Pada akhirnya apapun yang terjadi pada anak kita. Bagaimana kelakuannya. Baik atau buruk di lingkungan sekitar. Yang di salahkan akan tetap orang tua.
Karena apa? Karena orang tua di nilai kurang memperhatikan atau tidak bisa memilah ajaran yang sesuai untuk sang anak.
Malam ini adalah malam natal tersedih bagi keluarga Pujantara. Walaupun belakangan banyak pihak yang mengirimkan ucapan terimakasih atas bantuan yang mereka berikan tetapi tidak membuat hati mereka merasa damai dan tenang.
Keluarga itu sedang sedih karena sang putri tidak bersama mereka dalam perayaan hari besar ini.
"Sayang, kamu dimana? Papi minta maaf. Ayo pulanglah. Papi ingin minta maaf padamu," ucap Hamid yang sedang berdiri di balkon kamar Cecil. Memandangi pohon terang yang ada di halaman rumah mereka.
Sejak kepergian Cecil, Hamid menyadari kesalahannya dalam mendidik anak-anaknya. Mereka hanya di bekali kartu kredit tanpa limit dengan syarat tidak merepotkan orang tuanya.
"Pa, Ayo berdoa bersama. Kita doakan Cecil dimana pun dia berada," ujar Vetty seraya memeluk suaminya dari belakang. Emosinya pada suaminya itu sudah mereda karena sudah menyadari bahwa dia juga bersalah atas perginya Cecil.
Mereka terlalu terlena dengan kegiatan di luar sana yang bisa mendongkrak nama dan bisnis mereka. Lupa bahwa yang di rumah perlu di perhatikan.
****
Sementara itu, gadis remaja yang sedang di doakan bersama oleh keluarga besar sedang menikmati hidangan enak di malam Natal ini. Dia sedang berada di balkon hotel yang menyuguhkan pemandangan pantai dan angin sejuk.
Ya, pilihannya ke Medan di ubah menjadi Samosir yang ada di pulau sumatera juga.
Sebenarnya, dia was-was kesini karena harus naik pesawat. Dia takut data-datanya ketahuan oleh orang tuanya karena dia menggunakan kartu keluarga karena belum punya KTP.
Tapi kenekatannya kemari tidak sia-sia karena disini dia bisa merasakan suasana Natal yang kental.
Sejak tiba kemarin disini dia tidak bisa berhenti mengagumi keindahan yang ada. Kuliner yang enak juga. Banyak cemilan yang katanya hanya akan muncul saat akhir tahun menjelang. Padahal jika kota tempat tinggalnya, cemilan itu ada setiap saat di toko-toko kue.
Hidangan yang dia nikmati malam ini adalah hidangan yang dia dapat dari gereja saat acara malam natal selesai. Dia membawanya ke hotel tempat dia menginap.
"Harusnya gue lari kesini aja kemarin. Disini kayaknya damai dan pasti orang tua gue nggak bakal kepikiran gue disini. Ketimbang tempat tinggal gue yang sekarang. Capek anjir kucing-kucingan tiap hari."
Cecil berdiri di balkon dan menghirup udara segar yang di bawa oleh danau yang terkenal itu.
Walau sejak SD dia sudah tau ada danau itu dari pelajaran di sekolah, tapi tak pernah penasaran untuk berlibur kesini. Dia lebih memilih pergi ke luar negeri dan berkeliling di mal seharian saat hari liburnya.
Cecil memejamkan mata seraya mengucapkan kata maaf pada keluarganya karena tidak pernah berkabar. Dia juga mendoakan agar orang tuanya sehat-sehat saja. Tidak lupa dia mendoakan bisnis orang tuanya agar semakin lancar. Karena setelah dia pergi, bulanannya tetap di transfer dan kali ini berlipat ganda dari yang biasa.
"Pelarian gue membuat gue jadi gadis kaya raya, " ucapnya mengingat nominal yang tertera di saldo rekeningnya. Tapi demi pelariannya, dia tidak mau terpancing dengan uang itu. Dia tidak menggunakannya sedikitpun. Pun kesini, dia memakai saldo dari dompet digitalnya. Untuk uang jajan dia pakai uang kes yang dia simpan selama ini.
"Selamat natal papi, mami, abang, nenek," ucap Cecil pelan.
"Merry christmas geng suka-suka," teriaknya lebih kencang.
Empat bulan sudah dia menghilang dari dunia nyata dan dunia maya teman-teman senasibnya itu.
"Lia, jangan lupa pakai pengaman, doa orang-orang biasanya terkabul di malam natal, hahaha," ucapnya sedikit kencang mengangetkan pria yang sedari tadi berdiri di balkon dan memandangi Cecil.
"Kita bertemu lagi," ucapnya pelan.
Walau tampilan Cecil berubah banyak tapi Juan masih bisa mengenalinya.
Haruskah dia menyapanya?
Saat mulut Juan terbuka hendak berteriak. Dia teringat ucapan gadis itu sebelum meninggalkan kamar hotel pagi itu.
"Sudah lah. Dia kan minta untuk tidak saling mengenal bahkan jika bertemu kembali di jalanan."
Juan melompat saat melihat Cecil hendak berbalik ke arahnya.
Menyembunyikan tubuhnya di balik dinding pembatas antar balkon itu.
Menunggu beberapa saat hingga dia mendengar suara langkah kaki menjauh.
Juan berdiri dan menoleh ke arah balkon. Dia melihat kotak nasi sisa makan malam gadis itu. Itu sama dengan kotak punya Juan. Berarti mereka juga tadi berada di gereja yang sama saat perayaan malam Natal?
****
Sepanjang malam Juan tidak bisa tidur. Dia penasaran dengan gadis itu.
Siapa dia sebenarnya?
Saat menjelang pagi, dia pergi ke bagian front hotel tempat dia menginap.
Bermodalkan kepiawaian bicara dan ketampanan yang dia punya. Juan berhasil mengetahui siapa gadis tetangga kamarnya.
Hal yang seharusnya tidak bisa di infokan oleh petugas hotel karena melanggar privasi pengunjung. Tapi pegawai wanita itu tidak tahan melihat senyum dan mata Juan yang sesekali berkedip.
"Cecilia," ucapnya pelan seraya berjalan cepat ke dalam kamarnya.
Dia mengotak atik laptopnya di dalam kamar dan dia bisa mengetahui siapa gadis remaja yang bersamanya malam itu.
"Cecilia Arta Pujantara," gumamnya pelan.
Dia melihat data Cecilia yang di potretnya dari data hotel.
Dari nomor kartu pelajar yang di gunakan Cecil dan juga copy kartu keluarganya. Juan bisa mengetahuinya.
"Ini alasan kalian selalu mencari aku, ya?" gumamnya seraya mengelus dagu dengan jari telunjuknya.
Dia mengingat-ingat kembali. Benar ada pihak yang ingin mencari tahu data pribadinya. Dan itu di mulai setelah dia menginap dengan gadis itu.
"Apa kau ketahuan malam itu?" gumam Juan.
Juan meraih ponsel dan melakukan panggilan pada seorang teman.
"Tolong cari tahu mengenai keluarga Pujantara. Lebih tepatnya anak perempuan Hamid. Kabari aku segera!"
Wanita di seberang sana berdecak kesal.
"Ini hari Natal Juan. Walau aku tidak merayakannya bukan berarti aku harus bekerja hari ini. Warna tanggal hari ini merah di kalender. Artinya libur umum. Jangan menggangguku!"
Klik
Panggilan di putus oleh wanita itu.
Juan hanya menatap ponselnya. Tak ada panggilan ulang untuk protes. Karena tidak perlu bilang dua kali pasti akan di kerjakan oleh wanita di seberang sana.
Seharian itu di hari Natal yang seharusnya di rayakan bersama keluarga atau kerabat. Kini dua orang itu merayakannya bersama orang asing.
Cecil ikut ke gereja yang ada di sana pun Juan.
Juan selalu berada di belakang Cecil dan memilih spot yang tidak bisa di lihat oleh gadis itu.
Kenapa gadis itu sendirian disini?
Juan memiliki dugaan sendiri yang masih mengepul di dalam pikirannya.
Mungkinkah melarikan diri?
Izin pergi sendirian?
atau di usir?
Kemungkinannya ada di pilihan satu dan tiga. Karena keluarga Pujantara pasti tidak akan mengijinkan remaja pergi sendirian dan merayakan Natal sendirian jauh dari keluarga.
Tiga hari setelah hari Natal.Dua orang itu menikmati keindahan alam dan budaya yang masih kental.
Mempelajari tentang danau toba dan pulau Samosir sejak duduk di bangku SD. Dan pernah tau tentang si gale-gale juga. Apalagi sekarang di era sosmed ini, Cecil juga menemukan banyak informasi mengenai wisata di pulau ini. Itulah yang membuatnya tertarik ketimbang ke ibu kota. Karena di ibu kota pasti hanya akan staycation di kamar hotel.
Cecil mengambil poto dirinya sendiri dan juga kadang meminta tolong pengunjung disana untuk mengambil gambarnya.
Mengenakan ulos dan sortali lalu manortor. Hal baru bagi Cecil.
"Ternyata ada juga gunanya kabur dari rumah," gumamnya sambil tersenyum.
*****
Juan memperhatikan gadis yang sedang mengenakan kaca mata hitam besar dan topi lebar. Mereka sudah keluar dari pulau dan kini berada di penginapan di daerah Parapat. Lagi-lagi kamar mereka bersebelahan.
Cecil sedang berburu oleh-oleh di pasar dan dia di ikuti oleh Juan juga.
Untuk penyamaran, Juan juga mengenakan kaca mata hitam dan topi. Mengikuti kemana Cecil pergi.
Makan di tempat cecil makan. Bahkan ikut di perahu yang sama saat mereka berwisata ke batu gantung.
Malam pergantian tahun telah tiba.
Ada rasa sedih di hati Cecil. Dia masih sangat belia tapi sudah merasakan hal ini saat orang tuanya masih ada.
Malangnya nasibmu Cil.
"Selamat tahun baru papa dan mama," gumamnya seraya menatap kembang api yang sudah mengudara di seluruh penjuru.
Sorak sorai dari semua orang yang merupakan penduduk lokal maupun wisatawan bersatu di di tepi danau itu. Spot yang di jadikan untuk merayakan acara tahun baru.
Cecil masuk ke dalam hotel saat acara selesai dan kumpulan orang-orang itu sudah mulai bubar.
"Maaf," ucapnya saat dia menabrak tubuh tinggi yang sedang melintas di depannya.