjutkan ucapannya. “Dan apa kakak tahu apa yang dia lakukan?” Lanjut Vivi semangat, aku menggeleng. Lari mungkin, apalagi, kan? “Dia membagikan uang pada setiap pedagang kaki lima secara diam-diam. Dia bahkan membantu ibu tua yang sedang berjualan. Hmm, dia memang benar-benar mengagumkan.” Tutur Vivi senang, wajahnya berbinar setiap kali membayangkan pria itu. Aku ikut tersenyum hangat. “Aku doakan semoga kalian berjodoh.” “Aamiin, berjodoh di dalam mimpi saja sudah membuatku senang hehe.” Aku ikut tersenyum kemudian mereka berpelukan, kedekatan mereka membuat mereka saling sayang, entah sejak kapan perasaan itu hadir, yang pasti kepedulian itu ada dengan cepat di antara mereka. Sambil memeluk Vivi, aku menatap kembali lekat-lekat pria itu. Aku seperti baru saja melihatnya tadi, tapi siapa dan dimana? Hm Entahlah. “Kakak ipar tidurlah, aku akan segera menyusul.” Tutur Vivi lembut, kemudian membantuku untuk segera tidur di kasurnya yang kecil. “Lalu kau tidur dimana?” “Aku ada selimut tebal yang bisa aku gunakan untuk alas kak.” “Aku tidak mau, kau tidak disini dan biarkan aku yang tidur di atas selimut itu.” “Tidak! Aku tidak ingin keponakanku kedinginan nanti.” “Tapi-.” “Tidak ada tapi-tapian, sekarang tidurlah. Selamat malam kakak ipar.” Menggiringku agar berbaring di kasurnya, menutupi selimutnya hingga ke d**a. “Terima kasih Vi, aku sangat bahagia memiliki keluarga sepertimu.” Tutur Nadia tulus. Dia sangat bersyukur. Vivi hanya tersenyum kemudian kembali melakukan aktifitasnya, sesekali ia menoleh dan melihat Nadia yang sudah terlelap tidur. Kemudian ikut berbaring setelah dua jam menyelesaikan tugasnya *** Keesokan harinya. Pagi-pagi sekali aku sudah bulak balik kamar mandi, perutnya kembali bergejolak dan memuntahkan seluruh isi yang ada di dalam perutnya. Padahal baru 5 menit ia sarapan bersama Vivi tadi, dan semua makanan itu kembali keluar tanpa sisa. “Kakak tidak usah masuk saja dulu hari ini ya.” Ujar Vivi cemas. “Tidak Vi, aku sedang ujian hari ini. Aku tidak mungkin meninggalkan hal itu.” “Tapi kak-.” “Tidak apa-apa, nanti siang juga pasti enakan.” Jawan Nadia lirih membuat Vivi semakin cemas dan panik. “Lagian Kak Vian kemana sih, kok nggak nyariin istrinya.” Dumel Vivi kesal. “Aku akan telpon Kak Vian untuk jemput kakak dan pergi bareng ke kampusnya. “Tidak Vi, jangan. Biarkan saja.” Cegahku, aku tidak ingin Vivi melakukan hal itu. “Tapi kak, kak Vian itu sangat keterlaluan. Dia gak bakal mikir jika di diemin aja.” Vivi semakin kesal. “Vi, sudahlah. Aku ingin Vian mencariku atas keinginannya sendiri.” Jawabku tegas membuat Vivi langsung diam dan membiarkan aku pergi sendiri karena dirinya juga harus mengikuti ujian di kampus yang berbeda. “Kakak hati-hati.” Teriak Vivi. Aku berjalan lesu melewati gang, kepalanya kembali pusing. Rasanya sangat berat, padahal semalam aku merasa nyenyak dalam tidurnya. Aku tak putus asa, aku harus mengikuti ujian, menyelesaikannya dan lulus dengan nilai terbaik. Semakin aku berjalan, semakin menjalar luas juga pusingnya aku rasakan. Hingga pada saat aku ingin menyebrang jalan, motor tiba-tiba datang dengan kecepatan tinggi dari arah kanan. “Nadia, awas!” Teriak seseorang kemudian berlari meraih tubuhku. “Auww!” Aku dan orang itu terjatuh, menggelinding keras di atas permukaan jalan. “Bapak?” Samar-samar aku melihat wajah khawatir Rangga kemudian pingsan. “Nadia!” Teriak Rangga kesal dan muak mendapati Nadia lagi-lagi pingsan dan sakit. Rangga membopong Nadia membawa masuk ke dalam mobil. “Ke rumah sakit!” “Baik, tuan.” Jawab Rey dan langsung melajukan mobilnya. Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN