“Tau apa?” tanya Shakka lagi saat ia hanya mendapat rangkulan dari adiknya yang sebentar lagi akan menikah.
“Abang cuma perlu duduk tenang. Ga usah mikir, oke? Biar ponakan gue aja yang selesein semuanya. Nanti gue pasti bantuin anak lo kalo dia nemu jalan buntu.”
Shakka mendengus keras. Tidak, putranya tidak akan pernah dibantu apapun oleh Abid karena dia akan berada di sisi Gentala sampai waktunya habis. “Bid..” panggil Shakka pada adik bungsunya.
“Ya, Bang?”
“Gimana kalo gini aja? Nanti setelah lo nikah, lo langsung buat anak aja? Kalau itu anak kalian, gue setuju dengan ide elo yang bantuin dia pas nemu jalan buntu.”
Abangnya tidak mengerti sama sekali dengan yang Abid katakan. Abid tau itu, makanya ia hanya menjawab dengan “Oke, Abang,” kemudian tersenyum dengan kedua mata yang dibuat menyipit. “Dan mumpung tadi lo sebut calon bini gue, iya, dia mengamuk karena hari ini lo ga jadi fitting. Besok Gentala sama gue. Lo selesein urusan lo sama calon adik ipar lo.”
Shakka berdecak kesal. Fira benar-benar akan menjadi adik ipar yang menyusahkan. Lihat saja bagaimana bossy-nya dia sebelum resmi menjadi adik ipar. “Besok gue lakuin titah bini lo setelah jemput Gentala pulang sekolah.”
“Ga. Seharian besok waktunya gue sama Gentala yang kelayapan. Kaya yang lo bilang tadi, gue bakal langsung buat anak jadi biarin gue ngasih kasih sayang ke Gentala sebelum kasih sayang gue harus terbagi.”
“Cih.. terserah lo aja lah.”
Setelah meladeni Abid dengan ketidak jelasannya, Shakka terlebih dahulu mengecek keadaan putranya. Gentala sudah tidur ketika Papanya masuk ke kamar. Dan bocah itu tidur sambil memeluk buku tahunan miliknya.
Shakka berjalan mendekat. Di dunia ini, hanya Gentala saja. Hanya putranya saja yang berada di sekitar Shakka yang sesekali mengingatkannya pada wanita itu. Shakka pikir demikian karena seingat dirinya, dia sudah menyingkirkan semua tentang dia. Tapi pria itu lupa pada buku yang Gentala minta padanya sore tadi. Buku ini adalah yang ke dua dan yang terakhir kalau begitu, pikir Shakka. Ia menggantikan buku tahunannya dengan bantal sehingga tidur putranya bisa jauh lebih nyaman.
Shakka membuka buku tersebut. Untuk ketebalan buku berikut jumlah kelas yang ada di angkatannya, ia tau disebelah mana kira-kira foto wanita itu berada. Shakka butuh membalik dua halaman sampai ia menemukan wajah itu.
“Apa ini Shakka?” tanya Naya murka pada putranya. Ia melempar dua buah buku bodoh tersebut pada pangkuan putranya.
Shakka yang bingung karena pertanyaan Mama yang terlalu tiba-tiba dan juga tanpa ada petunjuk sama sekali mengenai apa yang sedang Mamanya bahas, langsung mengambil salah satu buku. Dua buku itu bertuliskan namanya di bagian sampul. Yang pertama adalah Shakka, dan yang kedua adalah Shakka, My CEO. Dan satu yang berada di tangannya saat ini adalah Shakka. Tidak perlu membaca secara keseluruhan, ada teknik membaca cepat ya kan? Begitu mendapatkan sesuatu yang aneh pada buku itu, Shakka membalik halaman dengan lebih cepat hanya untuk menemukan namanya lagi dan lagi, begitu pun di buku yang berjudul Shakka, My CEO. Darah Shakka mendidih apalagi saat namanya digandengkan dengan nama Bella. Kembali ke bagian depan buku itu, Shakka tidak bisa menerima ini. “Kenapa ada nama Mama di sini?”
“Yang sedang bertanya di sini adalah Mama. Kamu pacaran dengan Bella Bella-an ini? Apa dua buku ini menyebutkan yang sebenarnya antara kamu sama dia, Shakka Orlando Padmaja?” tanya Naya tidak sabaran.
“Ma.. aku masih anak SMA. Mama masih lihat aku di sini, di kamarku dan apa mungkin buku itu ngasih tau yang sebetulnya? Apa aku udah jadi penerus Papa? Dan apa Mama pikir aku akan menikah di belakang Mama? Yang benar aja dong.”
“Followers kamu meningkat, ‘kan?”
