11. HIDUP MANDIRI

1023 Kata
Sudah tengah malam dan gadis itu masih sibuk dengan laptop di pangkuannya. Dia duduk di lantai dan menyandarkan punggungnya di kaki kasur. Jarinya sibuk menari-nari di atas keyboard. Sementara beberapa berkas berserak di sampingnya, juga ada beberapa tas kecil bermerek. Di antara barang-barang itu, ada juga sebuah kotak ponsel keluaran lama dan sudah hampir ketinggalan jaman. "Mudah-mudahan loe dapat pemilik yang ramah dan penyayang seperti gue," ucap gadis itu seraya mengelus satu tas bermerek itu. Dengan bantuan kamera ponsel baru yang di belinya tadi, dia mengambil beberapa poto dari berbagai sudut lalu mengunggahnya di market place. Sementara ini, gadis itu sudah menyewa kamar kos kosan untuk satu bulan ke depan. Dia akan mengurus dirinya sendiri. Menghemat uang demi bisa makan. Untung dia pintar tadi, beberapa perhiasan yang dia punya dia bawa. "Life start here, Cecil. Sekarang loe miskin papa." Gadis itu menghempaskan tubuhnya di kasur single nya. Kamarnya lumayan luas apalagi dia tidak punya barang-barang yang bisa membuat semak di kamar. "Cecil doakan kalian sehat-sehat aja dan semoga semakin kaya,Amiiiiiin." ***** Empat gadis kaya datang ke sekolah. Walau tidak datang secara bersamaan, tapi kedatangan mereka cukup menyita perhatian seperti biasa karena penampilan dan ujaran-ujaran yang keluar dari mulut mereka. Yang membuat heran adalah dimana satu lagi? Jam pelajaran sudah akan di mulai. Tidak biasanya si pembuat onar itu terlambat. "Cecil nggak datang?" "Tumben," "Pantas masih damai kelas kita. Dari kemarin terasa damai karena pembuat onar itu tidak ada." Dari enam berkawan itu hanya Eric yang satu kelas dengan Cecil, selainnya tersebar di kelas lain. Eric yang mendengar ucapan teman-temannya hanya mengangguk. Benar, kemarin kelas mereka damai. Tidak ada yang teriak-teriak minta contekan pr. Tidak ada yang teriak dengan kata-kata kotor dari mulutnya. Jam pelajaran berlalu dengan cepat. Jam istirahat kelima sahabat itu akhirnya berkumpul dan membahas soal Cecil yang tidak masuk hari ini. "Nanti pulang sekolah kita ke rumahnya. Kita tanya apa masalahnya." "Ogah! Bokapnya nggak pernah suka sama gue," ucap Ambar yang sudah beberapa kali dapat peringatan dari orang tua Cecil. "Siang-siang mana ada bonyoknya di rumah, Mbar. Pasti di kantorlah!" Akhirnya kelima orang itu sepakat pulang sekolah akan mampir ke rumah Cecil. Saat kelima sahabatnya sedang bertahan melawan kantuk di jam akhir pelajaran, Cecil dengan santainya memainkan ponselnya. Dua tas yang di unggah di market place sudah di pesan. Cecil sedang menunggu p*****t. Tas yang sudah laku itu di letakkan di sisinya. Ada rasa tidak rela melepas tas yang dia dapatkan setelah rebutan bersama pecinta tas yang lainnya. Tapi karena sudah miskin papa dan sebatang kara akhirnya dia memilih menjualnya. Tidak murah, hanya berkurang beberapa juta saja dari harga barunya. Sementara laptop yang layarnya terbuka menampilkan nama sebuah sekolah yang terkenal sebagai sekolah pembuangan para anak-anak bandal yang hanya mengharapkan ijasah SMA. "Okey, p*****t di terima," ucapnya seraya bangkit dan bersiap membungkus kedua tas itu. "Lumayanlah, cukup untuk biaya kos dan makan setahun," lanjutnya menyemangati diri sendiri. Kali ini dia benar-benar bertekad untuk menjauh saja dari keluarga Pujantara. Usai membungkus tas, sambil menunggu pembeli tas datang, Cecil mulai menekuni apa yang ada di laptopnya lagi. Dia sedang berusaha membuat surat Drop Out dari sekolahnya yang lama jika sewaktu-waktu di minta di sekolah yang baru. "Maafkan Cecil pak kepala sekolah, tanda tangan anda saya palsukan dulu yah," ucapnya lalu terkekeh. Dia sedang dalam proses pelarian. Dia takut orang tuanya mencari-cari keberadaannya. ***** "Hiks... Hiks... Non Cecil pergi dari rumah tadi malam non setelah bertengkar dengan papanya. Non Cecil di usir," isak bi Yani sambil menceritakan apa yang terjadi tadi malam. Ambar dan keempat teman lainnya terkejut mendengar kabar itu. "Jadi, Cecil hilang?" Bi Yani mengangguk dengan cepat. "Bukan hilang Ester, tapi di usir," koreksi Riana. "Kira-kira dia dimana, yah? Otak gue nggak nemu tempat yang kira-kira cocok didatangi," lanjut Riana. Berteman selama dua tahun lebih dengan Cecil, mereka semua tahu bahwa Cecil tidak suka kesendirian dan suka pilih-pilih teman dan tempat yang akan dia kunjungi. Selama ini, tidak ada orang lain yang begitu di sayang oleh Cecil selain Bi Yani dan pak Khodir. "Sama!" "...!!!" tiba- tiba Ambar meloncat kegirangan. Semua teman-temannya menatap nya dengan penuh tanya. "Jogja, pasti di Jogja di rumah eyang nya." Walau Cecil tidak suka di kekang, tapi dia pasti akan memilih ke rumah neneknya dari pada hidup sendirian. "Nggak Non, tadi malam tuan juga suruh kesana tapi di tolak. Non Cecil malah memilih keluar dari rumah ini dan dari keluarga besar pujantara. " Jawaban bi Yani membuat kelima remaja itu terdiam. Jika bukan ke Jogja, lalu kemana? Tidak mungkin dia bisa hidup sendirian. Bahkan cuci piring saja dia tidak pernah. Gimana mau hidup sendirian? Remaja itu pulang dengan tangan kosong dan semakin kosong. "Tega bangat sih bokapnya sampe ngusir anaknya," "Ntah lah, nyokap dia kemana? Ikut-ikutan usir juga?" Saat keempat gadis itu berpikir keras memikirkan nasib Cecil, pria satu-satunya di antara mereka berkata, "Tebakan gue benar, kan? Pasti dia di mata-matai oleh suruhan bokapnya." Jika bukan karena di mata-matai bagaimana bisa orang tuanya tahu Cecil sesang oenesan dengan pria tua di hotel? "Loe Loe juga kudu hati-hati, terutama loe Li. Jangan keseringan pergi dengan pacar loe yang super duper tua itu. Bisa-bisa loe dikirim ke pelosok sana," ***** Tak terasa satu minggu sudah Cecil tidak di temukan. Jelas saja tidak di temukan. Saat ini Cecil ada di pinggiran kota dan hidup sederhana mengikuti orang-orang yang ada disana. Masalah sekolah sudah beres. Dia sudah terdaftar di sekolah yang di sebut sekolah teksas itu. Saat ini dia sedang mengunduh beberapa materi pelajaran dari internet. Walau sekolah di sekolah teksas yang penuh kebebasan, setidaknya harus tetap lulus dan kalau bisa masuk universitas. "Udah sok keren milih keluar dari rumah, setidaknya sepuluh tahun lagi saat bertemu kembali harus menjadi orang," tekad Cecil. "Kalian jangan pikir gue tidak bisa hidup tanpa kalian, tanpa uang kalian. Kita buktikan saja. Semangat Cecil!" lanjut gadis itu seraya menyemangati diri sendiri. Badannya menelungkup di lantai, di tangan kanan ada pensil dan di depannya ada laptop yang menampilkan beberapa soal-soal dan juga materi pembelajaran. "Menjadi orang bodoh di antara orang-orang pintar itu akan memberi kita pelajaran yang tinggi. Tapi menjadi orang pintar di antara orang bodoh..." Cecil berhenti sebentar karena tertawa atas perkataan sendiri. "Patut di banggakan!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN