Apa yang bisa kulakukan
Jika aku sudah terlanjur mencintaimu
Kamu yang memulai semuanya
Jika kau tak datang disini
Mungkin aku tidak akan pernah merasakan sakitnya rasa kehilangan
Adiemas aku mencintaimu
Aku tahu kau pasti menganggapku bodoh dan tak tahu diri
Tapi apapun itu aku akan selalu berharap kepadamu
Bahwa suatu saat kau akan melihatku
-Fanny Andreas-
-----
Aku terlalu takut untuk mengakuinya
Aku terlalu pengecut untuk mengatakannya
Sampai aku sadar bahwa aku telah kehilanganmu
Tidak untuk kali ini
Aku tidak ingin kehilanganmu lagi
Aku akan selalu menggenggam erat tanganmu
Adiemas Bagas Wiyasa
****
Waktu terus berlalu, lonceng pergantian jam telah berbunyi. Dan suasana kelas berubah mencekam, tidak terdengar satu suarapun dari kelas ini. Yang terlihat hanya ekspresi wajah wajah ketakutan dengan keringat yang mulai mengucur di dahi.
Setengah jam pelajaran berlalu, Pak Ranto belum kunjung datang apa rapatnya belum selesei. Tapi tadi ketika Bamban kembali mengecek ruang kantor sudah sepi, para guru telah mengajar di ruang kelas masing-masing.
"Tap,,,tap,,tap"
Suara langkah kaki yang mendekat ke ruang kelas kami, dilihat dari iramanya jelas itu suara langkah Pak Ranto. Dengan waktu sesingkat ini, percuma juga belajar, tidak ada yang bisa kuingat. Kepanikan menyelimuti sekujur tubuhku, mana saat ulangan Pak Ranto sama sekali tidak bisa mencontek.
Jangan harap bisa mnengok kesana kemari, hanya sekadar menengok ke teman sebangku saja tidak ada kesempatan. Waktu yang diberikan hanyalah 10 menit, 5 menit untuk satu soal, ya memang jumlah soal hanya dua, tapi kalau soal sekelas Olimpiade. Soal-soal seperti itu tidak diajarkan di kelas formal seperti sekolah ini.
"Tap,,,tap,,tap"
Suara langkah itu kian mendekat, Ya Tuhan aku pasrah aja, yang penting dapat nilai. Teman-teman yang lain juga kelihatan sudah menyerah, kami segera menyimpan buku matematika kami. Lindha, bendahara kelas segera membagikan kertas khusus untuk ulangan.
"Tap,,tap,,tap"
"Ceklek"
Pintu kelas terbuka , semua orang kaget. Tapi bukan kaget karena pak Ranto telah masuk kelas, melainkan karena siapa yang telah masuk kelas ini. Haah, dia Adiemas untuk apa dia ke sini. Lhoh seragam yang dia kenakan seragam batik yang biasa dikenakan guru di sekolah ini, dan buku yang dia bawa seperti buku yang biasa dipakai oleh Pak Ranto saat mengajar. Jangan-jangan dia. . . .
Kenapa takdir seolah mencoba mempermainkanku? Dari banyaknya pilihan kenapa harus dia yang berada di depanku?
****