PERTEMUAN KE DUA

1030 Kata
Pak Bambang mulai memasuki ruangan hingar bingar itu, lampu berwarna warni dan musik yang menghentak, membuat seluruh pengunjung terasa di hipnotis. Pak Bambang menyerahkan tiket VIP pada petugas berbadan besar dan berpostur tegap. Petugas tersebut mengantar pak Bambang hingga ke ruang VIP. Beberapa orang telah berada disana. Tempat duduk VIP letaknya di lantai dua,terpisah tangga yang berada ditengah. Meskipun ruangan ini berada di lantai dua namun pandangan mata mereka yang berada di ruangan ini langsung tertuju pada penari di panggung. Penari itu Kenanga. Wanita yang pernah tidur dengannya, wanita itu juga menjadikan alasan dirinya untuk datang kemari. Ke diskotik ini. Wanita itu juga membuat tidurnya tidak tenang, membuat satu minggunya terasa gelisah. Meski ia tahu apa yang akan terjadi bila Bram pemilik diskotik ini tahu dirinya berada di sini, mereka pasti terlibat baku hantam. Namun tekad pak Bambang sangat kuat. Meski sekedar untuk melihat Kenanga. Beberapa perempuan datang, berjoget mengikuti irama musik, sambil meliuk-liuk seperti ular betina mencari mangsa. Baju mereka sangat minim.Ukurannya kira-kira hanya satu jengkal dari pinggul. Bagian d**a mereka terbuka. Jelas sangat menggoda lelaki yang haus kehangatan dan kenikmatan. Beberapa dari mereka bahkan telah berani duduk di atas paha para lelaki yang ada disana. Mereka memutar pinggul mereka, bergerak-gerak memancing gairah. Banyak yang tidak tahan. Banyak juga yang masih bertahan. Ditengah musik yang makin keras itu Kenanga naik ke ruang VIP. Ia menari sambil bergoyang, jemarinya menyentuh d**a lelaki yang ada disana, memberikan kecupan tipis kadang di bibir kadang di pipi. Bila sudah begitu maka tinggal tugas penari yang lain meneruskan. Kenanga pun terus melangkah mencari mangsa bila salah satu dari lelaki yang ada disana telah bereaksi maka teman-teman pekerja s*x yang lain yang menggantikan posisinya. Kenanga hanya bertugas memancing birahi saja. Kenanga kembali turun ke panggung, kakinya berdiri diantara uang berserakan yang dilemparkan pengunjung. Terlihat Bram berdiri meninggalkan tempat duduknya, entah karena apa sejak kejadian hari itu bersama pak Bambang, Bram seperti menjaga jarak dengan Kenanga. Pukul 02.00 Kenanga menyudahi aksinya. Pandangannya ia lempar pada seluruh pengunjung, hingga ia menatap sosok pak Bambang. Kenanga sangat terkejut. Setengah berlari Kenanga menemui pak Bambang. "Mas disini ?" suara Kenanga setengah berbisik. Pak Bambang meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya sebagai isyarat agar Kenanga tidak ribut. Kenanga pun mengerti. Ia duduk tepat disamping pak Bambang guna menghindari cctv. "Ada apa ?" tanya Kenanga. "Aku kangen, Kenanga." "Mas ini nekat, mestinya mas jangan kesini. Kalau Bram tahu bagaimana?" "Aku tahu bahayanya, tapi aku tak punya cara lain. Aku terlampau merindukanmu." Pak Bambang berbicara sambil menatap lekat mata kelana. Tiba-tiba pak Bambang melihat Lily, istri pertama Bram. Lily dulu teman mainnya sewaktu kecil dan Lily cukup tahu orang sekaya apa keluarga Pak Bambang. "Bambang..." suara Lily memekik. Sambil menutup bibirnya takjub. Ia tidak menyangka akan bertemu Pak Bambang di sini. Mereka saling mendekat, saling memeluk dan saling memberikan kecupan kecil. "Kamu kenal Kenanga ?" tanya Lily pada Pak Bambang. "Iya, " "tolong aku Lily." suara Pak Bambang memohon. "Tolong apa ?" "Aku ingin membawa Kenanga keluar sebentar." "Tapi bagaimana dengan Bram ?" "Aku tahu ia tak akan mengijinkan itu sebabnya aku minta tolong padamu. Aku mohon Lily." Pak Bambang mencoba merayu Lily. "Aku akan berikan 40 juta untuk malam ini asal kamu mau melindungi kami." "Empat puluh juta ???" Suara Lily dan Kenanga hampir bersamaan. "Berapa nomer wa mu ?" "Kenanga punya, " "Nomer rekening mu ?" "Nanti ku kirim via WA, yang penting sekarang kalian keluar dan harus kembali sebelum jam enam pagi. Hindari kamera, lewat pintu samping sebelah dapur. Aku akan kondisikan penjaga." Lily memberi isyarat. Pak Bambang dan Kenanga kemudian pergi sambil lebih dahulu mengucapkan terimakasih pada Lily. Lily membayar semua petugas yang ada di pintu depan. Dia menepati janjinya untuk mengkondisikan suasana. Pak Bambang mengeluarkan Pajero Sport hitam yang tidak biasa dia pakai dari ruang parkir. Ia sengaja menggunakan mobil ini agar tidak terjadi kecurigaan. Kenanga menaiki mobil dengan cepat. Di ujung jalan pak Bambang berhenti. Kemudi pun diserahkan pada sopir pribadinya. Pak Bambang duduk disamping Kenanga. Mereka saling memandang hingga Kenanga meletakkan kepalanya di bahu kanan pak Bambang. Pak Bambang meraba rambut berbau harum itu dengan lembut. Ia tahu Kenanga pasti lelah menari begitu rupa. Pak Bambang merasa iba pada Kenanga. Ditempat yang lain Lily sedang sibuk membuatkan kopi s**u panas untuk Bram yang saat itu giliran tidur dikamar nya. Kopi itu telah dicampur dengan tiga tetes obat tidur. Lily yakin Bram akan tidur pulas. Lily meraih ponselnya menghubungi Kenanga. "Bram sudah tidur, hati-hati dan jangan terlambat." Kenanga melihat ponselnya menyala, ia membalas pesan dari Lily. "Iya Mi, jangan khawatir. Kami akan pulang tepat waktu." "Dari siapa Kenanga ?" "Lily." "Tanyakan berapa nomer rekeningnya. Aku transfer uangnya sekarang." "Mi, berapa nomer rekening mami ?" tampak Lily sedang mengetik. Kemudian sederet angka muncul. Kenanga mengirimkan nomer itu ke nomer pak Bambang. Kemudian dalam hitungan menit uang 40 juta itu pun meluncur. Lily nampak gembira. "Jangan lupa clear chat ya." perintah Lily. "Ok." Kenanga merebahkan kepalanya lagi, kali ini di kaca jendela. "Waktu kita tidak banyak mas, kita akan kemana ?" "Ke pantai ya ?" "Jangan, aku takut kulit ku berubah jadi kulit buaya seperti hari itu bila ku terkena air pantai." Suara Kenanga nampak rapuh. Pak Bambang merengkuh Kenanga, meletakkan wajah mungil itu di dadanya. Ia merasa iba pada nasib Kenanga. "Mas Agung, dimana ada cafe yang masih buka dini hari begini ?" tanya Pak Bambang pada Agung sopirnya. "Oh, di cafe Bon Bon aja pak, yang biasa saya datangi dengan teman-teman tim." "Kita kesana mas." "Siap pak." Sopir pak Bambang mengarahkan mobil menuju cafe Bon-Bom. Cafe Bon-Bon sangat redup. "Mas Agung turun saja, kami berdua di mobil ." Pak Bambang berbicara sambil menyerahkan uang lima ratus ribu sebagai tips sopirnya menunggui mereka. Sang sopir turun, menyerahkan kunci mobil pada Pak Bambang. Pak Bambang melihat Kenanga yang nampak tersenyum meski wajahnya letih. Pak Bambang mengembangkan selimut yang selalu ada di mobilnya pada tubuh Kenang yang hanya terbungkus kain minim. "Istirahatlah Kenanga, aku akan menjagamu." suara pak Bambang mesra. Kenanga kembali tersenyum, ada air yang menggenangi bola matanya. Ia merasa takjub diperlakukan seperti putri seperti hari ini. Pak Bambang menyerahkan uang 40 juta hanya sekedar untuk melihat dirinya tidur. Lelaki ini begitu baik, batin Kenanga sambil memejamkan matanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN