Ella menghembuskan nafasnya lega. Demi Tuhan, andai ia terlambat beberapa menit saja. Jawaban apa yang harus ia berikan pada suamina melihat ia yang keluar rumah dengan anak mereka yang masih sangat kecil, baru berumur belasan hari.
Laki-laki itu kadang tempramen, Ella yang seharusnya marah, malah Serkan yang akan marah, apabila tau ia keluar rumah tanpa sepengathuan laki-laki itu tadi.
Ella yang pura-pura sibuk menyusui anaknya yang sudah terbangun sejak dalam perjalan pulang dari rumah Sharon tadi, melirik hanya sekilas pada suaminya yang melangkah dengan langkah tenang mendekat padanya saat ini.
Anaknya Hanin? Sedang ke kamar mandi di antar, dan di tunggui oleh pembantu baru tadi. Ella merasa bersyukur. Ada pembantu itu yang di bawah suaminya tadi.
Hatinya merasa kesal, marah, dan benci apabila benar suaminya membohonginya, menipu mentah dirinya, dan pergi ke rumah Sharon tadi.
Membuat Ella kali ini, akan kesalahan yang mungkin ya, dan mungkin tidak di lakukan oleh suaminya. Memasang wajah keruh, terkesan acuh tak acuh pada Serkan saat ini.
Dan Serkan dapat menangkap perilaku, dan tatapan Ella yang tak di sukainya.
Serkan tidak suka, mendapat tatapan, dan perlakuan Ella yang agak cuek saat ini. Bahkan wanitanya, tidak mengangkat sedikit'pun wajahnya untuk melihat, dan menyambutnya yang baru datang.
Dan kerena itu, detik ini Serkan terlihat menarik nafas panjang lalu di hembuskan dengan perlahan oleh laki-laki untuk meredam amarahnya, dan perasaannya yang kacau akhir-akhir ini agar tidak ia luapkan pada istrrinya yang baru ia bohongi telak barusan.
Tapi, Serkan tak mampu menahan tangannya untuk tak membanting satu kantong lumayan besar belanjaannya untuk anaknya Hanin, dan Ella. Membuat kepala Ella yang hanya menatap minat kearah anaknya sedari tadi, mengalihkan tatapannya kearah kresek penuh yang ada di sampingnya. Dan sebagian isinya yang berisi camilan, dan banyak cokelat berserakan di sampingnya.
"Sudah pulang, Mas? "Tanya Ella dengan senyum terpaksa yang terbit begitu masam di kedua bibir, dan wajahnya saat ini.
Membuat hati Serkan di dalam sana semakin terasa panas.
Serkan tak tahan, untuk tak merangkum dagu Ella agar tatapan wanita itu fokus menatap padanya.
"Apa ada yang terjadi sebelumnya?"
"Katakan, apa ada hal yang membuat kamu s---"
"Ssttss, nggak ada. Semuanya baik-baik saja."Ella dengan cepat meletakkan jari telunjuknya ke kedua bibir Serkan, dan dengan cepat Serkan ingin meraih jari Ella untuk laki-laki itu hisap, dan di bawah ke mulutnya. Untuk ia mainkan sesuka hati di sana
Tapi... Sayang, dengan cepat, Ella menarik tangannya. Seakan tak sudi apabila jarinya di sentuh, dan di permainkan oleh Serkan dalam mulut suaminya itu.
"Kenapa?"Tanya Serkan dengan desisan pelannya.
Hatinya semakin panas di dalam sana. Demi Tuhan, tadi Ella baik-baik saja. Perhatian, dan sangat lembut padanya.
Tapi, kenapa sekarang berubah? Apa yang terjadi sama isterinya, hmm?
"Jujur sama aku, Mas. Kamu... kamu pergi kemana tadi? Kalau ke pabrik cepat sekali pulangnya, jarak pabrik sama rumah lumayan jauh. Kamu membohongiku."Ucap Ella pelan dengan wajah di buang kearah lain.
Serkan merutuk dirinya yang begitu bodoh, dan lalai.
Serkan diam. Tak tau harus jawab apa. Jelas, apa yang di kataknlan oleh Ella benar 100% barusan.
"Kamu diam? Benar feeling aku , kamu... kamu bohong tadi."Ucap Ella dengan nada kecewanya.
Ella memutar kepalanya pelan, menatap suaminya dengan tatapan yang sangat dalam.
Mendapat tatapan isterinya Ella yang seperti itu, membuat hati Serkan di dalam sana bergetar kecil, di iringi dengan rasa sesak, dan sakit yang menyiksa.
"Kemarikan, Mawar."Serkan meraih agak paksa tubuh mungil anaknya Mawar dari gendongan Ella.
Dan laki-laki itu meletakkan cepat anaknya Mawar yang sudah tidur di sofa seberangnya, tanpa ada yang mengawasi di dekatnya, membuat Ella memekik, dan hampir bangkit dari dudukkannya.
Tapi dengan cepat, Serkan menjatuhkan tubuh besarnya di atas tubuh Ella , membuat Ella tak bisa berkutik sedikit'pun.
"Mawar bisa jatuh! Menyingkir dari atas tubuhku, Mas."Ella mendorong sekuat tenaga tubuh besar suaminya.
Tapi suaminya diam, tak bergeming sedikit'pun, menatapnya dengan tatapan yang tak Ella suka. Marah sekaligus b*******h.
Demi Tuhan, anaknya di sana...bisa jatuh, dan ia masih dalam masa nifas saat ini.
"Awas, Mas. Mawar bisa jatuh."
"Jangan menatapku dengan tatapan seperti itu, kamu lupa, aku masih dalam masa nifas!"Desis Ella tegas.
Membuat Serkan semakin mendekatkan wajahnya dengan wajah Ella. Dengan tubuh besar, dn tegapnya yang sudah duduk sepenuhnya di atas kedua paha Ella.
"Aku nggak peduli. Aku mau kamu, sekarang!!!"Bisik Serkan dengan tatapan sialan itu yang semakin menyala-nyala.
Berhasil membuat kedua mata Ella melotot membulat mendengarnya.
"Aku barusan ke rumah, Mbak Sharon. Aku bukan perempuan mandul, Mas. Seratus anakpun bisa aku lahirkan untukmu. Asalkan kamu bersabar. Aku nggak suka memiliki suami yang membagi tubuhnya dengan wanita lain. Aku nggak suka benih suamiku terbagi dengan wanita lain. Aku nggak suka anak-anakku memiliki saudara tiri. Aku nggak suka! Lakukan saja hal itu dengan Mbak Sharon, dan aku...aku akan pergi dari hidup Mas detik itu juga. Dan silahkan lakukan hal ini sekarang. Memuaskan nafasu Mas bahkan di saat milikku masih berdarah di bawah sana. Karena itu akan menjadi aktifitas terakhir kita. Aku sudah bosan, di bodohi, di tipu, dan di sakiti di masa lalu. Masa sekarang, dan masa depan aku nggak suka di sakiti lagi dengan hal yang sama. Pengkhianataan aku nggak bisa menolerirnya, Mas. Konflik dalam rumah tangga selain pengkhianatan aku bisa menolerirnya. Walau aku mati dalam kelaparan sekalipun bersamamu. Aku nggak mau memiliki suami yang hatinya harus terbagi dengan wanita lain, dan anak lain selain anak-anakku."Desis Ella tegas, dengan tatapan penuh keyakinan, dan serius yang membara-membara.
Membuat tubuh Serkan, terlihat sangat menegang kaku saat ini, hatinya.. hatinya bahkan bergetar takut di dalam sana, mendengar ucapan panjang Ella barusan.
****
Ella menatap dengan tatapan tajam, menelisik, dan sangat teliti pada televisi besar yang menggantung di atas tembok yang ada dalam kamarnya.
Ella tersenyum puas melihat aktifitas suaminya yang tak aneh, dan tak macam-macam sama wanita lain di kantor sana.
Suaminya terlihat cuek bebek, dan selalu berucap dengan nada datar pada setiap karyawan wanita yang masuk ke dalam ruangannya untuk membawa berkas atau untuk meminta tanda tangan suaminya.
Apalagi pada Sharon, Sharon seakan tak ada di dekat suaminya. Di saat Sharon menjelaskan, dan membaca kegiatannya, wajah Sharon tak di lihat sedikit'pun oleh suaminya.
Sudah satu bulan lebih berlalu sejak di mana ia melayangkan ancaman pisah pada suaminya.
Ia... ia bagai seorang pekerja saja selama satu bulan lebih ini dengan anak bayinya, Mawar. Ini atas usulan suaminya, agar ia percaya kalau ia tidak mungkin macam-macam di kantor. Itu pembodohan untuk diri Serkan sendiri. Begitu kira-kira papar laki-laki itu pada Ella. Ella setuju saja.
Bahkan Mereka jadi punya ruangan sendiri yang di renovasi kilat oleh Serkan di samping ruang kerja suaminya.
Ya, Ella di saat pagi hari, berangkat bersama-sama suaminya dengan penampilan yang sudah rapi, cantik, dan elegant selalu menggandeng tangan suaminya dengan sang suami yang selalu menggendong lembut anak mereka memasuki kantor, dan naik ke lantai 14 dimana ruangan suaminya berada.
Pulang di sore hari, jam dimana suaminya pulang. Bahkan Hanin, dengan egoisnya, possesivenya Ella takut suaminya macam-macam di luar sana, Ella... Ella ikut memboyong anaknya Hanin singgah di kantor setelah di jemput oleh supirnya dari sekolah, kadang Hanin juga tinggal dengan pembantu di rumah.
Ella... Ella seperti ini hanya ingin menjaga, dan melindungi suaminya. Laki-laki yang sangat di cintainya. Ayah anak-anaknya.
Karena Ella tau, betapa tidak enaknya memiliki saudara tiri, papa tiri, mama tiri ataupun itu namanya. Cukup Ella yang merasakannya.
Tetap berat sebalah alias tidak adil. Walau kamu berkata akan adil. Nyatanya Ella tidak mendapat keadilan pada papa kandungnya setelah laki-laki itu memiliki anak kandung dengan wanita lain. Rasanya sudah berubah, perhatiannya apalagi sudah sangat berubah. Bullshit manusia di dunia ini ada yang bisa adil. Sesama adik kakak kandung saja, kedua orang tua masih bisa sedikit pilih kasih!
Membuat Ella harus terlihat seperti saat ini. Terutama untuk anak-anaknya. Demi Tuhan, kalau suaminya sudah tak cinta padanya. Ella bisa apa? Memaksa Serkan? Halah, nggak bisa. Itu mustahil. Dan Ella nggak ingin berakhir seperti ibunya. Titik!
Ella hanya ingin menyelamatkan nasib anak-anaknya. Tidak akan Ella biarkan anak-anaknya memiliki saudara tiri apalagi dengan cara bodoh suaminya yang ingin menyewa rahim orang, dan orang itu adalah Sharon.
Wanita licik yang bisa Ella tebak sifat, dan perilakunya hanya melalui raut wajah wanita itu saja bisa mampus anak-anaknya, apabila mereka memiliki ibu tiri atau saudara tiri dari Sharon, banyak fitnahnya. Dan Ella... Ella nggak membiarkan anak-anaknya tinggal dengan Serkan. Nggak akan apabila suaminya itu tetap melakukan hal bodoh itu.
"Permisi, Mbak. Dek Hanin nggak mau makan, Mbak. Maunya di suap sama, Mbak."Rahmi sang pembantu membuat lamunan panjang Ella buyar.
Ella yang setia fokus pada cctv yang masih menampilkan wajah serius suaminya di dalam layar, mengalihkan tatapannya kearah Rahmi.
"Bibi kerjakan saja pekerjaan yang lain. Aku yang akan makan sama Hanin. Makasih, ya, Bi."Ucap Ella lembut. Mendapat anggukan dari Bu Rahmi.
Ella dengan berat hati mematikan televisi yang ada di depannya. Hari ini, anaknya Mawar terlihat resah, dan rewel. Membuat Ella memutuskan tidak ikut suamiya hari ini ke kantor. Dan untung saja, barusan Mawar sudah tidur.
Ella akan menyuap anaknya Hanin yang baru pulang sekolah.
Tapi, baru beberapa langkah Ella melangkah. Sesuatu yang terjatuh dengan keras, membuat langkah Ella terhenti.
Ella membalikkan tubuhnya untuk melihat keasal suara.
Ella membeku di tempat... melihat.... melihat bingkai besar yang berisi foto pernikahnnya dengan Serkan yang jatuh dengan mengenaskan, kaca hancur berkeping di atas lantai.
Bahkan Ella detik ini, terlihat memegang dadanya yang tiba-tiba berdetak dengan laju yang sangat kencang diringi dengan rasa sesak, dan sakit sialan saat ini di hati, dan jantungnya di dalam sama.
"Ada apa ini?"Bisik Ella pelan dengan raut wajah takutnya.
****
Serkan yang ingin makan siang di rumah. Melangkah sangat tergesa agar ia bisa menjemput anaknya Hanin di sekolah.
Tapi dengan sialannya, entah siapa yang menahan pergelangan tangannya dengan kuat di bawah sana.
Membuat langkah lebar Serkan harus terhenti, dan menoleh dengan tatapan tajam penuh amarah pada penggangu itu.
"Sharon?"Desis Serkan pelan.
Sharon tersenyum lebar, tumben Serkan menyebut namanya dengan nada lembut barusan.
"Ada apa?"Tanya Serkan lagi dengan nada pelannya.
Dan Serkan melepaskan paksa tangannya yang masih di genggam Sharon di bawah sana saat ini. Membuat senyum Sharon lenyap seketika.
"Kapan kamu melakukan rencanamu itu? Aku-- mumpung a---"
"Nanti malam, ah bukan, tapi besok pagi."Ucap Serkan dengan raut wajah muram, dan nada pelannya.
Membuat senyum Sharon semakin lebar saat ini.
Aku menang, Ella.