PART. 22

1046 Kata
PART. 22 Raka dan Tari sudah mandi, Tari memakan nasi gorengnya dengan di suapi Raka. "Apa kamu memang semanja ini Tari?" "Ehm..tidak juga, aku cukup mandiri" "Mandiri, masa makan disuapi" "Hmm..aku kan ingin dimanjakan suami" "Hhhh" "Aa tadi kenapa tidak manggil aku waktu pulang dari musholla?" "Aku panggil kamu, tapi kamu sedang asik vicall dengan temanmu" "Mereka teman nongkrongku" "Teman nongkrong? Memang kamu tidak punya kegiatan lain?" "Nongkrong diwaktu senggang Aa, kalau biasanya aku bantu Papi mengurus perusahaannya" "Ohh..bisa bekerja juga" "Ya bisalah" "Tidak bosan di sini, begini-begini saja tiap hari?" "Tidak, asal Aa menemani" Tari menyunggingkan senyum termanisnya untuk Raka. Raka hanya menarik sedikit sudut bibirnya. "Aa tadi marah ya sama aku?" "Tidak" "Tapi aku panggil kok tidak dijawab?" "Ceritanya akukan lagi tidur" "Ceritanya!? Maksudnya Aa pura-pura tidur begitu?" "Ehmm" "Tuh kan Aa pasti marah!" "Aku tidak marah Tari, habiskan makanmu setelah itu gosok gigimu, baru kita tidur, aku sudah mengantuk" sahut Raka. 'Aku tidak marah Tari, tapi pelajaran cintaku sudah sampai bab mencemburui' batin Raka. -- Raka pulang dari sholat subuh di masjid bersama Tari, mereka mampir untuk sarapan di warung nasi kuning dan ketupat Kandangan milik Hj. Intan. Warung ketupat paling terkenal di kampung Raka. Tari mencoba menu ketupat kandangan dengan ikan gabus asap sebagai lauknya. "Kok makannya tidak pakai sendok Aa?" Tanya Tari saat melihat Raka meremas ketupat di dalam piringnya sehingga menyerupai nasi lembek. "Begini cara makan ketupat Kandangan yang benar Tari" "Ini apa Aa" Tari menunjuk sesuatu yang ditusuk seperti sate. "Ini perut dan telur ikan haruan" "Ikan haruan itu apa?" "Ikan gabus, coba cicipi" Raka menyodorkan tusukan perut dan telur ikan gabus itu kemulut Tari. "Ehmm enak Aa" "Ayo habiskan sarapanmu" Pulang dari sarapan Raka berniat memperbaiki gantungan horden jendela. Sementara Tari memasukan cucian ke dalam mesin cuci. Tari terkikik melihat Raka yang memperbaiki horden jendela kamarnya. "Itu bukti betapa dahsyatnya tornado ala Aa" "Ini bukti kesangaranmu Tari" Raka sudah selesai memasang kembali horden jendela kamarnya. "Iiih..Aa tuh yang sangar, diam, datar, cool, tapi ternyata luar biasahhh" "Aku luar biasa, karena kamu luar binasa" "Iih apaan tuh" "Hehh bukan apa-apa, kamu sudah selesai mencucinya?" "Tinggal dijemur" "Ayo aku bantu" Raka membantu Tari menjemur pakaian. Kejahilan Tari muncul tiba-tiba. Dipeluknya Raka dari belakang, diremasnya ujung tongkat Raka pelan. "Tari?" "Aku mau Aa" "Mau apa?" "Mau ini!" "Tapi ini siang Tari" "Memangnya kalau siang dosa ya Aa?" "Ya tidak, tapi...uuuh Tari..jangan terlalu kuat meremasnya" "Buka bajuku Aa" Tari mengangkat kedua tangannya, minta Raka melepas bajunya. Raka melayangkan pandangannya ke atas, karena tempat mencuci dan menjemur pakaian ini memang hanya beratap separuhnya saja. "Di sini?" "Hmmm aku mau di sini, sekarang!?" "Apa kamu selalu begini Tari, meminta sesuatu dan harus dituruti?" "Aaahh Aa banyak tanya!" Tari melepasi pakaiannya sendiri, Raka kembali menatap ke atas, ke arah dahan-dahan pohon nangka, ia takut kalau ada orang yang bisa melihat mereka dari atas sana. Tari juga melepasi pakaian Raka tanpa sisa. Ia menempelkan punggungnya di d**a Raka, diraihnya kedua tangan Raka dan diletakan dikedua gundukan di dadanya. "Aa" panggilannya terdengar mendesah. Kepala Tari mendongak, Raka menyambut bibir Tari dengan sedikit ragu. "Assalamuallaikum" terdengar panggilan dari pintu depan. "Walaikumsalam" sahut Raka lirih. "Ada tamu Tari" ucap Raka. "Biarkan saja" "Itu suara Pak RT" "Aduuh Pak RT ngapain sih pagi-pagi ke sini, mengganggu orang syuting saja" "Syuting?" Raka mengenakan pakaiannya. Tari membisikan sesuatu di telinga Raka, Raka membelalakan matanya. "Tari" "Hihihi..cepat sana temui Pak RT jangan lama-lama ya, aku tunggu di sini" Raka bergegas keluar dari tempat mencuci. Cukup lama Tari menunggu, tapi Raka tidak muncul juga. Akhirnya Tari mengenakan pakaiannya lagi. Ia mengintip ke ruang tamu, ternyata tidak ada Pak RT di ruang tamu, tapi ada tiga orang  pria bersama Raka. Tari menguping pembicaraan mereka, ternyata tiga orang pria itu adalah orang dari pengembang perumahan yang berniat membeli sawah Raka. Terdengar Raka tetap pada pendiriannya untuk tidak akan menjual sawahnya. "Pikirkan lagi Pak Raka, kami menawarkan harga yang jauh lebih tinggi dari tanah yang lainnya. Dengan uang itu anda bisa membangun usaha, memperbaiki rumah ini, juga bisa membeli mobil" bujuk salah satu pria itu. "Mohon maaf Bapak-bapak, saya tetap pada pendirian saya" sahut Raka mantap. Ketiga orang itu saling pandang, lalu mereka berdiri dari duduknya. Tari bersiaga di tempatnya, ia khawatir orang-orang itu akan menyerang Raka. Tapi ternyata ketiga orang itu hanya berpamitan pada Raka. "Baiklah, kami harap Pak Raka bisa mempertimbangkan tawaran kami, kami permisi Pak Raka, selamat pagi, assalamuallaikum" "Walaikumsalam" Setelah Raka menutup pintu, Tari mendekatinya. "Tari" "Katanya tadi suara Pak RT?" "Pak RT yang mengantarkan mereka ke sini" "Mereka ingin membeli tanah Aa" "Iya, ini pengembang ke lima yang ingin membeli sawah kita" sahut Raka. Kata 'kita' yang diucapkan Raka hanya sebuah kata sederhana, tapi bagi Tari terasa dalam maknanya. Itu seperti sebuah ungkapan kalau Raka sudah menerimanya sebagai bagian di dalam hidup Raka. Mereka berdua duduk di ruang makan. Raka menyandarkan punggungnya di sandaran kursi yang kemarin sempat membuat mereka terjengkang. "Apa Aa mulai berpikir untuk menjualnya?" "Tidak" "Apapun keputusan Aa, aku akan mendukung Aa" "Terimakasih Tari, masih mau lanjut syuting lagi?" Tanya Raka, seakan tanpa beban di hatinya. Tari terperangah mendengar tawaran Raka, mereka sedang membicarakan hal serius tentang tanah Raka, tapi dengan ringannya Raka menanyakan syuting mereka yang tertunda. "Aa tidak ke sawah?" Tanya Tari balas bertanya. "Ke sawah, kamu ingin ikut?" "Aku di rumah saja, ingin menyetrika pakaian, ingin belajar masak" Dua sudut bibir Raka tertarik ke atas, membentuk sebuah senyuman. "Niat yang bagus, yakin bisa?" "Kata Oma Fira, Bundanya Mami Caca, tidak ada yang tidak bisa kalau kita mau belajar dan berusaha, aku ingin belajar, untuk diriku sendiri juga untuk orang yang aku cintai" Tari menatap wajah Raka dengan lekat, ia ingin tahu ekspresi dan reaksi Raka mendengar ungkapan cintanya yang secara tidak langsung sudah ia ucapkan untuk Raka. Raka membalas tatapan Tari. "Kenapa? Apa ada kotoran di wajahku Tari?" Tanya Raka karena merasa Tari menatapnya seakan ada sesuatu yang aneh di wajahnya. "Iiih nyebelin!" Tari berteriak kesal, dilemparnya kotak tissue yang ada di atas meja ke arah Raka. Raka menarik selembar tissue, lalu menyeka wajahnya. "Sudah hilang kotorannya?" Tanyanya memperlihatkan wajahnya pada Tari. Tari menggerutukan giginya, ditinjunya lengan Raka dengan perasaan kesal luar biasa. "Aa ngeselin..nyebelin...iiihhh" Tari berdiri di hadapan Raka, dipukulnya bahu Raka berulang kali. "Kenapa marah Tari?" Tanya Raka bingung, dipeluknya pinggang Tari, ditenggelamkan wajahnya di d**a Tari. Tangan Raka menyusup ke balik baju Tari, dilepaskannya kaitan bra Tari. "Aa" Tari duduk di atas pangkuan Raka, kekesalannya hilang seketika begitu Raka mengusap dadanya. ***BERSAMBUNG***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN