Bad Mood.

1005 Kata
Demi Tuhan tidak ada hal lain yang kuinginkan selain menjejalkan celana dalam securty gedung ini ke mulut Albert yang menyeringai lebar. Dia nampak seperti kucing jahat jelmaan penyihir dari kegelapan yang berhasil melakukan kejahatannya. Tidak ada rasa penyesalan di wajahnya. Aku yakin kalian tidak akan menganggap aku berlebihan setelah apa yang ia lakukan padaku beberapa jam yang lalu. Pingsan dan merasa sesuatu dibawah sana serasa diamplas. Semua pasti bisa membayangkan buruknya perasaan bangun setelah fase menyebalkan sekaligus mengecewakan. Benar. Tidak ada seorangpun yang bisa bangun dengan perasaan baik saat dia menginginkan kalung berlian mahal berharga ratusan ribu dolar namun yang ia dapatkan adalah kalung imitasi seharga beberapa sen saja. Pasti amat, sangat, kecewa sekali. Itulah yang menggambarkan perasaan kecewaku tadi. Kekecewaan yang teramat besar dan memberi pukulan telak pada jiwaku. Aku yang membayangkan percintaan panas yang b*******h dan liar setelah melewati cobaan bernama Jack harus menelan habis keinginanku. Padahal aku sudah siap menjerit dan melepaskan perasaan frustasi yang terpendam di dadaku. Semua bertambah buruk karena yang aku dapatkan adalah aktivitas mengerikan, pasti hal tadi akan mematikan gairahku. Albert harus bertanggung jawab atas matinya hasratku. "Sayang, aku minta maaf. " Dia mengucapkan kata ajaib itu. Sayangnya kata ajaib itu tidak bisa membantu menghilangkan trauma yang aku alami. Dia butuh lebih dari sekedar kata minta maaf untuk membuatku melupakan ini. Ingat aku masih amat sangat super kecewa. Bisa kulihat dia panik melihatku diam tak bergerak. Albert berulang kali mengguncang tubuhku dan mencium jari-jariku. Kembali dia mendesah frustrasi dan mengumpat. "Ku mohon jawab aku... Aku menyesal, sungguh tolong katakan sesuatu. " Aku terlalu malas menanggapinya. "Sayang kau membuatku takut. " Dia kembali mencium jari-jariku. Bibirnya terasa hangat dan lembut di jariku. Sekali lagi, aku terlalu malas menanggapinya. Untuk sekarang aku hanya ingin diam. Diam dan tidur. Tidur dan tidur. . . . Entah berapa lama aku tidur. Saat aku membuka mata_aku berada di ruang yang aku kenal. Itu memberikan sedikit rasa aman padaku. Kamar memang area aman siapapun. Lalu Albert muncul dari balik pintu. Dia mengenakan kaos kasual berwarna gelap. Ekspresinya terlihat bahagia ketika melihatku bangun. Aku bisa melihat sorot kebahagiaan di sana lebih tepatnya sorot puas di wajahnya. "Sayang, " Dia menyongsong tubuhku dan memeluk. Tangannya membelai rambut panjangku yang ikal. Aku merasa enggan. "Pergilah, aku butuh sendiri. " Otot tubuhnya menegang, aku merasakannya dari balik kain yang menghalangi kami. Kemudian aku sadar jika aku tidak lagi memakai baju yang kupakai tadi pagi. Coba kutebak siapa yang menggantikan bajuku. Semua petunjuk mengarah pada pria c***l yang mematikan gairahku beberapa saat yang lalu. "Okey, aku minta maaf karena perlakuan kasarku. Sungguh aku merasa buruk. '' "Sayangnya penyesalanmu tidak bisa mengubah apa yang terjadi Albert. Kurasa kesepakatan patner ranjang kita berakhir di sini. " Mata gelapnya membola, aku tau di sana tersimpan rasa tak percaya dan menyesal. Bibirnya bergerak mencoba untuk mengucapkan sesuatu namun kembali tertutup. "Aku akan pindah." "Tidak, kau tidak boleh pindah. Ini rumahmu, rumah kita! " Teriak Albert. Tangannya berada di rambutnya dan mengacaknya. "Aku harap kita bisa memperbaiki ini. Aku memang bersalah, " kata Albert lalu keluar dari kamar. Aku mendesah lega saat pria panas itu keluar. Ucapannya kembali terngiang di telingaku. Tidak, kau tidak boleh pindah. Ini rumahmu, rumah kita... Dan aku berhasil tersenyum karena perasaan manis yang menyapa. Menjadi model artis memang pekerjaan yang menakjubkan. Segi positif yang aku alami adalah memerankan karakter lain yang berbeda denganku. Selain itu aku juga bisa mengeksploitasi kecantikan fisik yang aku miliki. Kemudian popularitas, sanjungan atau hujatan menjadi makanan yang menarik setiap harinya. Sayang itu semua bukan impianku. Dari kecil aku menginginkan memiliki sekolah untuk anak kecil dan menjadi guru di sana. Aku sangat menyukai anak kecil. Kali ini aku ingin sekali mewujudkan impianku walau tidak untuk mengajar mereka. Setidaknya ketika melihat wajah menggemaskan, polos, nakal dan lucu itu bisa mengisi hari-hariku lebih berwarna. Mungkin ini juga efek hilangnya gairahku karena trauma yang disebabkan oleh Albert. Oh terkutuklah Albert, sekarang aku mulai merindukan rasanya b*******h di ranjang. Tok tok tok "Nyonya, makan malam sudah siap. " Bibi Nancy __sang pelita selera makanku memanggil. Akan sangat buruk jika aku mengabaikannya. Bisa jadi bukan hanya gairah di ranjangku yang tidak ingin muncul namun nafsu makanku juga ikut menghilang jika bibi Nancy marah. "Aku datang. " Aku segera keluar, suasana hatiku penuh dengan sinar kebahagiaan membayangkan makanan hasil tangan ajaib bibi Nancy. "Aku menunggumu, kemarilah. " "Metode merayu yang baru, Eh? " "Kau boleh menganggapnya demikian, karena kau harus terbiasa dengan semua rayuanku. Aku tidak akan berhenti. " "Lakukan sesukamu, " jawabku. "Karena sesuatu yang kau cintai untuk kau masuki seolah mengalami trauma karena gerakan mengampelas yang kau lakukan," gerutuku. Dia memang melakukan hal yang menyebalkan sehingga aku merasa tidak tertarik untuk hubungan ranjang. Dia terdiam, agak terkejut dan shock. Bibi Nancy juga ikut terdiam. Dia seolah turut sedih dan mengucapkan bela sungkawa pada Albert. Sorot matanya mengatakan semuanya. Albert pun mendesah atas fakta yang baru saja aku jabarkan padanya. Aku tidak berniat menyembunyikan apapun darinya karena memang ia yang tertanggung jawab. "Aku benar-benar mengacaukannya ya? " tanya Albert. Dia melakukan gerakan menyisir yang seksi tapi kali ini aku kebal untuk tidak menjalarkan jariku pada surainya yang lembut dan sering aku jambak ketika sedang berhubungan. "Sangat. Aku tidak keberatan jika kau mencari patner lain. Aku menganggap itu tidak termasuk kategori berselingkuh." Aku berbohong, sejak kapan perasaan berdenyut ini muncul hanya karena membayangkan tangan indah dan kekar Albert memuaskan wanita lain. Aku hampir saja membanting piring kala membayangkan hal itu. Perasaanku tidak terima jika ia melakukannya. Sadarlah Merrien, hubungan kalian hanyalah pernikahan palsu untuk menjaga nama baikmu. Ketika semua selesai kalian akan berpisah. Aku juga hampir lupa dengan ikatan kontrak yang kami lakukan. Sejak kapan aku melupakan hal itu. Apakah aku selama ini terlalu nyaman bersamanya. "Tidak akan ada wanita lain selama kita masih berhubungan, aku menjanjikannya padamu," ucap Albert yang seolah seperti sumpah setia padaku. Sangat romantis. Aku tidak bisa untuk tidak tersenyum, secara refleks alias tidak sadar. Oh Tuhan aku malu. Dia memenuhi semua impianku yang merupakan impian banyak gadis di seluruh dunia. "Eh, itu membuatku tersenyum. " Tbc.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN