4. Ck, Takdir?

1600 Kata
Siapa yang bisa mengontrol perasaan jika cetak tebal itu tak bisa disentuh dan hanya dapat dirasakan oleh hati? Meluap jika memang ingin dan mereda jika memang diperlukan. Jatuh tak pandang tempat dan sulit untuk di lupa. . . . Liora memamerkan pesonanya dengan begitu lihai. Rambutnya berkilau indah, di depan lensa kamera. Salah satu brand sampo terkenal milik perusahaan asal Paris meminta perempuan berusia akhir 30-an itu menjadi ambassador untuk produk terbarunya. Bahkan CEO-nya langsung yang memintanya untuk bergabung. Merk Secret Sun akan launching di 39 negara berbeda di dunia, termasuk Indonesia. Dan setiap negara akan memiliki brand ambassador yang berbeda-beda. Masalah pekerjaan, Liora tipikal pemilih dan perfeksionis. Dia hanya akan mengambil pekerjaan yang memang worth it dan high class. Dia tidak ingin image-nya hancur hanya karena ia salah mengambil pekerjaan. Kesalahan sedikit saja akan berakibat fatal pada karir yang telah ia bangun dari dulu. “Cut!” teriak Albert, fotografer dalam pengambilan photoshot hari ini. "Good job, guy!" Albert berteriak kepada smeua orang, ucapannya mendapat tepuk tangan dari staf yang terlibat pada pemotretan kali ini. “Thankyou, Al.” Liora menghampiri Albert dan memeluk pria itu erat layaknya teman lama. Hari ini mereka memang melakukan sesi foto terakhir sebelum tim secret sun kembali ke Paris. Mereka akan bertemu sekita 2-3 bulan lagi saat launching produk. “No, i shoul be the one to thankyou. You are so georgeus.” Albert tak henti-hentinya memuji Liora. “I know.” Liora menyombongkan diri mencoba bercanda. Albert tersenyum mendengar gurauan Liora barusan. “I’m glad to see you join this project. I’m really happy to work with you. I hope we can working together again on next project.” Pria dengan rambut gondrong itu tersenyum hangat pada Liora. “Yeah, sure. I can’t wait for that day.” Liora ikut tersenyum. Siapa yang tidak senang jika bekerja sama dengan fotografer kelas internasional dengan brand globat juga. Liora merasa beruntung bisa mendapat tawaran dan pengalaman bekerja sama tersebut. Liora kemudian pamit untuk ganti baju. Perempuan itu masuk e ruang ganti, di sana sudah ada tim stylist dan juga Jea manajernya. "Ponselku?" tanya Liora duduk di depan meja rias. Para staf langsung mengerubunginya untuk melepas aksesoris yang dipakai perempuan itu. "Ini." Jea menyerahkan ponsel milik Liora. Liora menerimanya. Dahinya berkerut heran karena tidak ada notif apapun dari Rengga. Padahal sebelum melakukan pemotretan tadi, ia sempat mengabari pria itu. Tapi sampai sekarang tidak ada balasan pesan apapun. Liora lalu mencoba untuk menghubunginya, terdengar nada dering yang cukup lama, namun panggilannya tidak di angkat sampai terhubung layanan mailbox. "Kemana dia?" tanya Liora dalam hati. "Sudah selesai." Tim Stylist selesai melepas aksesoris. "Terimakasih." Liora mengucapkan terimkasih sebelum beranjak berdiri untu ganti baju. Beberapa menit kemudian, Liora dan tim sudah berada di sebuah restoran untuk makan siang bersama. Mereka makan siang bersama dengan tim sebagai bentuk perpisahan. Mereka memilih makanan Jepang yang terletak tak jauh dari studio foto tempat mereka take tadi. Memilih meja panjang karena anggota mereka cukup banyak. “Sorry, bathroom.” Liora memberi kode bahwa dirinya akan pergi ke kamar mandi. Albert mengangguk dan kembali memilih menu makanan bersama anggota staf yang lainnya. Jea sendiri tidak bisa ikut makan karena ada meeting dengan salah satu produser tv untuk project Liora selanjutnya. Di dalam kamar mandi, Liora mengecek penampilannya sebentar. Kebetulan kamar mandi tersebut kosong, hanya ada dirinya yang sedang mematut diri di depan kaca. Perempuan itu lalu mengambil ponsel di dalam tasnya. Mengecek notif pesan atau pun telfonnya lagi, tapi di antara banyaknya pesan yang masuk, tidak ada satu pun dari Rengga. “Masih tidak ada pesan apapun dari Rengga,” gumam Liora pelan. Terlihat kecewa karena nama ‘Rengga’ tidak ada di dalam daftar puluhan orang yang menghubunginya. “Apa dia sesibuk itu? Bahkan dia tidak mengirimiku pesan atau balasan apapun.” “Astaga, aku tidak menyangka kita akan melihat Rengga di restoran ini. Beruntung sekali kita bisa melihat langsung orangnya. Dia sangat tampan sekali.” Suara dari salah satu perempuan yang masuk ke dalam kamar mandi membuat Liora melirik 2 perempuan itu. Mereka sepertinya tengah membahas tentang Rengga. Pria itua da di restoran ini? fikir Liora dalam hati. “Mbak Liora ya?” tanya perempuan dengan rambut bergelombang menyapanya. Liora hanya tersenyum ramah. “Astaga, tadi ketemu sama Rengga terus sekarang ketemu sama Liora. Mimpi apa kita semalam,” bisik perempuan berhijab pada si rambut bergelombang. “Boleh minta fotonya nggak, Mbak?” tanya perempuan berambung gelombang. “Boleh.” Liora mengangguk sopan. Melayani permintaan dari fansnya dengan mudah. "Terimakasih ya, saya ngefans sekali sama Mbak Liora dan Mas Rengga!" seru perempuan berhijab antusias. "Iya, terimaksih ya, sudah memberi kami dukungan. Semangat!" seru Liora memberikan fans service kepada penggemarnya. “Kalau begitu, saya pamit permisi dulu.” Perempuan itu segera keluar dari dalam kamar mandi. Semata mata karena ia tidak sabar untuk bertemu dengan Rengga. Liora memusatkan perhatiannya pada pengunjung restoran, mengecek satu persatu meja yang hampir terisi penuh. Dia ingin menemui Rengga yang kata 2 perempuan tadi ada di restoran ini. Liora tersenyum saat menangkap sosok Rengga duduk di meja dekat pintu. Sepertinya dia baru saja datang, terbukti dari meja di hadapannya yang masih kosong. Liora berjalan menghampiri pria tampan yang hari ini terlihat sangat mempesona dengan setelan jas warna biru muda serta kaos polos warna putih. Namun langkahnya terhenti saat melihat sosok yang duduk bersama dengan Rengga. “Naya,” gumam Liora pelan. Dadanya tiba-tiba saja terasa sesak, seperti ada ribuan jarum yang menusuk relung hatinya. Dia tahu ini bukan perasaan yang seharusnya ia rasakan, karena dari awal dia memang bukan pemilik pria itu. Tapi tetap saja melihat Rengga bersama perempuan lain membuat hatinya hancur. Liora meremas dadanya yang terasa perih tanpa luka yang kasat mata. Hanya sekilas, mengatur ekspresinya senormal mungkin sebelum ada seseorang menyadari perubahan wajahnya yang terlihat kecewa. Liora hendak berbalik pergi saat sebuah suara menyerukan namanya. Tubuhnya tiba-tiba bergetar, rasanya sulit untuk menggerakkan tubuhnya atau pun sekedar menyahut. “Liora!” Astaga! Kenapa selalu seperti ini? Saat seseorang tidak ingin saling bertemu, tapi takdir justru menyatukan keduanya. T"Hei." Tepukan pelan di bahunya membuat Liora menoleh ke belakang. “I-iya," jawab Liora terbata. Ah, mulutku! Kenapa harus gugup di hadapan wanita ini? bisik Liora dalam hati. Merasa bodoh karena terlihat gugup di hadapan Naya, istri dari pria yang berselingkuh dengannya. Sialan! Mulutku kenapa kaku saat berhadapan dengan pemilik pria selingkuhannya. “Oh, hai, Naya! Apa kabar?” Pada akhirnya Liora tersenyum ramah. Menghilangkan perasaan tak nyamannya secepat kilat. Menjadi normal layaknya seorang kenalan dan bukannya selingkuhan. “Baik, alhamdulillah." Naya tersenyum ramah juga. "Sedang apa kau di sini? Mau makan siang? Bagaimana kalau kau bergabung bersama kami. Aku dan Rengga juga sedang makan siang di sini.” Perempuan anggun dengan dres warna putih itu menoleh ke belakang. Tersenyum pada suaminya yang tengah menatap ke arah mereka berdua tanpa ekspresi yang sulit dijelaskan. Makan siang? Dengan kalian berdua sebagai sepasang kekasih? Tidak! Terimakasih atas tawarannya. “Kebetulan aku sedang makan siang bersama timku. Kami baru saja menyelesaikan photoshot dan memutuskan untuk makan siang bersama karena mereka harus kembali ke Paris,” ujar Liora menolak dengan sopan. Ya, untungnya dia memang sedang makan siang bersama tim. Kalau tidak, ia tidak akan menemukan alasan lain untuk menolak tawaran Naya barusan. “Oh, begitu?" Naya mengangguk mengerti. "Ya sudah, selamat bersenang-senang,” imbuhnya kemudian. Sebenarnya ia merasa kecewa karena tidak bsia makian siang bersama Liora. Mereka sudah tahu cukup lama karena Rengga sering satu project dengan Liora, namun mereka tidak cukup dekat dan jalan bersama. Mereka masih terlihat canggung saat bertemu. “Hehm. Kalian juga, selamat bersenang senang.” Liora tersenyum ramah, melirik Rengga sekilas lalu berbalik pergi. Secepat kilat senyuman itu menghilang dari wajah cantik Liora, tatapan matanya terlihat menajam. Perempuan itu kembali bergabung bersama timnya dengan mood yang sudah rusak. Naya kembali ke mejanya setelah tak berhasil mengajak Liora makan siang bersamanya. “Kenapa?” tanya Rengga ingin tahu pembicaraan Naya dan Liora barusan. “Aku ingin mengajak Liora makan siang bersama kita, tapi dia sedang makan siang bersama timnya,” jawab Naya tak menutupi raut kecewanya. "Kenapa kau terlihat kecewa? Bukankah lebih baik kalau kita hanya berkencan berdua," ujar Rengga menyenil hidung istrinya karena gemas. "Aku sudah pernah bilang 'kan, ingin dekat dengan Liora. Kalian sering mendapat project bersama, jadi aku kita berdua dekat," ajwab Naya jujur. “Oh.” Rengga hanya mengangguk paham. “Ehm, aku akan pergi ke toilet.” Pria itu beranjak pergi setelah melihat Naya mengangguk. Di dalam kamar mandi, Rengga mengeluarkan ponsel di saku jasnya lalu mendial nomer telfon Liora. Menunggu nada tunggu sejenak sampai akhirnya tersambung dengan layanan kotak suara. Rengga mematikan sambungannya dan kemudian mencoba menelfon kembali, tapi tetap tidak diangkat. Pria itu kemudian mengirim pesan pada Liora. Rengga │Nanti malam aku akan ke apartemenmu. Send Setelah mengirimkan pesan untuk Liora, pria itu bergegas keluar dari dalam kamar mandi. Kembali ke mejanya dengan senyum mengembang untuk Naya yang tengah menunggunya. Di sisi lain, Liora melirik notif pesan dari Rengga setelah sebelumnya telfon dari pria itu tidak ia angkat. Pesan tersebut mengatakan jika pria itu akan ke apartemennya nanti malam. Liora menghela nafas pelan sebelum kemudian mengetik pesan balasan untuk Rengga. Liora │Tidak perlu datang kalau kau tidak menginap. Send Liora lalu menaruh ponselnya ke dalam tas, tidak ingin menunggu pesan balasan dari Rengga karena ia tahu apa balasan dari pria itu. Dia mencoba untuk melupakan semuanya dan mencoba memperbaiki mood-nya karena setelah ini dia masih harus syuting sinetron terbarunya. Dia tidak ingin bersikap non profesional dengan membawa masalah pribadinya ke dalam pekerjaan. Dia tidak ingin moodnya yang jelek berdampak pada pekerjaannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN