Raka pulang dari musholla dengan dua bungkus bakso di tangannya.
"Assalamuallaikum"
Tidak ada sahutan.
"Tari!" Raka menengok ke dalam kamar Tari yang pintunya terbuka, tapi Tari tidak ada di sana.
Raka menuju dapur, meletakan dua bungkus bakso dalam dua buah mangkok. Lalu ia masukan ke bawah tudung saji.
"Tari!" Raka membuka pintu kamarnya sendiri.
Dilihatnya Tari tertidur dengan memakai sarungnya.
Kipas angin dari ruang tengah di bawanya masuk ke dalam kamar Raka.
Raka melepas peci, baju koko dan sarungnya dan hanya menyisakan kaos oblong putih dan celana putih, baru ia membangunkan Tari.
"Tari!" Raka menarik-narik sarung yang menutupi tubuh Tari.
"Ehmmm kok baru pulang?"
"Aku ada urusan di rumah Pak RT dulu"
"Urusan sama Pak RT atau sama Eli anaknya?"
"Sama Pak RT, minta surat pengantar untuk mengurus kartu keluarga baru, juga KTP untuk kamu, ayo bangun kita makan dulu"
"Aa sudah masak?"
"Aku beli bakso"
"Ehmmm" Tari menggeliatkan tubuhnya.
"Kamu sudah sholat isya belum?"
"Sudah" Tari bangun dari berbaringnya. Dikucek matanya perlahan.
"Ayo!"
"Gendong"
"Apa!?"
"Aku malas jalan, gendong Aa!" Pintanya dengan nada manja.
"Eeeh..ge..gendong...ehmm jalan sendiri saja Tari"
"Aku maunya di gendong, kalau tidak digendong aku tidak mau makan!" Rengek Tari mengancam.
"Gendong bagaimana?" Raka menggaruk kepalanya bingung.
"Gendong dipunggung!" Seru Tari, ia sudah berdiri dari duduknya.
Raka memutar tubuhnya, menyodorkan punggungnya pada Tari dengan sedikit membungkuk.
Tari naik ke atas punggung Raka. Raka menahan tubuh Tari dengan memegang bagian bawah lututnya.
Dengan jahil Tari menggigit kecil daun telinga Raka.
"Sakit Tari!"
Dengan sengaja pula, tumit kakinya ditekankan kebawah perut Raka.
"Tari!"
"Hihihi..aku suka melihat pipi Aa yang merah" Tari mencubit salah satu pipi Raka.
Raka menurunkan Tari di ruang makan.
"Tunggu aku panasi kuahnya dulu ya" Raka mengambil kuah bakso dari bawah tudung saji.
"Buka dan masukan ke mangkok mienya Tari"
"Siap Aa" sahut Tari.
Saat mereka makan malam.
"Tari"
"Hmmn"
"Kamu kenapa pingsan subuh tadi?"
"Ada yang melompat dari atas lemari tv ke pundakku, lalu turun ke kakiku, warnanya hitam"
"Hhhh itu pasti kucingnya Janah, dia sering masuk lewat sana" Raka menunjuk celah yang ada di atas pintu dapur.
"Kenapa kucingnya suka ke sini, pasti disuruh Jannah ngintipin Aa"
"Uhuuk..uhuukk.." Raka tersedak makanannya mendengar ucapan Tari.
"Iih makanya kalau mau makan baca bismillah dulu Aa, biar tidak tersedak"
"Uhuuk..uhuuk" lagi-lagi Raka tersedak mendengar ucapan Tari.
Selesai makan Tari yang mencuci bekas makan malam mereka, sementara Raka setelah menggosok giginya beranjak untuk duduk di depan tv.
Selesai mencuci perabot dan menggosok giginya, Tari kembali ke kamar untuk mengganti pakaiannya.
Setelah itu ia menemui Raka di ruang tengah.
Ia langsung duduk di atas pangkuan Raka yang duduk bersandar dengan kaki diselonjorkan.
"Tari!"
"Aku sudah berpikir Aa"
"Berpikir apa?"
"Aa benar soal kita harus lebih saling mengenal"
"Ehmm"
"Tapi kita harus tetap menjalankan hak dan kewajiban kita sebagai suami istri"
"Ehmm"
"Jadi sekarang aku mau kita lanjut yang tadi siang Aa"
"A..apa...lanjut a..apa?" Tanya Raka dengan wajah merah.
"Iih pura-pura tidak tahu"
"Aku...ehmmm"
Tari meraih tengkuk Raka, lalu melumat bibir Raka lembut.
Raka mencoba membalas ciuman Tari. Tari makin bersemangat karena Raka mau membalas ciumannya.
Tari melepaskan kaos oblong yang dipakai Raka.
Diusapnya lembut d**a bidang Raka yang berwarna kecoklatan.
"Aa" Tari mengecup leher Raka hingga meninggalkan bekas merah di kulit Raka.
Tari menarik kepalanya dari leher Raka. Ditatapnya wajah Raka, mata mereka bertemu.
"Aku tahu Aa tidak suka gadis kota besar seperti aku, aku tahu Aa takut gagal dalam pernikahan, tapi aku ingin Aa tahu, meski diantara kita belum tumbuh benih cinta, tapi aku akan mencoba untuk mencintai Aa, pernikahan kita memang tidak mempunyai dasar yang kuat Aa, kita tidak saling kenal, apa lagi saling cinta. Tapi kita bisa membangun rumah tangga kita dari nol bersama-sama" ucap Tari, kedua tangannya menangkup wajah Raka.
Raka mengerjapkan matanya, takjub dengan kedewasaan pemikiran Tari. Bibir Raka menyungging seulas senyuman.
"Jadi kita harus mulai dari mana untuk membangun rumah tangga kita?" Tanya Raka, pertanyaan Raka membuat wajah Tari sumringah. Karena baginya itu pertanda kalau Raka mulai mau membuka hatinya.
"Mulailah dengan bismillah tentunya!" Seru Tari riang.
Keduanya membaca bismillah bersama-sama.
"Lalu apa lagi Tari?"
"Lepaskan pakaianku!" Sahut Tari.
"Haah..apa hubungannya dengan lepas pakaian?" Raka mengerutkan dahinya bingung.
"Iiih..kalau Aa tidak melepas pakaianku bagaiamana kita bisa bercinta, kalau kita tidak bercinta bagaimana kita bisa punya anak, kalau kita punya anak akan ada sesuatu yang lebih erat mengikat kita, paham!"
"Kamu sungguh-sungguh ingin punya anak dariku Tari?"
"Kenapa Aa bertanya seperti itu?"
"Hhhh kita ini bagaikan langit dan bumi Tari, ada banyak perbedaan yang sulit untuk dipersatukan, kedua orang tua kita sama-sama pernah gagal dalam pernikahannya, dan kita tahu rasanya bagaimana jadi anak korban perceraian, aku hanya tidak ingin hal itu menimpa kita, menimpa anak kita"
"Aa masih tidak yakin dengan kesungguhanku? Aa pondasi paling kuat dari rumah tangga adalah saling percaya, jadi aku mohon tolong belajar untuk mempercayai niatku, untuk bagaimana kedepannya itu biar yang di atas mengaturnya, kita hanya bisa berdoa dan berusaha, bukan begitu Aa? Aa pasti lebih tahu hal itu dari aku, iyakan?"
Raka memejamkan matanya, berusaha meyakinkan hatinya, untuk berbaik sangka pada apapun yang sudah Allah takdirkan untuknya.
'Astaghfirullah hal adzim, ampuni aku ya Allah, tolong kuatkan hatiku dalam menerima takdir MU, aamiin'
"Sudah berdoanya?" Celutuk Tari tiba-tiba, Raka membuka matanya, wajahnya memanas karena celetukan Tari tadi.
"Lepas bajuku Aa" Tari mengulangi permintaannya tadi.
Dengan tangan sedikit gemetar, Raka meraih ujung baju tidur Tari.
Diangkatnya keatas dan dilepaskannya melewati kepala dan kedua tangan Tari.
Bra merah menyala langsung memenuhi pandangannya.
Tari menegakan punggungnya. Ia sendiri yang melepaskan branya, diletakan branya di atas lantai.
Mata Raka mengerjap-ngerjap memandang dua gunung yang tepat berada di depan matanya.
"Buka mulut Aa!" Perintah Tari, seperti robot yang baru dipencet tombol on nya, Raka langsung membuka mulutnya.
"Isap Aa" Tari mendekatkan ujung dadanya ke mulut Raka. Pengalaman tadi siang membuat Tari merasa ketagihan. Ada sensasi yang disukainya saat dadanya diisap Raka.
Raka mengulum ujung d**a Tari dengan lembut. Mata Raka terpejam, kedua tangannya terangkat untuk mengelus punggung mulus Tari.
"Aa..." Tari mencari-cari sesuatu dibawah perut Raka. Saat ia menemukannya, disentuh nya dengan lembut milik Raka. Tubuh Raka menegang sesaat, kulumannya di d**a Tari terhenti.
"Tari"
Bleepp..
Listrik padam lagi seperti malam sebelumnya, lampu emergency langsung menyala. Menerangi mereka berdua.
"Kita ke kamarku saja ya Aa"
Tari berdiri, lalu menarik lengan Raka agar berdiri juga.
Satu tangannya menarik Raka, sedang tangan lainnya meraih lampu emergency.
Tari meletakan lampu di atas meja riasnya, lalu ia berbaring setelah melepaskan apa yang tersisa di tubuhnya.
"Aku siap Aa" katanya menantang keberanian Raka untuk menyentuhnya.
Raka masih berdiri mematung di tempatnya. Ia bingung harus memulai dari mana.
Raka memejamkan matanya sesaat, lalu naik ke atas ranjang dan nembungkuk di atas tubuh Tari.
"Buka dulu celanamu Aa" rengek Tari.
"Ooh" Raka turun lagi dari atas ranjang, tampak jelas sikapnya yang kikuk karena dilanda kebingungan.
'Ya ampuunn..
Ternyata masih ada pria yang bingung saat malam pertama, ini orang tidak pernah nonton video begituan kali ya, masa harus aku yang bergerak aktif, masa harus aku yang mengajari dia!' Gerutu Tari di dalam hatinya.
"Ayo lepas Aa!" Seru Tari saat melihat Raka masih belum juga melepas celananya.
"Kenapa diam? Ada yang tidak beres ya dengan ujung tombak Aa? Coba aku lihat!" Tari yang sudah duduk meraih pinggang celana Raka, dengan sekali sentakan keluarlah apa yang disebut Tari sebagai ujung tombak Raka.
Mata Raka melotot karena Tari menggenggam dan meneliti miliknya yang sudah tegak dengan sangat intens.
"Tari!"
"Normal kok, ini saja sudah siap ditancapkan, jadi apa yang membuat Aa tidak mau buka celana, maunya aku yang bukain, angkat kaki Aa, biar bisa lepas celananya!" perintah Tari. Raka hanya menurut saja.
"Mau langsung apa pemanasan dulu?" Tawar Tari.
"Haah apa?"
"Aaah kelamaan!" Tari menarik Raka sampai Raka jatuh ke atas ranjang. Tari langsung menjepit kedua paha Raka dengan kedua kakinya.
"Aku yang masukin, apa Aa yang mau masukin?"
"Apa?"
"Ya ampun...kenapa punya suami super lemot begini siih, capee deuhhh!" Tari memukul jidatnya sendiri.
***BERSAMBUNG***