“Iya karena mungkin orang-orang udah mulai tau kalau aku kembarannya Key?”
“Salah!” ucap Naya kesal.
“Mama udah tau kalo buku ini tentang aku dan Mama masih bersedia buatin covernya. Sekarang Mama kesal?” Shakka meninggalkan Mamanya begitu saja. Besok pagi, ia akan menghabisi Belladiva Wicaksono. Tidak hanya membuat geng atas nama dirinya, Bella juga membuat cerita bohong tentang mereka.
Esok paginya, Shakka menyadari bahwa tatapan semua orang selalu mengarah padanya. Padahal Shakka berpakaian seperti biasa, baju yang berada di luar dan dua kancing terbuka serta dasi yang entah ada di mana. Semua tentang dirinya persis sebagaimana biasa dan Shakka tau apa masalah di sini. Terlebih saat bisik-bisik semakin menjadi begitu ia membawa dirinya mendekati Bella.
“Lo bisa ikut gue sebentar?” tanya Shakka dan tanpa menunggu jawaban, ia langsung berbalik. Shakka membawa Bella ke kolam renang sekolah yang sedang kosong.
“Lo mau bicara sesuatu?” tanya Bella tersenyum senang. Saat ia berjalan kemari, Talita, Tzilla, Manda, Adis dan yang lainnya melihat mereka berdua. Oh senangnya bisa di pilih Shakka diantara anggota SW lainnya.
“Lo tau soal Shakka?” tanya Shakka dengan kedua rahang menyatu seolah di antara kedua gigi geraham atas dan bawahnya itu ada Bella yang sedang ia giling menjadi bagian kecil-kecil. “Lo tau, ‘kan?” bentak Shakka. Suaranya mengisi seluruh ruangan tertutup itu.
“Gue juga baru tau.”
“Bohong.”
“Lo boleh percaya, boleh engga.”
“Kalian berduaan disini akan membuat semua orang semakin penasaran,” ucap Arif mendekati sahabatnya yang kelihatan sangat marah.
“Gue mau lo hapus semua cerita sialan lo itu sekarang juga!”
“Tau nih, kenapa lo ga Bellajar aja sih, Bell? Ngapain menghayal sampai temen gue ngejar-ngejar lo?” ucap Galih yang juga berada di antara dua temannya dan Bellajar.
“Kenapa ga elo aja yang belajar?” Bella melemparkan tatapan menghinanya pada Galih kemudian beralih pada Shakka yang marah-marah padanya padahal ada orang lain di dekat mereka. “Gue bilang bukan gue!”
“Apa ada orang lain selain elo sama gue di ruang ganti anak cowok hari itu? Lo mau ngelak gimana lagi?” Bahkan kejadian itu udah hampir dua tahun yang lalu. Sialan.
“Soal ruang ganti beneran kejadian?” tanya Galih kepo.
“Lo diem deh Gal!” ucap Shakka kesal. “Kalau sempat ketahuan elo dalangnya, siap-siap aja lo.” Setelah meninggalkan Bella dengan sebuah ancaman, Shakka langsung meninggalkan cewek itu.
“Sialan temen lo, Gal. Dia ga nyadar apa ya kalo gue sama tim olimpiade lain selalu bareng-bareng dia? Kita baru balik kemaren dan selama karantina, ga ada yang boleh pegang ponsel tau. Kasih tau tuh temen sinting lo itu,” suruh Bella pada Galih kemudian berjalan menghentak-hentakkan kaki mengikuti jejak Shakka.
“Sinting tapi lo tetap suka?” kekeh Galih.
Bella berbalik kemudian menatap tajam Galih Mahya Respati. “Urusan lo?”
Wyne berlari mendekati Bella begitu ia melihat Shakka keluar dari kolam renang indoor sekolah merela. Dari langkah Bella yang dibuat lebar-lebar, Wyne tau suasana ketua gengnya itu sangat tidak baik. Tapi Wyne harus tau apa yang terjadi. Ckckckck.. salah banget n****+ prekuel Shakka, My CEO yaitu Shakka keluar saat si Shakka jadi trending topik karena juara satu olimpiade matematika tingkat nasional. Trendingnya di Bina Bangsa sih mostly. Mana Wyne dengan nekad memakai nama Shakka, Bella dan kembarannya Shakka tanpa sensor. Gila. Wyne harus apa kalau sampai ketahuan?
“Bell, tadi ada apa, Bell?” tanya Wyne setelah berhasil mengejar langkah kaki Bella.
“Menurut lo? Apa muka gue ini keliatan kaya cewek yang habis ditembak Shakka?”
“Ya, maaf Bell. Shakka marah soal n****+ itu ya, Bell?”
“Lo nanya sekali lagi padahal lo udah tau jawabannya, lo gue pecat dari Eswe ya, Wyn!”
Huh.. Wyne menghembuskan napasnya dengan berat. Memutuskan untuk tidak mengikuti Bella lagi. Bella pasti mau belajar untuk melampiaskan kekesalannya dan sialnya setiap dia belajar untuk mengalihkan emosi, cewek itu menjadi lebih bodoh dari biasanya.
“Eh lo mau kemana?” tanya Wyne pada Keysha. Berkat risetnya, Wyne jadi sering menonton Keysha di channel youtube cewek tersebut. Bahasa inggris cewek ini fasih banget tapi sekalipun Wyne tidak pernah mendengarnya berbahasa inggris di sekolah.
“Mau ngembaliin buku.”
“Duh, jangan deh.. lo bisa ketemu Bella di sana. Nanti kalau lo diapa-apain Bella, kembaran lo bisa ngamuk. Kasian temen gue plis. Ga ada yang cocok jadi ketua Eswe selain dia.
“Hm.. oke deh. Makasih ya udah ngasih tau.”
“Dan gitu aja. Puter balik dan ga pengen tau dia ngomong sama siapa. Ga salah emang gue nebak karakter, lo,” ucap Wyne gemas pada cewek yang pertama datang ke sekolah itu, rambutnya warna warni. Pas banget seperti sebutan yang Bella kasih waktu kejadian di ruang ganti cowok.
“Arif..”
“Dan ketebak banget kalo dia naksir sahabat kembarannya sendiri,” tambah Wyne sebelum beranjak.
>>>
Hari itu Shakka menemui Bella untuk yang kedua kalinya. Mengancam cewek itu untuk menghapus semua kegilaannya sampai lusa. Shakka sudah kebakaran jenggot, di mana pun ia duduk, kakinya terus mengetuk dengan irama cepat pertanda ia ingin semuanya cepat berakhir dan lusa adalah batas maksimal yang bisa ia berikan pada Bella.
“Kenapa lo ga datengin penerbitnya dan pastiin dengan otak cerdas lo itu kalau bukan gue biang kerok yang lo cari? Lagian kenapa lo sibuk banget padahal itu cuma n****+? Santai dong!”
“Kenapa ga lo aja yang cari tau dan habis itu laporan sama gue?”
“Gue ga ada masalah sama n****+ itu ataupun penulisnya.”
“Dan lo masih ga mau ngaku lo ada sangkut pautnya sama masalah ini?” cela Shakka begitu mendengar Bella tidak merasa dirugikan sama sekali. Padahal kalau cewek itu baca Shakka, My CEO, Wah.. gila. Itu Bella entah di apa-apakan oleh Shakka.
Begitulah sampai Shakka datang ke Animedia dan mendapati bos Mama tersenyum geli melihatnya. Om Feri tidak mau memberitahunya langsung. Shakka juga tidak terlalu kaget karena beliau bahkan tidak mau buka mulut pada Mama. Om Feri hanya mengatakan bahwa seminggu dari sekarang, Line, nama penulis mereka tersebut akan menandatangani buku cetakan kedua untuk Shakka. Bayangkan saja, ia hanya bisa memberikan dua hari pada Bella tapi Om Feri membuatnya menunggu satu minggu. Dalam satu minggu itu Shakka terus mengetuk-ngetukkan kakinya di mana pun ia berada. Mulai dari yang ingin sekali mencabik-cabik si Line itu. Si Garis itu. Sampai pada akhirnya ia hanya ingin memastikan bahwa Line bukanlah Bella. Siapapun boleh menjadi Line asalkan bukan Bella. Shakka sudah terlalu muak dengan cewek satu itu.
“Dia udah sampai belum, Om?” tanya Shakka pada Om Feri ketika hari yang dijanjikan tiba.
“Kamu telat satu jam. Line sudah menandatangani Shakka dari tadi.”
“Apaan ini?” tanya Shakka saat Om Feri mengulurkan buku sialan itu padanya.
“Ini.. kamu ga mau minta tanda tangan langsung? Bayangkan Shakka meminta tanda tangan untuk buku yang bercerita tentang dirinya sendiri. Apa kamu ga terharu?”
Mendengus kesal, Shakka merampas buku tersebut dari Om Feri. Ia akan menyobek-nyobek buku ini di depan penulisnya langsung. Sebelum masuk ke ruangan yang dimaksud, Shakka menarik napas panjang. “Jangan Bellatung, jangan Bellatung, jangan Bellatung,” gumamnya rendah. Dan disanalah ia bertemu langsung dan bercakap-cakap dengan Wyne Amelia untuk pertama kalinya. Cewek atau yang sekarang harus Shakka sebut sebagai wanita yang turut andil dalam semua kegilaan hidupnya.
Wyne menyatukan kedua alisnya bingung saat Shakka diulurkan padanya. Ini jelas Shakka cetakan pertama. Begitu mendongak, gadis itu melotot melihat Shakka yang asli menatapnya dengan wajah horornya. Di hampir setiap bab n****+ yang ditulisnya, Wyne selalu menyebut Shakka dan lesung pipinya sebagai wajah paling tampan, titisan dewa, cowok dengan senyum menawan dan bahkan seringaian Shakka mampu melelehkan hati setiap wanita. Namun hari ini, saat ia berhadapan langsung dengan Shakka, Wyne tidak bisa menemukan dimana letak tampan, titisan dewa dan senyum menawannya.
Aduh.. tadi gue ga pamit lagi ke June. Ini nih kejadiannya kalo gue durhaka sama si June. Ucap Wyne membatin.
“Lo ga akan ngasih tanda tangan?” tanya Shakka dengan tampang dinginnya. Rencananya berubah total. Saat mendapati bukan Bella yang ada di ruangan ini, amarahnya tiba-tiba reda. Sesuai dengan laporan Galih soal Eswe, mereka sudah menemukan anggota yang terakhir. Shakka lupa nama cewek ini. Dia juga tidak sesering yang lainnya yang tiba-tiba muncul dan menghalangi jalan Shakka dan teman-temannya.
“Lo kemari cuma buat minta tanda tangan?” tanya Wyne. Ini percakapan pertamanya dengan cowok yang setahun pertama selalu diselidiki oleh June dan setelah Abangnya itu lulus SMA, gantian Wyne yang menyelidikinya melalui Eswe.
“Lo udah ngorek-ngorek kehidupan gue, mengeruk keuntungan dari kisah gue sama Bella yang lo putar balik dan tanda tangan aja lo ga mau ngasih?”
“Di- dimana ba- bagusnya gue tanda tangan?” tanya Wyne gugup. Posisinya sekarang yang duduk sedang Shakka yang memang tinggi berdiri di hadapannya membuat suasana semakin menyeramkan bagi Wyne.
Shakka menunduk melihat liukan tanda tangan Line dan dengan pelan ia berujar. “Tambahin tulisan : To Bellatung.”
“Gi- gini?”
“Iya, begitu. Terus tulis: Lo ttolol banget kalo lo pernah bahagia dengan semua kisah yang gue tulis.” Shakka balas menatap Line yang tampak tidak terima dengan apa yang ia inginkan. Bella bilang tidak punya urusan dengan penulis buku ini? Sekarang Shakka membuatnya punya urusan dengan temannya sendiri. “Ayo tulis!”
“Kenapa lo ngadu domba gue sama Bella?”
“Kenapa lo nyatuin gue sama Bella? Cepat dong! Kerjaan gue emang mintain tanda tangan lo doang?” bentak Shakka gemas. Beberapa detik setelahnya Shakka tersenyum lebar. Putra sulungnya Rama itu memutari meja kemudian menyeret satu kursi sehingga menimbulkan bunyi bising. Setelah berhasil duduk si samping Line, dia mengarahkan kameranya pada wajah mereka berdua.
“Ayo, foto.” Shakka membuat Wyne memegang novelnya yang terbuka di bagian tanda tangannya sendiri. Bella pasti suka dengan hadiahnya ini.
“Gue ga mau foto sama lo. Lo pikir gue suka sama lo?”
“Jadi ngapain lo jadi Eswe kalau lo ga suka sama gue? Sampai nulisin dua buku best sellernya Animedia pula.”
Wyne menarik dirinya berserta kurdi tersebut ke arah Shakka kembali kemudian tersenyum mengerikan pada kamera. Hari ini, Wyne akan memulai kisahnya sendiri. Kisah di mana Bella akan mengamuk sedang ia tidak bisa melakukan apa-apa.
Cekrek.
“Sekarang lo add ID line gue.”
“Ngapain gue add ID line elo? Gue ga butuh sumpah. Lo dikejar-kejarnya sama Bella aja ya. Gue sibuk.” Wyne mengumpulkan semua kertas-kertas yang belum sempat ia bubuhkan tanda tangan. Dia akan pindah ke tempat yang ada orangnya sehingga Shakka tidak bisa memaksanya lagi.
“Karena kalo gue yang minta ID lo, kesannya kaya gue yang ngejar-ngejar dong. Sedang kita berdua tau siapa yang mengejar kan?”
“Sakit lo Shakka,” ucap Wyne meninggalkan cowok tersebut begitu saja.