14. Another Problem

1161 Kata
*** Tidak cukupkah masalahku selama ini hingga Tuhan menambahkannya lagi? *** "Tangan kamu kenapa, Tha?" tanya Ani. Dugaannya benar. Di kamarnya sudah ada ibunya yang sedang menunggunya cemas. Atha sudah menyiapkan jawaban sebelumnya. "Tadi kena cairan asam pas lagi praktek, Bu." Bohong. Karena luka di tangan dan lututnya ini luka sayatan dan tusukan, bukan terkena zat kimia. Atha memanfaatkan ini karena ibunya tidak berpendidikan, jadi pasti ibunya akan percaya saja. Atha sangat berharap agar Allah mengampuni dosanya kali ini. Ia sangat terpaksa berbohong. "Oh gitu, udah diobatin kan?" tanya Ani mulai tenang. "Iya udah." "Udah malem, sana belajar. Ibu keluar dulu ya. Oh ya, Radi mana?" tanya Ani lagi. "Kayaknya masih ada temennya di ruang tamu." jawab Atha tak yakin. "Yaudah Ibu mau masak. Kamu kalo laper ke dapur aja, ya? Jangan di ruang makan kalo nggak disuruh." Atha mengangguk. Ani keluar dari kamar putrinya dan menutup pintu. Atha terduduk di tepian kasurnya. Ia menghela napas panjang. Ia mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. Setelah tenang, Atha membersihkan dirinya dan mengganti pakaian. Lalu ia membuka pekerjaan rumahnya dan juga Kay. Mungkin mengalihkan pikiran dengan mengerjakan PR bukan ide yang buruk. *** Atha mengetuk-ngetukkan pensil ke dagunya. Ia sedang membuat konsep tentang pembagian ruangan dan tempat acara untuk HUT. "Butuh bantuan?" tanya Kevin. Atha menengok ke arah Kevin. "Kan panggung utamanya di lapangan utama, nanti stand bazarnya bagusnya di mana?" tanya Atha. "Menurut lo aja gimana, Tha?" tanya Kevin. "Gue sih penginnya tempat bazarnya beda. Ada tempat khusus stand bazar makanan, pakaian, souvenir, dan lain-lain. Jadi dipisah gitu. Selain biar keliatan rapi, juga biar bisa bagi tempat," papar Atha. Atha memang tidak terlalu pendiam dalam OSIS. Ia jadi sedikit banyak bicara. "Boleh tuh ... efisien tempat, biar nggak kecampur. Gimana yang lain, setuju nggak?" tanya Kevin pada anggotanya yang lain. "Setuju aja sih, bagus konsepnya," kata Cakra. "Iya, coba deh lo bikin dulu, Tha. Ntar gue salin kasih ke pembina," pinta Merry—sekretaris OSIS. Atha mengangguk. Ia segera menggambar denah lokasi stand bazar. Sesekali kening Atha mengerut, lalu melanjutkan gambarannya lagi. Seperti itu berulang-ulang hingga Atha mengangkat kertas hasil gambarnya sembari tersenyum sumringah. Cakra melihat semua itu. Bagaimana binar mata Atha ketika melihat hasil tugasnya. Dan ... ia terperangkap dalam senyum Atha yang cukup langka. Manis. Menenangkan. Atha yang merasa diperhatikan menoleh ke arah kanan. Ia mendapati Cakra yang tengah menatapnya. Ia mematung. "Zina mata!" Kevin meraup wajah Cakra. Seketika Atha kembali menatap pensilnya. Wajahnya memanas. "Sialan lo, Vin," desis Cakra. "Tha jangan mau sama Cakra, jelek," petuah Kevin. Atha merespon dengan senyum tipis dan Cakra melotot ke arah Kevin. Namun tak urung setelahnya Cakra tersenyum kecil. Ia mulai menyukai senyum itu. Senyum termanis yang pernah ia lihat. *** Atha menghela napas. Ia sangat lapar tapi ia malas ke kantin karena saat ini jamkos, pasti banyak siswa yang nongkrong di kantin. Mulai hari ini SMA Permata mulai menyiapkan untuk acara HUT. Jadi siswa-siswi dibiarkan tidak menerima pelajaran asal tetap masuk sekolah dan tidak bolos. Atha terduduk lemas di ruang OSIS. Kali ini ruang OSIS hanya ada beberapa anak. Itupun mereka sedang sibuk mengerjakan tugas mereka masing-masing. Atha tidak mau mengganggu mereka dengan mengajak ke kantin karena Atha tahu bekerja dikejar deadline itu butuh kefokusan dan keseriusan. "Tha?" panggil Cakra. Atha menoleh. "Ya?" "Nggak ke kantin?" tanya Cakra. Atha menggeleng lemah. "Nggak laper," bohong Atha. Krukkk.... Sayangnya perut Atha lebih jujur. Wajah Atha memerah. Malu sekali. Cakra tertawa kecil lantas mengacak rambut Atha. Cakra merasa Atha ini sangat polos dan menggemaskan. Cakra suka tipe yang seperti ini. Manis. Ehm. Atha terkesiap. "Eh?" Tawa Cakra berhenti ketika ia merasa ada yang janggal. Segera ia menurunkan tangan kanannya. "Sori," ucap Cakra canggung. "Nggak papa." "Ya udah yuk, kantin." Atha mengangguk. *** "Tha, sini!" panggil Heru dari ujung kantin. Atha menoleh ke sumber suara. Di sana ada Kay, Atlan, Heru dan ... Agra yang tengah melotot. Atha paham ia harus apa. Atha menggeleng dan tersenyum tipis menanggapi panggilan Heru. Ia melirik ke arah Kay. Kay menatapnya datar. Oh iya, ia lupa bahwa ia ke kantin bersama Cakra. Ia harus menjelaskan pada Kay nanti. "Kenapa nggak di sana aja? Ada Kay juga kan?" tanya Cakra heran. Cakra dan Atha sudah duduk di dekat pedagang siomay. Atha menggeleng, enggan menjawab. "Makan apa? Gue pesenin," tawar Cakra. Tadinya ia hendak menolak, tapi ia sangat lemas. "Apa aja deh." Cakra berdiri, lalu pergi memesan makanan. Atha membuka w******p saat ada pesan masuk. Atlan Jodohnya Atha Lo sakit, Tha? Kayaknya lemes banget. Atha menghela napas. Sepertinya Atha harus mengganti nama kontak Atlan sebelum Kay tahu. Atlan Nggak. Nanti ada acara? Nggak, kenapa? Temenin gue, yuk? Ke mana? Rahasia. Lo ikut ya? Kenapa nggak sama Kay aja? Maunya sama kamu. Jangan baper, jangan baper, jangan baper. Atha menghela napas. ? Haha bercanda. Kay lagi mager katanya. Oh. Sip, gue jemput jam 8. Atha hanya membaca pesan terakhir Atlan. Ia sedang berpikir kemana Atlan akan mengajak Atha? "Tha?" Atha terkesiap. "Iya, Cak?" "Mi ayam nggak papa, kan?" tanya Cakra. Atha mengangguk. Mereka mulai makan dengan khidmat. "Nanti malem ada acara?" tanya Cakra. Atha mengernyit. Kenapa banyak yang bertanya apa Atha ada acara nanti malam? Memang Atha memiliki tampang orang sibuk gitu? Baru saja ia hendak menjawab 'nggak', ia teringat sudah mengiyakan ajakan Atlan. "Ada. Kenapa?" tanya Atha. "Oh gitu ... sama siapa kalo boleh tau?" Cakra kepo. Atha agak risi jika privasinya diganggu. "Hubungannya sama lo?" tanya Atha sedikit ketus. "Eh? Nggak ada sih. Sori deh, jangan marah gitu dong." bujuk Cakra. Atha memilih diam dan memakan lagi mi ayamnya. *** Atha lupa. Sungguh. Agra sudah melarangnya untuk berdekatan dengan Atlan. Bagaimana ini? Ia sudah terlanjur menyetujui ajakan Atlan. Apa ia harus berbohong? Atha beristighfar dalam hati. Akhir-akhir ini ia sering berbohong. Di sela lamunannya, ponsel Atha berbunyi. Atlan Dimajuin jadi jam 7. Gue udah di depan gang. Sori dadakan. Mata Atha membulat. Ia belum ganti pakaian sama sekali! Atha segera mencepol asal rambutnya dan memakai tas selempang kecil. Ia melupakan sesuatu. Ia masih memakai sandal japit rumahan. Atha mengendap. Untunglah ibu dan Agra tidak terlihat. Ia lantas berlari. Jarak dari rumah ke gang lumayan jauh karena rumahnya berada di ujung. Langkah Atha terhenti ketika melihat sebuah mobil hitam di depannya. Atlan bawa mobil? Ia menilik penampilannya. Jauh dari kata cantik. Ia memakai kaos kebesaran berwarna cokelat, celana jeans tiga per empat yang sudah lusuh, dan sandal japit karet. Tas selempangnya pun sedikit robek di bagian bawah. Jendela mobil didepan Atha terbuka. "Masuk, Tha." Atha membuka pintu dengan pelan. Ia merasa sangat tidak pantas duduk di mobil BMW Atlan yang mewah. "Kenapa diem aja?" tanya Atlan heran. Ia menatap Atha yang duduk di sebelahnya. Atha menggeleng sedikit. "Mau ke mana?" tanya Atha mengalihkan topik. "Kita ketemu Sisil," ucap Atlan. Ia mulai melajukan mobilnya. Sisil? Siapa Sisil? Pertanyaan itu terus berkecamuk di benak Atha. Menebak ia akan kemana. Dan bertemu siapa. Atha memandang jalanan dari balik jendela. Ia paham jalan ini. Atlan membawanya kesana. Apakah yang dimaksud Sisil itu ... dia? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN