TJCPP 9

1040 Kata
“Apa kamu tidak bisa memakai panah dengan benar, Alvaerelle!” bentak seorang pria dewasa. Matanya yang sipit sudah menatapnya setajam ujung anak panah yang menusuk burung kecil. Dia berencana untuk merawatnya dan merasa bersalah karena telah melukai makhluk sekecil itu. Meski dia tahu, aksinya tadi adalah untuk menyelamatkan makhluk hidup lainnya. “Maaf Tuan Zinsastra. Saya memang tidak pandai berburu,” ucap Alvaerelle sambil menunduk. Takut menatap lebih lama ke arah pria dewasa tersebut. Lalu telinganya dapat menangkap suara langkah kaki. Tidak lain dan tidak bukan adalah Nyonya Zinsastra dan anak mereka, Gaylia. Terlihat seperti keluarga yang bahagia. Terkecuali dia, seorang anak buangan yang dijual kepada keluarga Zinsastra. “Sayang, sudahlah jangan marah-marah,” bujuk Nyonya Zinsastra. Terdengar seperti seorang elf yang paling baik hati, tetapi tidak. Itu tidak benar. “Jika dia memang payah dan tidak bisa diandalkan, kita bisa menjualnya ke bar di kota. Pasti banyak yang akan meliriknya.” “Tidak, tidak. Kita tidak bisa melakukan itu. Dia terlalu unik, dibilang bangsa elf gelap bukan dan terlalu sama seperti kita. Jika bukan karena mata merahnya yang mengagumkan seperti sihir, kita tidak mungkin menjadi keluarga golongan atas,” jelas Tuan Zinsastra sambil memijat pelan pelipisnya. “Namun, seberapa banyak aku mencoba, dia tetap tidak bisa menggunakan sihir atau bahkan fisik. Sial.” Alvaerelle yang menjadi topik pembahasan pun hanya bisa memejamkan matanya. Dia tidak suka dengan pembahasan ini. Selalu berulang-ulang didengarnya dan tidak diketahui titik terangnya. Dia lalu menelan ludah. Andai dia tidak memiliki mata unik ini, mungkin sekarang hidupnya akan lebih baik. Tidak diperlakukan seburuk ini. Kedua orangtua kandungnya sudah dibunuh tetapi semua tutup mata dan telinga, mereka menganggap itu sebatas kecelakaan saja. Alvaerelle ada di sana, dia jelas-jelas tahu jika keluarganya dibunuh dan dia dijadikan b***k. Sampai akhirnya dia dijual kepada keluarga Zinsastra, setelah semua orang mengetahui jika mata dan rambutnya sangat unik. Dikabarkan ada sesuatu yang luar biasa di dalam dirinya. Alvaerelle tidak pernah meminta untuk dijadikan makhluk spesial. Dia hanya ingin aman dan damai saja. Sehingga tidak menimbulkan kekacauan lain, seperti sekarang. Keluarga Zinsastra kecewa dengan keadaannya. Mereka tidak senang dengan apa yang terjadi dan mereka tidak pernah ingin tahu tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Mereka lebih menyenangi sebuah hasil, ketimbang pAlvas. Itu pun menurun pada anak mereka. Durlan Zinsastra dan Loreila Zinsastra merupakan pasangan yang serasi ditambah anak mereka Gaylia. Keluarga yang masuk ke golongan atas berkat keunikan Alvaerelle. Sejauh ini, mereka adalah keluarga yang hebat dalam bertarung. Rata-rata Keluarga dan saudaranya menjadi prajurit inti di Kerajaan Iredale, baik itu perempuan atau laki-laki. Keduanya cukup tangguh. Bahkan setahunya Durlan Zinsastra merupakan salah satu jenderal perang. “Alvaerelle, apa kamu tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar?! Bahkan memanah adalah pelajaran dasar bagi kita para ras elf. Dengan mata yang tajam, cara kita bertahan adalah dengan memanah. Bahkan nenek moyang saja bertahan hidup dengan berburu menggunakan panah,” ucap Gaylia panjang lebar. “Aku ... tidak sanggup menembak makhluk hidup lain. Mereka berhak untuk hidup,” ucap Alvaerelle pelan. “Terus saja berpikir begitu! Lama-lama aku ingin menyerahkanmu kepada Chimera di hutan timur. Dengan begitu mereka tidak akan pernah kelaparan!” balas Gaylia sarkas. “Sudahlah, kalian hanya membuang-buang waktu dengan berbicara dengannya. Alvaerelle, pergilah menyiapkan makan malam untuk kami. Jika kamu mengacaukannya lagi, aku akan menghukummu sampai kamu ketakutan,” balas Durlan Zinsastra. - - - - - - - - - - - - - - - Ketimbang dengan menembak, Alvaerelle cukup pandai dalam memasak. Dia tidak mungkin mengacaukannya. Dengan kondisi seperti sekarang, dia tidak mau ada kekacauan yang terjadi. Apalagi hukuman yang dikatakan Durlan Zinsastra biasanya bukanlah main-main. Dia pernah dikurung selama seminggu dan hanya diberikan sepotong roti dan air minum saja. Kira-kira itu terjadi ketika dirinya masih sangat kecil. Jika Durlan Zinsastra mengatakan dirinya akan dihukum sampai ketakutan, maka hukumannya pasti lebih buruk dari sebelumnya. Dia sangat tidak ingin hal-hal buruk pun terjadi pada dirinya sendiri. Alvaerelle hanya  ingin hidup. Lalu sesegera mungkin dia pun membawa satu buah piring ke meja makan secara satu per satu, dengan bantuan dari para pelayan pula. Sehingga pekerjaannya jadi lebih cepat. Alvaerelle pun berniat untuk mengabari Durlan, Lenoira dan Gaylia untuk makan. Setidaknya Nyonya dan Tuan rumah masih tetap berkecil hati untuk mencoba makanan. Tinggal Gaylia. Gadis itu lebih sulit untuk diluluhkan. Alvaerelle sendiri takut dengannya. Namun, jika dia tidak bisa membujuk Gaylia, Durlan dan Lenoira akan marah padanya. “Bagaimana ini? Aku yakin mayatnya pasti sudah ditemukan,” ucap Gaylia dan sukses membuat Alvaerelle kebingungan. Ya, dia tidak dapat memahami apa yang dikatakan oleh gadis tersebut. Diam-diam, dirinya pun menguping pembicaraan dan mengintip dengan perlahan. Dia dapat melihat jubah hijau yang sering kali dipakai oleh Gaylia ketika pergi untuk berburu. Lalu apa salahnya? Kenapa hal-hal seperti itu bisa terjadi begitu saja? Alvaerelle pun mencoba melihat lebih dekat, tetapi ternyata Gaylia menyadari kehadirannya. Tatapan tajam dari pemilik mata berwarna hijau itu pun terlihat sangat menakutkan. Rasnya dia ingin berlari dari sana, tetapi percuma saja. Gaylia tidak akan membiarkannya bebas begitu saja. Dari tangan yang Gaylia gerakkan, Alvaerelle tahu. Gadis itu memintanya untuk mendekat. “Apa saja yang sudah kamu dengar, Alvaerelle?” tanya Gaylia sambil menatapnya dengan begitu rendah. Sayangnya, karena tidak lekas menjawab, gadis itu segera menarik rambut Alvaerelle. Jambakannya sangat sakit dan membuat hatinya semakin meringis. “Nona Gaylia, ini sangat sakit.” “Katakan padaku apa saja yang sudah kamu dengarkan dan sejauh mana kamu mengetahuinya?” ulang Gaylia agak berbisik, sepertinya itu hal yang sangat gawat. “Aku ... hanya melihat jubah saja, tidak ada yang aku ketahui, Nona Gaylia. Sakit ... ini sakit ... tolong jangan semakin kuat menjambakku,” ucap Alvaerelle semakin memohon. Namun, Gaylia terlihat tidak memercayai dengan apa yang didengarkan olehnya. Sampai akhirnya gadis dengan mata tajam itu pun melepasan. “Aku pegang ucapanmu. Jika kamu mengetahui atau bahkan menceritakan ini semua pada orang rumah, maka aku tidak akan segan untuk membunuhmu, Alvaerelle. Terlepas kamu adalah barang kesayangan ayah dan ibu. Kamu akan tetap mati jika berbohong,” jelas Gaylia. Lantas Alvaerelle segera mengangguk. Dia sangat takut dan cemas. Takut akan ancaman Gaylia dan cemas jika gadis itu sepertinya baru saja melakukan sesuatu yang sangat buruk. Sayangnya Alvaerelle tidak tahu apakah itu. Hanya ada jubah dengan noda darah yang tersisa. Rekam jejak yang membahayakan kehidupannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN