Tok.. Tok.. Tok..
"Albert buka pintunya. Cepetan!" suara seorang wanita yang sepertinya sedang ketakutan membuat Albert segera melihat di balik lubang kecil di pintu. Dia melihat Vina berdiri dengan wajah ketakutan di depan pintunya.
"Albert cepetan.. Aku takut sendiri di kamar."
Tuh wanita bener-bener nyebelin banget sih. Kalau gak mau di kamar sendiri kenapa juga dia berada di sini.
Dalam satu tarikan napasnya. Albert segera membuka pintunya. Dan wanita itu seketika mendekap tubuh Albert sangat erat. Di sisi lain, Albert mengira ini adalah bonus untuknya. Dapat sebuah pelukan darinya. Apalagi badannya menempel sangat terasa di dadanya. Benar-benar merubah pikirannya jadi kotor.
"Vin, kamu sedang apa di depan?" tanya Albert, melepaskan pelukan Vina, menarik tangannya masuk ke dalam kamarnya.
"Aku takut tadi, lihat film horor sendiri di kamar."
Albert tertawa, mendorong bahu Vina.
"Lagian kamu sendiri yang nonton film horor. Kenapa harus takut."
"Emang kamu gak takut?" tanya Vina tak percaya.
"Aku laki-laki gak pernah takut dengan apapun."
"Yakin?" tanya Vina memastikan.
"Sangat yakin,"
"Tuh di belakang kamu ada apa?" Vina mengeluarkan ekspresi terkejutnya. Ia suka melihat Albert yang ketakutan. Tetapi dia belum pernah melihat dia takut. Ia bingung hal apa yang bisa membuat dia ketakutan. Bahkan sudah berbagai cara sudah dia lakukan tetapi tetap saja.
"Gak ada apa-apa sama sekali," ucap Albert, menarik dua sudut bibirnya menbentuk senyuman paksa.
Ih.. Nyebelin banget sih.. Kenapa dia gak takut. Apa memang dia tidak takut hal seperti itu.. Gumam Vina, menarik tangan Albert, mendekapnya erat, menyembunyikan wajahnya di balik bahu laki-laki tampan itu.
"Apa-apaan, lepaskan!" pekik Albert.
"Gak mau!"
"Lepaskan gak!"
Vina meringis, "Boleh minta tol8ng sesuatu gak,"
"Minta tolong apa?" jawab malas Albert.
"Aku boleh tidur di sini."
"Apa kamu gak takut aku melakukan. lagi padamu."
"Kali ini saja."
Albert memegang kening Vina. "Kamu gak sakit, kan?"
"Iya, bentar saja. Setelah itu aku akan pergi nanti. Hanya kali ini."
"Tapi aku mau pergi," jawab Albert datar.
"Pergi kemana?"
"Ke bar," jawab Albert, ia meraih jaketnya dan sudah bersiap untuk pergi.
"Aku ikut!" Vina menarik tangan Albert, memeluk lengannya erat. Tubuhnya gemetar, melihat ke kanan dan ke kiri was-was
"Apaan, sih. Udah sana pergi. Dan ingat soal hubungan kita itu hanya kesalah pahaman." pekik Albert menarik tangannya.
Dia apa sudah gila, maksudnya apa hanya salah paham. Memangnya aku apaan. Seenaknya tidur denganku. Dan terus meninggalkanku begitu saja. Aku tidak mau.
Albert beranjak pergi meninggalkan Vian sendiri di dalam kamarnya. Dia tak perduli mau marah atau gimana nantinya. Sekarang urusannya lebih penting dari pada wanita itu.
Kenapa dia tega denganku. Udah tahu aku takut! Apa memang benar dia tidak suka denganku. Tapi kalau memang tidak suka. Aku tidak masalah dan tetap bersyukur untuk itu semua.
Vina berniat menunggu Albert. Dia duduk di sofa, bahkan sampai berjam-jam menanti kepulangan dirinya. Dalam pikirannya Albert sekarang pasti sedang minum. Dan dia tidak bisa membiarkan dia kenapa-napa. Hatinya merasa terketut untuk merawatnya nanti.
Hingga 4 jam berlalu. Vina yang sudah tertidur lelap di sofa. Sontak terkejut saat mendengar suara pintu terbuka. Ke dua matanya melebar melihat Albert pulang dengan keadaan lemas tak berdaya.
Hal yang tak terduga mulai terjadi lagi. Dan itu di luar kendali mereka. Malam yang panjang penuh penyesalan mulai lagi. Dan Vina hanya bisa meneteskan air matanya. Dia merasa kesal dan mengutuk dirinya sendiri
***
Keesokan harinya. Albert membuka matanya lebar saat melihat Vina sudah tidak ada di sampingnya.
Albert yang baru saja keluar dari kamar mandi, dengan balutan handuk yang menutupi tubuhnya. Dan tangan mengusap rambutnya yang basah dengan handuk kecil yang berada di tangan kananya. Ia menatap ke ranjangnya. Seketika mengerutkan keningnya, saat melihat Vina tidak ada di atas ranjangnya.
Wanita yang sudah dua kali menaninya, membuat dirinya terbuai dalam sebuah
perbuatan yang tidak seharusnya ia lakukan dengannya. Tapi ia sudah terjebak
dalam sebuah hubungan itu, kini dia tidak akan bisa pergi, saat melihat Vina
yang selalu membuat ia tertarik.
Dan entah sejak kapan, Albert sangat tertarik dengan Vina, hatinya selalu ingin bersamanya, meski kadang ia selalu berantem. Saling salah, menyalahkan satu sama lain. Dan tidak pernah dalam sejarah bertemu mereka akur.
“Kemana dia pergi, kenapa dia meninggalkanku? Apa hubungan
kita tidak bisa baik lagi Vin!!” ucap Albert lirih di bibirnya. Ia menatap ke arah ranjang di depannya, terputar kembali kenangan bersama Vina kemarin malam membuatya tidak bisa lupa. Pertama kali juga dalam hidupnya ia melakukan itu
dengan wanita. Meski Aslbert, di cap sebagai orang yang paling play boy di
kampus.
Albert, berjalan menuju balkon hotel, memandang ke bawah. Ia curiga jika dia sudah pergi. “Dia tidka ada,” gumam Albert semakin gelisan di buatnya.
Aku tidak pernah se-gelisah ini sebelumnya, kenapa aku bisa seperti ini. Kenapa aku gak bisa melupakan Vina dalam pikiranu. Kejadian se-malaman
bisa merubah segalanya, termasuk cinta dan hatinya. Dan apa mungkin benar apa
yang di katakan Vina dulu, jika aku tidak benar-benar suka dengan Kesha . Ia
hanya sebatas ingin memilikinya, terobsesi ingin memiliki tidak lebih dari itu. Pikir Albert, yang masih berdiri di atas balkon hotel, dengan pandangan tak
berhanti memandang ke arah pantai yang terlihat jelas di depannya.
Otaknya memutar kembali, saat dia bercerita dengan Vina di pinggir pantai menikmati sunset. Ia tersenyum tipis, membalikkan badannya masuk ke dalam kamarya.
Ternyata kamu ngangeninnjuga. Pikir Albert.
“Aku harus cari dia, siapa tahu dia bersembunyi di dalam ruangan ini.” Ucap Albert, yang masih belum terima jika Vina sudah pergi dari ruangannya.
“Dimana dia?” tanya Albert, memutar matanya melihat seisi ruanganya.
Apa dia sudah pergi, tapi kenapa dia pergi begitu saja. Tanpa bilang padaku.
Dan bajunya juga sudah gak ada semua, termasuk bajuku. Pikir Albert, seketika
ucapanya terhenti saat melihat kemejanya juga tidak ada.
“Shiittt... Dia bawa kemejaku?” gumam Albert mengumpat
kesal.
Albert duduk di ranjangnya dengan wajah penuh frustasi. Ia bingung apa yang harus dia lakukan nanti saat Vina meminta dia tanggung jawab. Apa aku harus pergi ninggalin Kesha, apa aku harus melupakan semuanya, yang terjadi dengan Vina.
Arggg....
Semuanya bikin aku bingung, Kesha tidak mnecintaiku sama sekali, tapi aku gak
rela melepaskan dirinya. Dan Vina sangat mencintaiku dulu... Dan sekarang aku
yakin dai masih sama. Pikir Albert.
Albert beranjak berdiri mengambil bajunya yang sudah tertata rapi di lemari. Ia memakai bajunya dan berniat untuk pergi mencari Vina di luar. Ia ingin segera menjelaskan pada Vina, dan bebicara baik-baik dengannya.
Selesai memakai baju, ia segera pergi kaluar dari kamarnya
“Aku harus pergi cari Vina sekarang, aku gak mau mneyesal nantinya. Aku harus bicara dengannya” Ucap Albert, menutup kembali pitu kamarnya
Ia berjalan dengan langkah cepat menuju ke receptionis. Ia ingin bertanya nomor kamar Vina.
“permisi!!” sapa Albert.
“Iya,Tuan.” Jawab receptionis itu.
Albert menarik napasnya, mengatur napasnya yang masih ngos-ngosan.
“Tolong lihat di mana kamar dengan nama Vina” tanya Albert.
“Iya, bentar ya tuan” ucap Receptionis itu.
“Maaf tuan dengan nama Vina gak ada, yang di sini hanya dan nama Manda yang pesan dua kamar” ucap receptionis.
“Iya, di mana?” ucap Albert antusias.
“Ini kamarnya bersebelahan”
Seketika Albert melebarkan matanya, ia terkejut dan tidak menyangka jika kamar mereka sebenarnya bersebelahan. Jadi selama ini kamarku bersebelahan dengannya, kenapa aku tidak menyadarinya. Da Vina pasti menyadarinya dari awal. Tapi karena kemarinm dia mabuk. Ia pasti tidak ingat. Pikirnya.
“Apa yang kamu katakan, apa benar kamar aku bersebelahan dengannya?”tanya Albert memastikan.
“Iya”
“Iya, sudah makasih” ucap Albert, segera berlari kembali ke-kamarnya, ia ingin mencari di mana kamar Vina, sebelum semuanya terlambat.
“Vina tunggu aku!!” gumam Albert semakin mempercepat larinya, ia masuk ke dalam lift dan tak lama. Thingg....
Pintu lift terbuka, tanpa sadar Vina yang sudah pergi melewatinya dengan balutan syal yang menutupi wajahnya, dan topi pantai menhiasi kepalanya. Membuat mereka yang saling, melintas di temat yang sama tidak mengenali satu sama lain.
----
“Aku harus pergi sekarang, sebelum Albert mencariku. Apa yang sudah aku perbuat. Benar-benar sungguh memalukan. Aku sudah tidak punya harga diri lagi berada di depanya.” Ucap Vina, membenarkan kaca mata hitamnya, melangkah dengan langkah semakin cepat, menarik koper bersamanya.
Vina segera masuk ke dalam mobilnya, ia masih diam di dalam mobilnya, menatap ke hotel. “Selama tinggal kenangan, aku harus pergi.” Ucap Vina, tersenyum tipis, melepaskan semua yang menutupi wajahnya.
Vina menarik napasnya dalam-dalam, menahannya sebentar, lalu mengeluarkan secara perlahan.
“Dan sepertinya, aku harus melupakan Albert, mulai sekarang. Anggap saja kita tidak saling kenal lagi, Albert. Jangan mencariku.” Gumam Vina, menyalakan mesin mobilnya, dan perlahan keluar dari parkiran hotel.
---
Di sisi lain, di dalam hotel Albert sudah berhasil menemukan kamar Vina, ia menconba untuk mengetuk pintunya berkali-kali, namun tidak ada
jawaban.
“Apa Vina sudah pergi?” tanya Albert pada dirinya sendiri.
“Permisi!!’ ucap seorang cleaning servis hotel.
“Eh.. apa orang yang ada di dalam sudah pergi?” tanya Albert pada orang di depannya.
“Baru saja dia pergi”
Albert yang tak percaya, ia segera masuk mendahului cleaning service itu, berlari mencaroi sekeliling ruangan itu. Todak ada siapa-siapa.
“Benar, dia sudah pergi.” Ucap Albert, duduk di rnajang, dengan ke dua tangan memegang kepalanya yang terasa sangat pusing. Ia tidak tahu lagi apa yang harus di lakukan, Albert mengusap wajahnya penuh frustasi.
“Shitttt... Kenapa dia harus pergi lebih dulu, aku belum berbicara denganya.” Ucap Albert, mengepalkan tanganya.
Dua Cleaning servis berjalan masuk dan segera membersihkan kamar hotel yang baru saja di tinggalkan pemiliknya. Dan Albert tidak perdulikan itu, ia masih duduk dengan kepala sedikit menunduk. Ia menggelangkan kepalanya beberapa detik. Albert menarik napasnya dalam-dalam, menahan rasa kesalpada dirinya sendiri yang semkain menjadi.
“Pemisi tuan, saya menemukan ini” ucap pekerja cleaning service, mengulurkan sepucuk surat padanya.
Albert mendongak, mentap seseorang memberinya surat, dengan segera ia mengambilnya. Dan mulai membuka surat itu.
Maaf, saat kamu mencariku dan menemukan surat ini. Mungkin aku sudah pergi, jadi jangan cari aku. Alu minta tolong padamu jangan cari aku lagi, aku gak mau lagi bertemu dengan kamu. Aku gak mau sakit hati untuk yang kesekian kalianya. Dan maaf aku salah. Aku tahu kamar kita sebelahan. Tapi kamu gak pernah tanya kamar aku, dan soal malam kemarin lupakan saja, dan anggap tidak ada hal yang terjadi di
antara kita.
Bye,,,
“Vina, Vina, Vina. Kenapa kamu pergi, kenapa kamu begitu
bodoh. Aku gak mungkin meninggalkan wanita yang sudah tidur bersama aku begitu saja. Dan aku gak mungkin lari dari tanggung jawab. Kenapa kamu begitu bodoh,
Albert beranjak berdiri, dengan badan terasa lemas, ia berjalan keluar dari kamar Vina. Menuju ke kamarnya. Albert juga sudah berniat untuk segera pulang. Dan membereskan semua baju-bajunya.
“Sepertinya aku harus cari Vina di rumahnya” ucap Albert.