Marques memikirkan apa yang Rasyid ucapkan saat mereka terakhir kali bicara. Dia mencerna setiap kata yang dikatakan Rasyid. Merdian yang melihat kegelisahan tuannya ini tak tahan untuk bertanya.
“Maaf Bos, apa yang sedang mengganggu pikiran Bos kali ini,” tanya Merdian pelan dan sopan. Marques yang memiliki tempat favorit sejak kepindahannya di Indonesia, yaitu balkon rumahnya. Tempat itu adalah tempat terbaik untuk melihat wajah Asmara sesekali.
“Kenapa kamu begitu peduli?” tanya Marques tak suka. “Urus saja urusan Andi dan katakan kepadanya waktunya tinggal sedikit lagi,” kata Marques.
Merdian berdehem, “Dari informasi yang saya terima, Andi sudah membuat Asmara dan suaminya menjalani pernikahan jarak jauh. Dia hanya perlu menambah interaksi suaminya dengan wanita bayaran itu untuk membuat Asmara bercerai dari suaminya,” lapor Merdian.
Marques mengerutkan dahinya, “Andi melakukan itu?” tanya Marques dan Merdian mengangguk. “Lumayan juga caranya sepertinya dia memang perlu tekanan lebih dulu baru bisa bekerja otaknya,” kata Marques.
Marques berbalik dan menatap asistennya itu. “Soal penyelidikan diam-diam yang aku tugaskan kepadamu, hasilnya bagaimana?” tanya Marques sedikit penasaran.
Merdian memikirkan apa yang tuannya maksud, “Soal Tuan Fukuda?” tanya Merdian memastikan dan Marques mengangguk.
“Tidak ada hal yang mencurigakan dari pergerakan Tuan Fukuda, tapi soal masa lalu yang Anda maksud, tak banyak informasi yang bisa saya temukan Bos. Ada kemungkinan kejadian itu sudah lama atau memang banyak hal yang disembunyikan,” ujar Merdian.
Marques berpikir, “Mana yang lebih keliatan mencolok dan instingmu?” selidik Marques. “Seimbang Bos, tapi memang beberapa ada yang nampak tidak masuk akal dan disembunyikan,” kata Merdian.
“Apa kamu sudah mennyiapkan orang untuk melakukan semua itu?” tanya Marques dan Merdian mengangguk. “Lakukan dengan caramu untuk mendapatkan informasi yang kita perlukan, lupakan jika itu adalah tugas dariku,” perintah Marques dan dia berlalu dari sana.
***
Kondisi Edgar sudah pulih meskipun beberapa kali dia harus kontrol ke dokter untuk mengecek kondisinya. Dia berusaha kembali lagi pada aktivitasnya, beberapa kali dia mencoba bertemu dengan Asmara tapi selalu tak mendapatkan kesempatan itu.
Habis kesabaran akhirnya Edgar mendekati Asmara secara terang-terangan. Sore ini dia melihat Asmara di taman dekat komplek sedang bermain dengan Ario. Apa karena hal ini dia tak memiliki kesempatan untuk bertemu dengannya.
Edgar yang penasaran akhirnya menghampiri Asmara. Dia menyodorkan air mineral yang baru dibelinya sebelum jalan ke taman itu.
Asmara menoleh, “Pak Edgar, apa kabar?” tanya Asmara berdiri dan tersenyum ramah.
Edgar membalas senyuman itu tak kalah riang. ‘Apa memang begini rasanya jika ada hal istimewa yang kita rasakan, melihat senyum ini saja seperti sudah mendapatkan apa yang kita inginkan,’ lamun Edgar.
“Pak, Pak Edgar,” panggil Asmara sambil menyenggol tubuh Edgar membuat lamunannya buyar. “Eh, iya Nona, ada yang bisa saya bantu?” tanya Edgar membuat Asmara terkekeh geli.
“Bapak melamunkan apa kok sampe saya panggil ga denger?” tanya Asmara dan spontan Edgar menjawabnya, “Kamu,” kata Edgar tapi dia menyadari kesalahannya dengan menutup mulutnya dan menggeleng.
Asmara mengerutkan dahinya, “Ada apa sih?” tanya Asmara yang sebenarnya denger ucapan Edgar tapi dia tak paham apa kaitannya dengan dirinya.
“Ini minumnya buat kamu, maaf maksud saya Nona,” kata Edgar kikuk. Karena Asmara memang haus dia menerima minum itu tanpa ragu dan menghabiskannya dalam setengah botol.
Setelah beberapa menit keduanya saling bertanya kabar. Edgar mulai berani menanyakan hal lebih pribadi kepada Asmara.
“Jika Nona tidak keberatan, sebenarnya kemana ayahnya Ario, kenapa Anda hanya maen berdua saja?” tanya Edgar pelan membuat Asmara diam dan menunduk.
Sadar jika pertanyaan itu membuat Asmara tak nyaman, Edgar langsung mengoreksi. “Jangan dijawab jika tak ingin Nona, ini bukan pertanyaan yang penting kok,” kata Edgar menggaruk tengkuknya.
Asmara melihat cara Edgar berinteraksi dengannya membuat wanita itu mengulum senyum. “Apa Bapak tidak pernah bicara banyak dengan seorang wanita?” tanya Asmara membuat Edgar bingung.
“Maaf saya tidak mengerti,” timpal Edgar. Asmara memperjelas pertanyaan membuat Edgar paham. “Sebenarnya saya banyak bicara dengan wanita tapi lebih banyak urusan pekerjaan, entah kenapa jika bicara dengan Nona ada beberapa hal yang kadang membuat saya penasaran. Maaf,” ungkap Edgar.
Asmara mulai paham dan menatap Edgar. Pria bertubuh kekar itu merasakan debar yang berbeda dalam dirinya.
“Suamiku bertugas di Semarang, dia hanya sebulan sekali ke sini, seharusnya minggu ini dia pulang. Tapi entahlah,” muncul ekspresi berbeda yang ditangkap Edgar saat Asmara menceritakan hal itu.
“Mungkin dia sedang sibuk Nona,” hibur Edgar tapi dia memiliki catatan kecil untuk penjelasan itu. Asmara tersenyum kembali. “Mungkin saja, lagipula kami masih komunikasi dengan baik kok,” kata Asmara ceria.
Tapi sorot mata kecewa dalam diri Asmara bisa Edgar lihat dengan jelas. Sepertinya dia memang kembali harus menyelidiki apa yang sudah terjadi selama suaminya bertugas di Semarang.
“Bunda,” panggil Ario dan menatap Edgar.
“Om, sapa?” tanya Ario tak ramah. Edgar mengerjapkan matanya, dia ingin bicara tapi Asmara sudah menjelaskan kepada anaknya. “Ini temen Bunda Sayang, namanya Om Edgar,” ucap Asmara.
Edgar hanya bisa tersenyum melihat calon bos kecilnya itu. Ario hanya diam menatap Edgar, bukan memusuhi bukan tak suka, tapi tatapan itu nampak seperti dia pernah melihat orang ini tapi anak lelaki itu tak ingat.
Ario yang merengek minta main lagi dengan bundanya membuat Asmara pamit dan meninggalkan Edgar di sana. Pria itu tak keberatan dengan begitu dia bisa leluasa mengawasi keduanya tanpa ragu.
Edgar menghubungi seseorang yang bisa membantunya mencari informasi soal ini. Dan dia terkejut dengan apa yang dia dengar soal kepindahan suami Asmara ke Semarang. Edgar mengakhiri panggilan itu dan berniat pamit kepada Asmara untuk melaporkan hal ini kepada bosnya.
“Siapa orang itu?” gumam Edgar membuatnya penasaran. Dia melihat seorang pria berkacamata hitam main bola bersama Ario sedangkan Asmara sedang bicara dengan orang lainnya dan mereka nampak seperti menjelaskan sesuatu.
Edgar mendekati keduanya karena khawatir dengan keselamatan mereka. Tapi tepat saat Edgar akan menegur orang itu dia mendengar suara anak kecil menangis yang membuat Asmara langsung menengok.
“Ario,” panggil Asmara dan Edgar ikut menghampiri Ario bukan orang itu.
“Kenapa Sayang, kok bisa jatuh gini,” tanya Asmara lembut dan Ario menangis di pelukan ibunya. Edgar merasa aneh dan dia melihat sekeliling, dua orang yang nampak mencurigakan itu hilang.
Bayangan kejadian beberapa waktu lalu terlintas dan dia melihat sekitar tempat ini, ada beberapa cctv yang terpasang itu artinya dia bisa melihat orang mencurigakan itu.
Edgar mengakses cctv di sekitar taman dan melihat rekamannya. Saking asyiknya dia menyelidiki, dia tak sadar jika Asmara sudah kembali ke rumahnya. Dia mengedarkan pandangan dan baru menyadarinya ketika mereka sudah jauh. Demi keselamatan keduanya, Edgar membuntuti mereka. Setelah memastikan mereka tiba di rumah dengan aman. Edgar kembali ke rumahnya dan melaporkan kejadian ini kepada Rasyid.
“Bos, sepertinya Bos harus tahu masalah ini,” ucap Edgar ketika teleponnya tersambung. Rasyid meminta Edgar menceritakan semuanya.
“Tunggu dulu, jadi maksudmu Devio pindah karena perintah dari Andi yang memang ada hubungan dengan manager tempat Devio kerja,” kata Rasyid memastikan.
Edgar mengiyakan, “Bisa jadi ini cara untuk mendekatkan Devio kembali dengan Sinta. Secara kebetulan anak itu juga menderita sakit jadi perusahaan menanggung biaya pengobatan anak itu karena dia terdaftar sebagai anak dari Devio,” jelas Edgar.
Rasyid menggebrak meja mendengar hal tak masuk akal itu. “Dasar lelaki tak tahu diuntung, tahu begini aku ga bakal ngalah sama dia. Siaalll!!” umpat Rasyid.
“Tapi ada yang lebih krusial dari itu, Bos,” kata Edgar pelan. Rasyid meredakan emosinya dan bertanya persoalan apa yang krusial.
“Sore ini saya bertemu Nona Asmara di taman, setelah saya tahu jika suaminya pindah tugas dan jarang pulang. Saya melihaat dua orang aneh yang mendekati Nona Asmara dan Tuan Muda Ario,” kata Edgar hati-hati.
“And then,” pinta Rasyid.
“Mereka menggunakan kostum yang sulit dikenali di cctv, tapi karena saya pernah melihat postur tubuhnya secara langsung jadi saya yakin orang itu adalah Marques dan anak buahnya,” jelas Edgar.
Ppprraaannng…
Edgar melihat layar ponselnya mendadak mati. Dia hanya bisa menghembuskan napas. Pengawal Rasyid itu yakin jika ponsel bosnya sedang menangis karena hancur berkeping-keping karena pelampiasan bosnya itu.
***
Marques terkekeh saat tiba di rumahnya, dia tak menyangka jika Edgar akan berusaha lebih keras untuk tetap menjaga Asmara. Tapi kali ini dia sudah cukup puas bermain dengan Ario dan sedikit mengerjainya untuk peringatan bagi Rasyid.
“Ternyata bermain dengan anak kecil itu tak selamanya jadi hal yang buruk,” ungkap Marques mendadak aneh. Merdian hanya mengangguk dan mengambilkan segelas air untuk tuannya itu.
“Jadi bagaimana hasilnya?” tanya Marques.
“Semua sudah berjalan sesuai rencana, kali ini jika dia menginginkan Asmara, dia pasti muncul dan berani bersaing dengan Andi, Bos,” kata Merdian.
“Dia harus tahu segala kerumitan hidup Asmara, dengan begitu rasa bersalah akan semakin menggerogotinya dan dia ingin menukar nyawanya sendiri demi orang yang tanpa sadar sudah mulai dia cintai,” tawa mengerikan Marques keluar.
“Jadi kapan kita mulai kembali dan bertindak Bos?” tanya Merdian penasaran.
Marques menghentikan tawanya mendadak. Pria itu berbalik dan menatap asistennya itu tajam. Merdian menelan ludahnya pahit, sepertinya dia salah mengajukan pertanyaan kali ini. Ekspresi Marques yang berubah datar jadi pertanda buruk baginya.
Marques memegang cerutu di tangan kirinya dan berjalan di hadapan Merdian. Pria itu menunduk tapi Marques mengambil telapak tangannya. Tanpa belas kasihan cerutu itu mendarat di telapak tangan Merdian layaknya asbak.
“Jangan mengganggu kesenanganku di Indonesia, kecuali kamu sudah bisa membeli asbak dari kulit untukku.”
******