Game 2

2020 Kata
Adi berada di jalan sekarang. Lebih tepatnya dia sedang mengendarai kendaraan umum untuk menuju pulang ke rumahnya. Dia tidak menanggapi tawaran uang yang sangat banyak dari Zox meskipun memang mungkin itu akan dapat mengubah nasib dan juga keluarganya nantinya. Dia memikirkan kalau dirinya lebih berharga saat hidup ketimbang saat mati. Menjadi seorang Pro Player E-sport tidak semata-mata membuat sosok Adi langsung tajir melintir, dia juga mengalami kesusahan yang harus dia hadapi dibalik gemilau bakatnya yang luar biasa. Dia berusaha menyembunyikan itu semua, bahkan dari manajernya sendiri. Dia tidak ingin untuk mencoba membuat orang-orang menjadi iba atau menaruh rasa simpati kepadanya nanti. Adi pun turun dari bus umum, dan lanjut berjalan menuju gang-gang kecil nan sempit agar sampai ke rumahnya. Adi berjalan sambil menunduk karena terlalu lelah seharian menatap layar monitor membuat matanya sakit. Mungkin suatu hari Adi tidak akan bisa melakukan pekerjaan ini lagi, dan mungkin dia harus mencari pengganti pekerjaan lain yang lebih aman bagi dirinya. Jalanan gang-gang sempit ini sangatlah sepi karena memang dia berjalan di waktu dini hari. Waktu dimana semua orang sudah tidur setelah pekerjaan mereka yang melelahkan di siang hari. Pekerjaan dimana mereka semua berbondong-bondong hampir saja melakukan sesuatu untuk menafkahi keluarga mereka masing-masing di sana. Adi tidak benar-benar tahu apa yang harus ia lakukan. Dia melihat kartu nama yang diberikan oleh Zox kepadanya, kartu nama yang memang benar-benar menunjukkan ke legitimasinya kalau dia adalah seorang karyawan dari perusahaan sekelas Banana yang sudah sangat mendunia dan papan atas. Beberapa jam yang lalu saat dia bertemu Zox saja dia benar-benar tak mengira akan mendapatkan tawaran serumit dan juga sepenting itu. Adi hanya berpikir, kenapa dia yang menjadi bahan rekomendasi atau suruhan dari para orang-orang borjuis itu? Apakah mereka sudah tahu siapa Adi sebenarnya dan menganggap kalau tidak masalah bila harus mengorbankan orang seperti dirinya? Apakah mereka benar-benar tahu kalau Adi tidak sepenting itu untuk hidup dan berjalan di dunia ini sebagai manusia? Adi telah sampai di rumahnya. Pintunya yang terkunci dari dalam menandakan kalau semua orang sudah tertidur. Anehnya, Adi malah terasa lega, karena biasanya jam segini, semua keluarganya akan masih terbangun untuk menunggu Adi pulang. Namun Adi lebih mementingkan kesehatan para keluarganya ketimbang dirinya sendiri sekarang ini. Di dalam rumah gubuk kayu yang sempit nan juga pendek ini, Adi memiliki akses rahasia untuk sampai ke rumahnya, yaitu akses dimana dia bisa untuk pergi ke dalam rumah tanpa harus membuka pintu atau kunci apa pun dengan mudahnya. Lebih tepatnya, dia harus melompati pagar lewat belakang dan berjalan menyusuri tembok di kiri dan kanan yang sempit. Tubuh Adi yang kurus membuatnya mudah untuk melewati itu semua sekarang ini. Adi masuk ke dalam dapur bagian belakangnya, masih beralaskan tanah dan juga tembok berasal dari kayu, dia mencoba membuka tudung saji yang ada di atas meja, memeriksa apakah memang benar-benar ada makanan di sana. Karena jika ada, mungkin Adi bisa makan terlebih dahulu sebelum melanjutkan untuk tidur. Tapi benar seperti anggapannya, tidak ada apa-apa untuk bisa dimakan di sana. Di dalam lemari tempat bumbu-bumbu atau bahan makanan di dapur itu juga tidak ada satupun yang dia bisa masak sekarang. Hanya ada sayur-sayur buncis dan juga kecambah kering yang sudah mulai membusuk tidak ditaruh di dalam kulkas. Kulkas milik keluarga Adi sudah mulai rusak sekarang, dan dia tidak bisa atau tidak mampu untuk memperbaikinya dengan kondisinya yang sekarang. “Adi, apa kamu sudah pulang nak?” Ucap seorang wanita dengan nada lirih yang berasal dari kamar. Itu adalah suara dari Ibu Adi, yang entah kenapa mungkin telah terbangun setelah mendengar anaknya masuk ke dalam rumahnya sendiri secara diam-diam. Adi pun langsung saja pergi ke dalam kamar Ibunya untuk melihat apa yang tengah terjadi kepadanya. Di dalam kamar Ibunya tersebut, Adi melihat kalau sosok yang telah melahirkannya masih tetap terselimuti oleh sebuah kain panjang berguna untuk menghangatkan seluruh badannya. Sementara tangan dan kakinya menggunakan penutup agar tubuhnya makin hangat. Ibu Adi sedang sakit parah sekarang ini. “Ibu, kenapa bangun? Sudah tidur saja. Sekarang sudah malam loh”. Ibu Adi memegang tangan anaknya tersebut, dan dia pun tersenyum melihat anaknya yang sudah pulang. “Ibu Cuma bangun sebentar kok. Mau menyambut anak Ibu yang kayaknya bakal jadi seorang artis terkenal. Ibu sudah mendengar dari Nadilla, kamu memenangkan pertandingan itu. Ibu gak bisa melakukan apa pun lagi selain berbangga hati kepadamu nak.” Ucap Ibu Adi menyatakan rasa bangganya kepada Adi. Adi pun juga ikut merekahkan senyumannya yang tulus kepada Ibunya. Ibu Adi , terdiagnosa sebuah penyakit kanker. Pengobatan Ibu Adi lah yang membuat mereka harus berpindah ke bekas rumah neneknya yang sudah tak terpakai seperti sekarang ini. Karena memang, semua harta benda yang dimiliki keluarga Adi telah habis dipakai untuk dibuat pengobatan Sang Ibu. Adi merasa benar-benar iba kepada Sang Ibu yang mungkin telah merasa bersalah membuat nasib keluarganya menjadi seperti ini. Adi juga tak memiliki pilihan lain, Ibunya adalah sosok yang paling berharga di hidupnya. Dia tidak mungkin menyerahkan ibunya begitu saja dan bergantung kepada nasib, semua keluarganya memiliki ambisi yang sama dengan dirinya, yaitu untuk mencoba menyembuhkan Ibu Adi dengan cara apa pun yang penting halal untuk dilakukan dan tidak merugikan orang lain. “Ah nggak bu. Itu cuman pertandingan biasa kok, Nadilla cuman membesar-besarkannya saja. Karena memang itu pertama kali bagi dirinya melihat diriku di layar kaca. Memangnya, semua orang yang ada di TV sudah bisa mencap diri mereka sebagai seorang artis? Nggak juga kan?” Ucapku pada Ibu, agar dia menghindari ekspektasi yang berlebihan kepada diriku yang biasa-biasa saja ini. Tapi dengan sedikit tenaga yang ada pada dirinya, Ibu Adi tertawa terbahak-bahak, sampai membuat dirinya terbatuk-batuk seperti tersedak akan sesuatu. Adi mencoba untuk mendudukkan kembali ibunya itu, agar dia bisa meminum minuman yang ada di sana. “Bu... ini minum dulu. Lalu setelah itu langsung tidur ya. Jangan melek sampai malam-malam begini.” Ibu Adi meminum obat tersebut, dan dia pun kembali tidur di atas ranjang reot miliknya. “Terima kasih Adi. Ibu gak tahu lagi bagaimana caranya membalas kebaikanmu itu.” Ucap Ibu Adi dengan penuh kasih sayang dan juga rasa cinta. “Kamu juga sebaiknya harus tidur sekarang, Ibu yakin kalau hari besok juga jadi hari yang padat bagi kamu bukan.” Ucap ibu kepadaku “Baiklah Bu, aku pergi tidur dulu ya.” Ucapku sambil meninggalkan kamar Ibu sendirian di sini. Adi mematikan lampunya, serta menutup pintu yang ada di kamar ini agar Ibunya bisa beristirahat di malam yang sunyi ini. Adi pun berjalan menuju kamar adiknya, kamar yang juga Adi gunakan untuk tidur pada hari ini karena rumah ini memiliki kamar yang terbatas bisa ditinggali setiap anggota keluarga. Di dalam kamar itu, Adi mendengar sebuah suara sesenggukan seperti suara orang yang tengah menangis. Karena merasa takut karena waktu sudah menunjukkan dini hari, Adi pun langsung saja mencoba untuk menyalakan lampu. Dan melihat, adiknya yang bernama Nadilla di sana sedang menangis. Karena khawatir, Adi langsung saja berjalan menghampirinya. “Nadilla! Kamu kenapa, kok menangis kayak begitu? Apakah kamu sedang disakiti oleh seseorang? Karena jika iya, cepat katakan pada kakak! Akan kakak habisi saat ini juga!” Ucap Adi dengan tegas membela adiknya. Nadilla yang mengintip ke atas, langsung memeluk kakaknya yang baru datang tersebut dengan sangat erat. Seperti serasa kalau dia benar-benar menunggu kehadirannya. Sekarang ini. “Maaf kak, Nadilla tidak bisa menjaga Ibu dengan baik. Nadilla hanya berakhir menjadi beban di keluarga ini. Nadilla mungkin tidak seharusnya berada di keluarga ini, mungkin Nadilla harus keluar agar bisa mengurangi beban di pundak kalian nantinya.” Ucap Nadilla masih dengan suara sesenggukan yang sangat berat. Adi masih bingung dengan apa yang terjadi kepada adiknya saat itu juga. Namun saat Nadilla memeluk Adi, dia melihat sebuah bekas luka ruam di lengan adiknya tersebut, berwarna hitam dengan kecoklatan seperti sehabis dipukul oleh seseorang dengan sangat hebat sekaligus kuat. Saat Adi menyentuh bekas hitam itu, Nadilla bereaksi kalau itu memang benar-benar sangat sakit ia rasakan saat itu juga. Nadilla tidak bisa menyembunyikan bekas lukanya. “Apa yang terjadi Nadilla! Siapa yang memukulmu sampai seperti ini! Katakan kepada kakak, Nad! Sekarang masih belum terlalu malam, kakak mungkin bisa menghajarnya dengan sangat fatal sekarang ini!” Lagi-lagi balas Adi dengan sangat pemberani. Kakak mana yang tega melihat adik gadisnya sendiri disakiti sampai seperti itu sekarang ini.a Adi dan Nadilla adalah kedua kakak beradik yang sangat saling peduli satu sama lain. Mereka adalah dua saudara yang benar-benar sangat kompak untuk menjadi keluarga. Dan Adi, sangat cinta kepada adik kecilnya yang baru menginjak bangku smp tersebut. Sayangnya, hidup adiknya tersebut harus berubah saat ibunya sudah mulai sakit-sakitan. “Tidak-tidak apa-apa kok kak. Ini hanya sebuah—“ tiba-tiba di tengah pembicaraan, sebuah botol beling pecah dengan sendirinya, mengakibatkan perhatian dari Adi dan juga Nadilla menjadi benar-benar teralihkan ke arah yang lain. Suara itu berasal dari ruang tamu, dan Adi berlari menuju ke sana merasa mungkin ada seorang maling yang telah berani-beraninya menginjakkan kaki di rumahnya sekarang ini. “Hei kau maling! Siapa pun itu! Stop di sana!” Adi telah berada di ruang tamu, dan sosok yang ia lihat adalah sosok yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Itu adalah ayahnya sendiri, dengan sangat linglung telah menghancurkan botol dan membuat semua serpihan belingnya menjadi pecah dan juga jatuh kemana-mana sekarang ini. Airnya pun tumpah ke lantai dengan sangat berantakan. “Maling! Siapa yang kau panggil maling dasar bocah edan!” Ayah dari Adi pun bergerak dan juga berjalan dengan cepat ke arah Adi dan mencoba memukulnya dengan serpihan botol beling itu di sana. Adi dengan sigap menahan lengan ayahnya sendiri dan menghindari pukulan dari ayahnya yang mungkin sedang tidak sadar sekarang ini karena berada di bawah pengaruh alkohol. “Ayah! Sadarlah! Ini aku! Anakmu sendiri! Adi! Apa yang telah kau lakukan!” Adi bersikeras mencoba untuk menyadarkan ayahnya sekarang. Namun ternyata sia-sia, Ayah Adi masih tetap tak sadarkan diri di sana. Dan berakhir berhasil memukul pipi adi menggoresnya dengan botol beling yang tajam itu di sana. “Dasar bocah sialan! Kau memang tak berguna di keluarga ini!” Pipi adi mengucur darah dengan sangat deras, dan juga dia benar-benar merasa kesakitan sekaligus syok karena apa yang telah dilakukan oleh ayahnya sendiri kepadanya. Nadilla pun muncul dan berlari menuju ke arah ruang keluarga, melihat Adi melakukan perlawanan dengan mendorong ayahnya sendiri tersungkur sampai terjatuh menghantam sofa yang ada di sana. “Kakak! Sudah hentikan! Ayah tidak melakukan apa-apa sekarang ini yang membuat kita berada dalam bahaya!” Teriak Nadilla kepada Adi dan juga Ayahnya. Tapi kemudian Adi mulai tersadar, kalau luka lebam yang dirasakan oleh Nadilla saat ini adalah berasal dari ayahnya sendiri di sana. Pria ini mungkin sangat mabuk sampai menyakiti dan melukai fisik anaknya sendiri. Ayah Adi, dulunya tak seperti ini. Dia dulunya adalah seorang ayah yang bijaksana, penyayang dan juga ramah kepada keluarganya sendiri. Namun semua berubah ketika Ibunya telah mengidap penyakit. Harta kekayaan Ayah Adi mulai terkikis dengan sangat cepat seperti jentikan jari, membuatnya seperti syok karena sudah tidak dapat melakukan apa-apa lagi yang suka dilakukannya dahulu. Bahkan karena terlalu sibuk mengurusi urusan pengobatan Ibu Adi, Ayah Adi dipecat dari kantornya, membuat mereka sekeluarga menjadi luntang-lantung karena mendapat sebuah pekerjaan yang tidak tetap ataupun tidak bisa dijagakan. Ayah Adi malah melampiaskannya untuk melakukan hal-hal negatif seperti berjudi, bermain wanita, sampai dengan kecanduan alkohol seperti yang dilakukannya sekarang ini. Adi selalu mencoba untuk menyadarkan ayahnya. Namun dia sadar lebih baik menunggu Ayahnya mati ketimbang menunggu Ayahnya berubah. Dia adalah salah satu contoh orang yang sudah tidak bisa diselamatkan lagi baik dari dunia dan akhirat. Adi ingin sekali mengusir ayahnya dari keluarganya, karena Ayahnya hanya hidup di keluarga ini bagaikan seorang parasit bergantung kepada orang lain. Setelah jatuh tersungkur di sofa, Ayah Adi pun mengeluarkan sebuah suara ngorok yang benar-benar nyaring terdengar olehnya sampai ke sana. Ayah Adi langsung tertidur karena jumlah alkohol yang diminum olehnya benar-benar sangat banyak. Adi tak tahu lagi, apakah dia bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan keluarganya ini dari keterpurukan yang amat sangat mendalam. Adi duduk di sofa, sambil melihat ke langit-langit rumahnya yang sangat gelap. Dia sedang memikirkan sebuah cara, sesuatu yang bisa membuatnya sadar kalau semua ini mungkin akan berhasil pada akhirnya. Yaitu, dengan menerima tawaran dari Zox, dan membuat keluarganya tajir melintir sambil menyembuhkan ibunya. Itu mungkin adalah tawaran yang sungguh tepat bagi dirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN