BAB 37

1130 Kata
"Kenapa bisa begini?" Hera memijit pelipisnya yang terasa begitu pening. Sekilas, ia melihat ke arah ratu yang masih terbaring di ranjang dengan mata yang terpejam. Bagaimana mungkin tabib mengatakan ratu baik-baik saja, di saat ia belum juga sadarkan diri. "Bagaimana ini? Apa yang harus aku katakan jika yang mulia raja dan putra mahkota pulang nanti? Harusnya aku tidak pernah mengizinkan ratu mencampuri kompetisi ini. Sekarang gara-gara keteledoranku semuanya jadi begini," gumamnya perlahan dengan penuh rasa sesal. Hera lantas mengusap wajahnya dengan kasar. "Aster!" "Iya, Nyonya!" Wanita muda yang selalu setia pada Hera itu menghadap. "Panggil tabib kerajaan yang lainnya," perintah Hera. "Baik, Nyonya," jawab Aster dengan patuh. Baru saja wanita muda itu hendak pergi, tiba-tiba saja Hera memanggilnya kembali. "Aster!" "Iya, Nyonya." Aster membalikkan badan dan melihat ke arah atasannya. "Mampir ke penjara. Katakan pada penjaga di sana agar memberikan hukuman seratus cambukan bagi gadis kurang ajar itu," perintah Hera. "Tapi Nyonya ... apakah ini tidak terlalu kejam?" tanya Aster bergidik ngeri. "Kejam Kamu bilang? Dia yang bersalah karena membahayakan nyawa ratu. Bahkan, harusnya ia pantas mendapatkan hukuman pancung." Aster menelan salivanya dengan susah payah mendengar hukuman terburuk yang mungkin saja bisa Aurora terima. "Suruh dia berdoa, agar ratu baik-baik saja. Karena kalau sampai terjadi sesuatu pada ratu, dia akan kehilangan nyawanya," ucap Hera. "I-iya, Nyonya. Akan saya sampaikan." "Satu lagi, Aster. Kompetisi hari ini terpaksa kita hentikan. Panggil semua peserta dan katakan kalau kompetisi sementara akan ditunda." "Baik, Nyonya." Wanita itu membungkukkan badan dan segera pergi dari tempat itu untuk melaksanakan tugasnya. "Selamanya, mungkin namamu akan aku ingat, Aurora. Kamu adalah gadis yang terlalu berani mencelakai sang ratu. Yakinlah, aku tidak mungkin lupa meski Kamu telah memiliki cucu sekali pun," ucap Hera penuh kebencian. *** Suara derap langkah sepatu wanita tertangkap di pendengaran Aurora. Gadis itu bangkit dan melihat siapa yang datang. Hatinya sedikit senang saat melihat Aster datang. Setidaknya ia bisa menanyakan kondisi ratu pada wanita itu. "Nyonya! Nyonya! Katakan kepada saya, bagaimana kondisi yang mulia ratu?" tanya gadis itu dengan kedua tangan memegangi jeruji besi yang mengurungnya. Aster berlalu begitu saja tanpa menghiraukan Aurora. Wanita itu terus berjalan menghampiri penjaga penjara. "Ada perintah dari Nyonya," ucap Aster dengan suara yang lirih tetapi masih terdengar jelas oleh Aurora. "Iya, apa Nona?" tanya penjaga. "Hukum dia dengan seratus cambukan, itu perintah Nyonya Hera," ucap Aster. "Seratus cambukan? Bisa-bisa gadis ini akan mati," ucap penjaga terkejut. "Itu bukan urusanmu. Mau dia mati atau tidak, bukan masalah kan? Atau Kamu berani melawan perintah Nyonya Hera? Iya?" tanya Aster. "Ti-tidak, Nyonya. Saya tidak berani," ucap penjaga itu ketakutan. Setiap orang di istana tahu betul siapa Hera. Meski wanita itu hanyalah kepala dayang di istana Nirvana, tetapi wanita itu memiliki pengaruh yang begitu kuat. Ia juga memiliki dukungan penuh dari sang ratu. Siapa pun di istana itu, bisa Hera depak sesuka hatinya. Jadi, semua sangat berhati-hati jika bersikap di hadapan Hera. "Baiklah! Kami akan melakukan seperti apa yang Nyonya Hera perintahkan." Akhirnya sang penjaga ruang tahanan hanya bisa mengiyakan karena tak punya pilihan lain. Aster tersenyum, hendak pergi dari sana. Namun, langkah kakinya terhenti ketika Aurora memanggilnya. "Nyonya! Nyonya! Dengarkan saya sebentar saja! Tolong beritahu bagaimana keadaan yang mulia ratu," pinta Aurora dengan suara menghiba. Aster membalikkan tubuhnya lalu menghampiri Aurora yang terlihat mengenaskan dari sela-sela besi. "Apa lagi yang ingin Kamu ketahui? Kamu sudah puas kan telah berhasil mencelakai yang mulia ratu? Lihat saja! Kamu akan menerima hukuman yang sepantasnya! Kamu tahu? Pihak kerajaan pasti tidak akan tinggal diam melihatmu melakukan ini. Kamu bersiap saja menjemput hari terakhirmu yang mengerikan," ucap Aster dengan kejam. "Saya berani bersumpah, kalau saya tidak memiliki niat seperti itu. Saya sungguh tidak sengaja mencelakai yang mulia. Saya akan menerima hukuman apa pun itu. Tapi tolong Nyonya katakan bagaimana keadaan ratu. Agar hati saya tidak gelisah lagi," ucap Aurora lagi. "Ratu masih belum sadarkan diri. Maka dari itu Kamu harus menerima hukuman yang setimpal. Sebentar lagi kamu akan menikmati bagaimana rasa cambuk legendaris Nirvana akan menyentuh kulit punggungmu. Ah ya, Kamu tidak perlu mengkhawatirkan keadaan ratu. Khawatirkan saja nasibmu sendiri. Jika sampai terjadi apa-apa pada ratu Selena, maka hidupmu akan berakhir di penjagalan," ucap Aster sinis. "Saya ikhlas, jika memang saya ditakdirkan untuk berakhir seperti ini," ucap gadis malang itu pasrah. "Mudah sekali Kamu bicara seperti itu. Memangnya Kamu pikir semua akan berakhir jika Kamu mati? Kamu salah! Jika sampai terjadi hal buruk pada ratu Selena, bukan hanya Kamu saja. Anggota keluargamu yang lain juga akan diperiksa. Siapa tahu kalian telah bersekongkol untuk melakukan konspirasi. Jika Kalian ketahuan telah bekerja sama, maka bukan hanya Kamu saja yang akan mendapatkan hukuman," ucap Aster. "Mana mungkin seperti itu, Nyonya. Saudara, orang tua saya, tidak ada kaitan apa pun dengan apa yang saya lakukan. Ini murni kesalahan saya sendiri. Jadi, akan sangat tidak adil jika mereka ikut menanggung hukuman ini," ucap Aurora ketakutan. Gadis itu tak dapat membayangkan jika orang tua dan kakak-kakaknya ikut menderita karena kesalahan yang ia buat. Sungguh, Aurora tidak akan bisa membayangkan jika hal itu terjadi. "Sayangnya, semua akan diputuskan di pengadilan kerajaan. Jadi, berdoa saja agar ratu baik-baik saja. Sehingga keluargamu yang lainnya bisa selamat," ucap Aster. "Astaga! Untuk apa aku meladenimu? Tidak berguna! Lebih baik aku kembali ke istana daripada terus berada di tempat yang kotor dan menyeramkan ini." Aster segera berjalan keluar dari penjara bawah tanah itu. Tak lama, terdengar suara derit rantai yang bergesekan dengan jeruji besi yang dibuka, juga lalu disusul suara cambukan yang cukup kuat dan jeritan gadis yang sungguh menyayat hati. Aster yang mendengar dari kejauhan merasa ngeri. Buru-buru wanita itu pergi karena tak tahan mendengar suara itu. *** "Kalian tahu kenapa Kalian dikumpulkan di tempat ini lebih awal dari waktu kompetisi berakhir?" tanya Aster dengan wajah datar. "Tidak, Nyonya!" jawab mereka serentak. Para peserta sangat terkejut saat mereka tiba-tiba dikumpulkan lebih awal dari waktu yang ditentukan. Semua peserta bertanya-tanya ada apa gerangan. Dalam hati mereka dipenuhi rasa penasaran dan gelisah. "Karena suatu hal yang tidak dapat saya jelaskan, kompetisi untuk sementara akan ditunda. Mengenai kapan akan dilanjutkan atau akan bagaimana, nanti akan dijelaskan jika semua sudah pasti," ucap Aster. "Bolehkah kami tahu apa alasannya, Nyonya?" tanya salah seorang peserta. "Bukankah saya sudah katakan, saya tidak bisa menjelaskannya," ucap Aster kesal. "Tapi, kami sudah bekerja keras. Masa harus berakhir seperti ini," protes yang lainnya. "Ini sangat aneh. Kenapa hanya ada Anda, Nyonya. Di mana yang mulia dan nyonya Hera?" Salah seorang peserta menyadari keganjilan itu. "Sudah saya katakan. Kalian tidak perlu tahu. Ini adalah keputusan dari Nyonya Hera. Saya tidak ada kewenangan untuk menanggapi protes kalian. Jika hal itu sudah Nyonya Hera putuskan. Lalu saya bisa apa?" tanya Aster. Kini suasana tempat itu menjadi riuh. Kebanyakan merasa kesal. Karena pekerjaan berat yang mereka lakukan terasa sia-sia saja. Aster tidak menghiraukannya, karena ia ada di tempat itu hanya untuk menyampaikan pesan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN